Jika Slavoj iek mengatakan bahwa pandemi ini adalah sebentuk kemenangan komunisme atas kapitalis dalam bukunya yang terbaru, Pandemic Covid-19 Shakes the world. Tentu berbeda dengan tradisi lestari leluhur.
Budaya lestari melihat siklus perubahan tata kelola kehidupan dengan beragam tanda, jika lintang kemukus tadi muncul di penjuru arah barat atau timur, tentu berbeda maksudnya.Â
Jika di timur, maka yang laeb atau kekurangan adalah ternak, atau ada raja yang sedang meninggal, sedang hasil panen murah.
Jika muncul di barat maka ada penobatan raja baru, semua orang mengalami kegembiraan dan hasil panen melimpah ruah, pun harga setabil. Penanda-penanda seperti ini bukan hanya khazanah keilmuan budaya, tetapi menjadi tradisi baik secara global atau secara personal diturunkan ke generasi selanjutnya.
Terkait korona sangat beragam tafsir yang muncul. Ada yang mengatakan konspirasi dagang. Ada yang mengatakan AS dan Cina adalah korban dari Elit Global.Â
Ada juga yang mengatakan azab  dari Tuhan, karena banyak manusia yang lalai. Pun ada yang menganggap bahwa alam sedang memperbaiki siklus kehidupannya.
Keragaman ini tentu tidak bisa dibentur-benturkan. Karena yang paling penting adalah bagaimana menata mental agar siap menghadapi kondisi apapun. Sekaligus melakukan evaluasi-evaluasi diri menuju kenormalan yang baru.Â
Dengan catatan kenormalan baru bukan hanya dalam ruang ekonomi saja, melainkan proses perkembangan manusia, dalam akal budhinya.
/3/
Sabrang MDP mengatakan bahwa diksi dari diskursif sains bukan hanya "jogetan massal". Tentu ungkapan itu akan multi tafsir, tetapi memang begitu adanya, di samping sains sebenarnya bebas nilai, tetapi secara praktis tidak begitu. Ibarat pisau, kalau tidak digunakan sesuai fungsinya, maka malapetaka juga yang dibuatnya. Bisa untuk membunuh dsb.
Vaksin, obat penawar adalah sebentuk upaya yang perlu diapresiasi. Karena wilayah sains memang di sana. Kecuali para saintifik abai dan santai-santai saja.Â