Sayanganya beberapa wilayah dengan tanah produktif sudah mulai berkurang, berubah menjadi ajang perumahan-perumahan murah dan kavlingan-kavlingan. Pada akhirnya, mau nanam singkong di mana? Masak di polybag?
Tentu hal ini berkaitan. Karena pada dasarnya orang bekerja, untuk memenuhi kebutuhan perut, kalau ada sisanya baru buat beli ini dan itu. Tetapi dengan adanya pandemic ini tentu berubah 180 derajat. Banyak masyarakat yang mengeluh, bekerja dari rumah tentu bukan untuk pedagang cilok, sempol, kacang godog, serabi, plembungan, sate, dan bakso keliling, pun pedagan lalapan dan gorengan.
Kan hari ini serba online, bisa dong seharusnya diunggah di media social? Â Akan tetapi pertanyaannya adalah berapa persen pengguna Hp pintar, khususnya kalangan yang perekonomiannya di bawah?
Pada akhirnya yang perlu dibangun bukan opini, tetapi gerakan kesadaran akan kedaulatan pangan, kedaualan rasa aman, dan tentu kemandirian. Semisal gerakan menanam papaya di dekat rumahnya, atau menanam terong, yang secara usia penen lebih cepat. Gerakan ronda malam bergantian, dan gerakan-gerakan yang bersifat gotong royong.
Menjaga hubungan sesama manusia, pun menjaga hubungan dengan alam. Hikmah inilah yang tentunya dapat dipetik dari pandemi ini. Walaupun hal ini sudah lazim dilakukan di desa-desa sejak dulu. Teapi ada baiknya jika hari ini mulai dimunculkan kembali.Â
Gerakan menanam apa yang paling dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan pangan; Padi, jagung, umbi-umbian dan lain sebagaianya. Gerakan membuang sampah pada tempatnya, mengurangi sampah plastik, seperti kampanye go green, dan lain sebagainya.
Karena pada dasarnya saling menjaga bukan berati jaga jarak atau diam saja di rumah. Tetapi membangun kesadaran akan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan, pun perlu digalakkan. Karena pagebluk bisa kita artikan sebagai ruang untuk menata kembali kesadaran akan pentingnya gotong royong dan menjaga alam. Hal ini menjawab pertanyaan tentang apa tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi?[]