Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pagebluk, Dari Saling Menjaga sampai Takut Dijarah

24 April 2020   05:03 Diperbarui: 24 April 2020   05:35 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Covid-19 menjadi pandemi yang merampas segala zona nyaman. Dari kalangan brahmana, ksatria, sampai sudra harap-harap cemas menghadapi pagebluk yang katanya berasal dari Cina.

Negara dengan kekuatan perekonomian yang sedang menyaingi nagara adikuasa. Tetapi seakan semua Negara di belahan dunia sedang dirundung kecemasan karena pandemi tidak hanya menyerang kesehatan, tetapi menekan keamaan, perekonomian bahkan merenggut nyawa.

Indonesia adalah salah satu Negara terdampak pandemi covid-19. Banyak wilayah di berbagai provinsi yang menjadi zona merah. Utamanya di pulau Jawa.

Dampak dari adanya covid-19 tidak hanya berimbas kepada kesehatan saja, tetapi hampir semua bidang terdampak pandemi; kesehatan, pendidikan, perekonomian dan keamanan. Wajar jika pemerintah menggulirkan segala rupa kebijakan untuk menanggulangi pandemi yang lebih besar.

Social distancing, physical distancing, work from home, belajar dari rumah, ibadah di rumah, memberi subsidi bagi semua masyarakat terdampak; berupa subsidi listrik, bantuan tunai, sembako dan lain sebagainya. Hal ini merupakan upaya dalam menjaga stabilitas dan penanggulangan terhadap covid. Apresiasi yang setinggi-tingginya bagi pemerintah, para dokter dan relawan.

Pernah terlintas tulisan Mbah Nun perihal persoalan utama Negara Indonesia: persoalan utamanya adalah sulitnya mencari orang yang dapat dipercaya.

Di samping adanya wabah pandemi, dana ini itu yang simpang siur, omnibus law yang kian terjuruk oleh kesibukan menanggulangi pandemi, kedaulatan pangan, kedaulatan keamanan, kebijakan melepas napi, banyak buruh yang di-phk, dan lain sebagainya. Agaknya persoalan itu memang belum teratasi sampai hari ini.

Mengapa? Lho hari ini tanpa sengaja disadari atau tidak, Negara kita masuk fase krisis. Berita tentang pandemic yang kian menakutkan, diimbuhi dengan napi yang dikeluarkan, lalu muncul penjarahan, perampokan dan lain sebagainya.

Ternyata tidak membuat sebagian besar masyarakat merasa aman. Justru sebaliknya. Lantas apa yang perlu dilakukan? Lhawong kondisi saat ini benar-benar mempengaruhi isi dompet dan ruang-ruang kenyamanan.

Ketika di desa-desa, di kaki-kaki gunung, kedaulatan pangan masih terjaga dengan bentangan sawah, kebun dan ladang, adakanya kebutuhan perut juga bisa dibilang masih aman. Itupun kalau kebutuhan orang cuma makan, lalu bagaimana denga kreditan, tanggungan di bank, tentu masih lanjut kan?

Sayanganya beberapa wilayah dengan tanah produktif sudah mulai berkurang, berubah menjadi ajang perumahan-perumahan murah dan kavlingan-kavlingan. Pada akhirnya, mau nanam singkong di mana? Masak di polybag?

Tentu hal ini berkaitan. Karena pada dasarnya orang bekerja, untuk memenuhi kebutuhan perut, kalau ada sisanya baru buat beli ini dan itu. Tetapi dengan adanya pandemic ini tentu berubah 180 derajat. Banyak masyarakat yang mengeluh, bekerja dari rumah tentu bukan untuk pedagang cilok, sempol, kacang godog, serabi, plembungan, sate, dan bakso keliling, pun pedagan lalapan dan gorengan.

Kan hari ini serba online, bisa dong seharusnya diunggah di media social?  Akan tetapi pertanyaannya adalah berapa persen pengguna Hp pintar, khususnya kalangan yang perekonomiannya di bawah?

Pada akhirnya yang perlu dibangun bukan opini, tetapi gerakan kesadaran akan kedaulatan pangan, kedaualan rasa aman, dan tentu kemandirian. Semisal gerakan menanam papaya di dekat rumahnya, atau menanam terong, yang secara usia penen lebih cepat. Gerakan ronda malam bergantian, dan gerakan-gerakan yang bersifat gotong royong.

Menjaga hubungan sesama manusia, pun menjaga hubungan dengan alam. Hikmah inilah yang tentunya dapat dipetik dari pandemi ini. Walaupun hal ini sudah lazim dilakukan di desa-desa sejak dulu. Teapi ada baiknya jika hari ini mulai dimunculkan kembali. 

Gerakan menanam apa yang paling dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan pangan; Padi, jagung, umbi-umbian dan lain sebagaianya. Gerakan membuang sampah pada tempatnya, mengurangi sampah plastik, seperti kampanye go green, dan lain sebagainya.

Karena pada dasarnya saling menjaga bukan berati jaga jarak atau diam saja di rumah. Tetapi membangun kesadaran akan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan, pun perlu digalakkan. Karena pagebluk bisa kita artikan sebagai ruang untuk menata kembali kesadaran akan pentingnya gotong royong dan menjaga alam. Hal ini menjawab pertanyaan tentang apa tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi?[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun