Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tafsir Tematik QS Al Baqarah Ayat 8-12 (Belajar Peka)

11 Desember 2019   17:32 Diperbarui: 11 Desember 2019   17:37 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sedikit orang yang telalu santai membohongi hatinya. Hubungan yang paling intim dengan Tuhan adalah dengan hati. Karena itu dalam satu keterangan dikatakan jika hatinya penuh dengan ketidak teraturan dalam berbagai aspek, maka akan mempengaruhi terhadap sikap dan etika sosialnya. Dalam al Quran dikatakan sebagai golongan orang yang munafik.

Munafik secara umum dapat diindikasikan dari tiga hal. Ketika berjanji maka mengingkari, ketika diberi amanah maka tidak jujur, dan ketika dipercaya maka menghianati. Hal ini secara umum berkaitan dengan sifat manusia yang manusiawi.  Bahwa manusia memiliki potensi salah dan lupa. Apalagi kalau dicari-cari kesalahannya.

Beragam komunikasi sosial, utamanya sosial -- keagamaan diwarnai dengan konsep syariah dan siasah. Walaupun secara metodologis kehidupan dirangkai menurut kondisi sufismenya. Mengapa? Karena beriman kepada Tuhan menjadi landasan perjalannya. Oleh sebab itu potensi yang perlu dibangun adalah rasa kasih dan sayang.

Seiring kemajuan zaman, pola pikir masyrakat juga ikut tergerak untuk mengikuti kemajuan tersebut. Di mana segala sesuatu dipermudah, diringankan oleh kemajuan tekhnologi dan pengeahuan. Sampai akhirnya menemukan titik jenuh dan menyadari ada ruang kosong di dalam hatinya.

Landasan keimanan itu terbentuk di dalam diri manusia, melalui hatinya. Dari setiap perenungan, tambah keimananya. Kemudian outputnya adalah sikap dan komunikasi sosial, atau lebih dikenal dengan hablum minallah.

"Di antara manusia ada yang mengatakan dirinya beriman tetapi hatinya bertolak belakang (8)" Sederhananya adalah ketika mengimanai Tuhan dan utusanNya maka wajib, paling tidak mengilhami sikap dan sifatNya. Dalam hal ini kasih dan sayang. Tidak sedikit di antara kita yang dipandang paham agama dan nilai-nilainya. Tetapi ada satu sikap atau ucapan yang kemudian menjadi ganjalan atas keimananya.

Ruangnya memang privat, tidak harus setiap manusia mengetahui isi hatinya. Tetapi bagaimana dengan sikap dan intoleransinya kepada sesama manusia? hal ini menjadi rujukan atas disiplin keimanannya. Dalam satu keterangan dikatakan bahwa sikap menunjukkan hatinya. Oleh sebab itu untuk menunjang keimanan kepada Tuhan perlu adanya sinkronisasi terhadap gerak di dalam hati.

"Mereka hendak menipu Tuhan dan orang-orang di sekitarnya, padahal mereka jelas menipu dirinya sendiri. Sayang, mereka tidak menyadarinya. (9)" Berangkat dari mahfudzat  sayyidina Umam Bin Khattab bahwa "Introspeksi dirilah terlebih dahulu, sebelum engkau diintrospeksi orang lain." Hal ini jelas bahwa ruang kesadaran harus tetap dibangun setiap waktu. Yang jelas adalah kehati-hatian. Karena tidak semua yang menyampaikan pengetahuan, sudah menjalankan pengetahuan tersebut.

Sikap yang tepat adalah terus belajar untuk membentuk kesadarannya.

"Di dalam hatinya penuh sesak dengan persepsi pribadinya. Sehingga Tuhan menambahnya. Ketika siksa atau akibat dari keegoisannya itu terjadi, bukan karena siapa-siapa, tetapi karena berdusta kepada dirinya sendiri. (10)" Ketika sebagian orang mengutip salah satu keterangan bahwa "Kenalilah dirimu, sebelum mengenal Tuhanmu. Karena siapapun yang mengenal dirinya pasti mengenal Tuhannya." Ungkapan ini sangat populer tentunya di kalangan akademisi muslim dan para penda'i. 

Dari sini jelas bahwa ada satu sikap sosial yang seharusnya diperkuat, dari hasil komunikasi dengan sesama, dengan Tuhan dan Alam, membentuk komunikasi yang baik dengan dirinya sendiri.
Kuncinya adalah membangun kesadaran untuk selalu berbenah diri. 

Karena hakikatnya berkumpul dengan orang shalih adalah bergumul dan berkomunikasi dengan siapapun untuk belajar mengenali dan memperbaiki diri. Karena sekali lagi outputnya adalah moral.

"Ketika dikatakan bahwa; Jangan engkau buat kerukaskan di muka bumi! justru mereka menjawab "Tidak, kami melakukan perbaikan. (11)"  Tidak sedikit di antara manusia merasa bahwa dirinya mampu dan bisa melakukan perbaikan-perbaiakan. Menyuguhkan seabreg janji dan stimulus untuk kepentingan pribadinya. Bahkan cenderung menampkan jasa-jasanya. Hal inilah yang kemudian bertolak belakang dengan moral para Nabi, Rasul dan alim ulama' terdahulu.

Karena perbaikan itu tidak untuk diperlihatkan, melainkan dijalankan dengan bentuk kerjasama dan kerja sosial. Memutus mata rantai egosentris. Yang terpenting adalah menyemaikan sikap kasih dan sayang kepada sesama, pun alam sekitar. 

Dengan menjaga dan melestarikannya. Memang, manusia dibekali ide oleh Tuhan. Tetapi tidak sedikit yang menyampaikan idenya justru perbaikannya bukan untuk kepentingan umum tetapi kepentingan pribadinya.

"Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka melakukan kerukasan tetapi mereka tidak menyadarinya.(12)" Bahwa kesadaran yang perlu dibangun adalah kepekaan dalam bersikap, itu dibenarkan dan dianjurkan. Karena tidak sedikit di antara manusia yang menjual kebaikan wahyu Tuhan (jualan dalil) hanya untuk mempermulus kepentingan pribadinya. Seiring kemajuan zaman dan tekhnologi ini agaknya menjadi ruang yang sangat luas untuk melancarkan misi tersebut.
Teriak-teriak di media sosial, menghakimi ini dan itu dengan dalil-dalil. Bukan untuk memperbaiki keadaan justru memperkeruh keadaan. Mengumpulkan jamaah, basis dan mengais mobilisasi dengan berbagai pendekatan agama. Bukan untuk perbaikan tatanan sosial -- toleransi, saling menghormati. Justru menampakkan pembenaran atas sikapnya sendiri.

Oleh karena itu menghadapi kehidupan yang serba kemajuan ini, apalagi di dalam ruang kemajemukan. Maka perlu adanya sikap peka dan kehati-hatian. Dan ayat 8-12 di dalam surat al Baqarah menjadi dasar untuk menumbuhkan kesadaran tersebut. output yang diharapkan adalah moral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun