Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

5 Kiat Menata Hati

28 September 2020   03:05 Diperbarui: 28 September 2020   03:20 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan Lama

Kondisi manusia bisa berubah kapan saja. Baik dalam segi kesehatan maupun perasan dan kondisi psikologisnya.Dalam ilmu psikologi hal tersebut sudah menjadi kewajaran manusia.

Menurut Abdul Mujib dalam bukunya Teori Kepribadian Prespektif Psikologi Islam mengatakan bahwa, emosi, semangat, suka, duka, bahagia dan lain sebagainya adalah rasa yang timbul tenggelam dalam diri manusia.

Maka sudah menjadi kewajaran jika manusia memiliki fleksibilitas dalam segala hal. Kadang naik dan kadang turun, kadang juga datar. Konteks kewajaran bukan berarti tidak bisa diatur, pasti ada cara untuk memanagenya. Karena manusia memiliki akal sebagai pembeda dari makhluk yang lain. Hal ini juga dikutip di dalam kitab suci bahwa manusia memiliki potensi yang luar biasa (Qs: Attin,4).

Oleh karenanya perlu adanya manajemen di dalam diri, agar hal yang dianggap wajar menjadi satu dimensi berpikir. Bahwa manusia terbagi menjadi beberapa ruang dalam konteks sufi yaitu; ruh, nafs (nafsu, kecenderungan), jisim (badan), qalb (hati) dan aqal (pikiran). Di mana kesemua bagian ini memiliki pola dan gerak yang berbeda-beda. Dan rasa atau kondisi yang bergerak fleksible, perlu adanya kiat untuk mengatur agar lebih tenang dan tertata.

Dalam kitab shifat ash shafwah jilid ke-4 yang ditulis oleh Ibnu Al Jauzi (579 H) menerangkan bahwa ada lima kiat agar tenang hatinya. Karena segala rasa bermuara di dalam hati. Bersumber dari Yahya bin Muad Ar Razi (w 258 H).

1. Membaca Al Quran dengan mentadabburi (merenungkan) maknanya

Pertanyaannya adalah mengapa harus membaca al Quran? Seharusnya pergi konsultasi dengan motivator, kyai, habib, atau siapa saja yang dianggap bisa memberi solusi. Ternyata yang menjadi masalah adalah, bahwa tidak sedikit yang membaca al Quran dengan sepintas lalu, tanpa merenungkan apa makna dari ayat yang dibacanya.

Semangat sayyidina Umar ibn Khatab dalam memajukan islam salah satu kiatnya adalah dengan ide kreatif tentang membukukan al Quran. Pengalamannya dengan al Quran sangat tidak terlupakan, ia menangis kala mendengarkan adiknya membacakan al Quran, padahal ia dalam kondisi belum bersaksi atas Nabi Muhammad dan Allah.

Dengan kata lain, membaca al Quran tidak hanya pada kalimatnya saja, tetapi juga maksud dari maknanya. Karena al Quran adalah petunjuk bagi siapapun. Khususnya bagi mereka yang bertaqwa kepada Tuhan.

2. Berpuasa, mengkosongkan perut

Nabi Muhammad pernah melilit perutnya dengan tali dan mengganjalnya dengan batu. Manusiawi sekali jika dalam kondisi lapar namun sama sekali tidak ada yang bisa dimakan. Pada akhirnya menahan rasa lapar dengan berbagai cara. Salah satunya seperti yang dicontohkan oleh Nabi. Tetapi dalam kondisi tertentu lapar menjadi cara agar hati tidak terusik oleh kecenderungan akan kesenangan, dalam hal ini bermuat maksiat.

Menjaga dan menata hati dengan berpuasa adalah pola menahan. Kecenderungan manusia yang paling besar adalah makan. Maka sebagai bentuk latihan menahan diri adalah dengan manahan lapar terlebih dahulu.

3. Sholat atau ibadah Malam

Sholat bukan hanya proses ibadah yang diawali dengan niat dan takbiratul ihram, kemudian diakhiri dengan salam.

Tetapi Sholat adalah gambaran bahwa manusia memiliki pola pengabdian kepada Tuhan dengan berpusat pada sujud. Yakni membangun kesadaran bahwa manusia hanya sekedar hamba. Di mana seorang hamba hanya mengabdi kepada Tuhannya.

Dari sanalah kesadaran bahwa tiada kuasa apapun selain kuasa Tuhan. Sehingga interpretasi dari sholat adalah moral. Ketika hubungan dengan Tuhan sudah disadari sebagaimana hubungan antara hamba dan tuannya, maka mengaplikasikan sholat dalam kehidupan sehari-hari adalah membagun moral hubungan sesama manusia.


4. Dzikir di sepertiga malam

Dzikir atau mengingat Tuhan adalah kunci agar selalu sadar bahwa manusia hanyalah hamba. Manusia memiliki predikat sebagai hamba yang tidak lepas dari salah dan lupa.

Sehingga untuk membangun kesadaran bahwa manusia tergantung pada Tuhannya, adalah dengan selalu ingat kepada Tuhan. Dalam kondisi apapun. Percaya bahwa Tuhan selalu memberi jalan keluar atas segala ujian dan permasalahan.

5. Serawung dengan siapapun, apalagi dengan mereka yang saleh

Seperti halnya interpretasi sholat di atas, hubungan sesama manusia mengindikasikan bagaimana hubungan dengan Tuhannya. Agar menjadi saleh maka serawunglah dengan siapapun.

Tujuannya adalah belajar menata diri, menempatkan diri. Sehingga kesalehan menjadi prioritas kehidupan bersama.
Ketika sedang membersamai masyarakat maka tahu bagaimana menempatkan diri. Pun ketika sedang membersamai kyai, ulama' atau siapapun yang dihormati, maka tahu bagaimana mencari keberkahan dari mereka.

Sehingga pola dan prosesnya adalah belajar. Dan ingat belajar itu bisa kepada siapapun dan apapun. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun