Mohon tunggu...
Mastur Sonsaka
Mastur Sonsaka Mohon Tunggu... -

pencari kebenaran dan pengabdi pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Remaja dalam Kubangan Konsumeris

7 November 2011   08:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:58 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh: Mastur Sonsaka

Belanja, adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Namun kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja.

Pola Hidup Konsumtif

Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Misalnya sebagai ilustrasi, seseorang memiliki penghasilan 500 ribu rupiah. Ia membelanjakan 400 ribu rupiah dalam waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sisa 100 ribu ia belanjakan sepasang sepatu karena sepatu yang dimilikinya untuk bekerja sudah rusak. Dalam hal ini orang tadi belum disebut berperilaku konsumtif. Tapi apabila ia belanjakan untuk sepatu yang sebenarnya tidak ia butuhkan (apalagi ia membeli sepatu 200 ribu dengan kartu kredit), maka ia dapat disebut berperilaku konsumtif.

Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang telah berperilaku konsumtif atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya 400 ribu, dan 300 ribu digunakan untuk membeli barang yang tidak dia butuhkan, sedang sisanya digunakan untk menambah modalnya dalam usaha. Apakah ia dapat digolongkan berperilaku konsumtif?

Perilaku Konsumtif Remaja

Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.

Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.

Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli. Perbedaan tersebut adalah:

Pria:
mudah terpengaruh bujukan penjual
sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang
mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko
kurang menikmati kegiatran berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli.

Wanita:
lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya
tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
menyenangi hal-hal yang romantis daripada obyektif
cepat merasakan suasana toko
senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya window shopping (melihat-lihat saja tapi tidak membeli).

Daftar ini masih dapat dipertanyakan apakan memang benar ada gaya yang berbeda dalam membeli antara pria dan wanita. Selain itu, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum mendapatkan hasil yang konsisten apakah remaja pria atau waniata yang lebih banyak membelanjakan uangnya.

Apakah Konsumtif Berbahaya?

Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.

Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.

Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.

Memahami Kecenderungan Konsumtif pada Remaja

Kata konsumtif yang dimaksud disini adalah perilaku konsumen yang mencari kepuasan dengan membelanjakan uangnya untuk barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan.

Perilaku konsumtif tidak terbatas pada golongan ekonomi tertentu. Dapat terjadi pada siapa saja, lelaki, perempuan, tua, muda, kaya ataupun miskin.

Misalnya, Paris Hilton pemilik ratusan koleksi sepatu yang memiliki kekayaan wahh..ketika membelanjakan uangnya untuk lima pasang sepatu di Gucci Store seharga 250 juta rupiah, dapat dikatakan konsumtif, walaupun yang dia belanjakan pada saat itu hanya 0,001 persen dari kekayaannya.

Remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi banyak produsen. Salah satu alasannya, karena perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri, dan produsen siap menawarkan beragam produk untuk membentuk atau melengkapi identitas remaja.

Misalnya, ketika remaja mencari identitas fisiknya (kecantikan), produsen sudah siap dengan pesannya “kulit hitam itu tidak cantik” dan selanjutnya anda mungkin sudah tahu…

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa dimana seorang manusia sedang mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikologis dan sosial.

Remaja juga memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan sudah lebih mampu membuat keputusan sendiri. Hal ini meningkatkan kemandirian remaja, termasuk memiliki pilihan mandiri mengenai apa yang hendak dilakukan dengan uangnya dan menentukan sendiri produk apa yang ingin ia beli.

Jadi, belanja bagi remaja bisa dianggap sebagai sebuah perayaan kemandirian dan kebebasan untuk memilih apa yang dikehendakinya.

Namun di lain pihak, berdasarkan sebuah riset, remaja sebagai konsumen cenderung memiliki karakteristik mudah terpengaruh, mudah terbujuk iklan, tidak berpikir hemat, dan kurang realistis.

Karena itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.

Di kalangan remaja, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.

Hurlock dalam bukunya menyatakan salah satu ciri masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Pada masa ini, umumnya remaja memandang kehidupan sesuai dengan sudut pandangnya sendiri, yang mana pandangannya itu belum tentu sesuai dengan pandangan orang lain dan juga dengan kenyataan.

Selain itu, bagaimana remaja memandang segala sesuatunya bergantung pada emosinya sehingga menentukan pandangannya terhadap suatu objek psikologis. Sulitnya, emosi remaja umumnya belum stabil, sehingga cenderung mudah untuk dipengaruhi.

Dalam kaitannya dengan perilaku remaja sebagai konsumen, walaupun sebagian besar tidak memiliki penghasilan tetap, tetapi ternyata mereka memiliki pengeluaran yang cukup besar.

Sebagian besar remaja belum memiliki pekerjaan tetap karena masih sekolah. Namun, para pemasar tahu bahwa sebenarnya pendapatan mereka tidak terbatas, dalam arti bisa meminta uang kapan saja pada orang tuanya.

Salah satu fungsi aktivitas remaja adalah fungsi ekonomi. Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan Steinberg menyatakan bahwa jumlah populasi remaja dan fakta bahwa remaja kurang terampil dalam mengelola keuangan daripada kelompok usia lainnya yang menyebabkan remaja menjadi target menarik bagi bermacam-macam bisnis. Dalam usianya, remaja cenderung belanja lebih impulsive, dimana usia 18-39 tahun kecenderungan belanja impulsive meningkat.

Seorang remaja yang terbiasa konsumtif, menunjukkan bahwa dirinya belum punya kesadaran skala prioritas. Belum paham mana yang penting dan belum bisa mengatur apa yang harus didahulukan.

Akan semakin buruk jika keinginan remaja untuk memuaskan gairah belanja tidak ditunjang dengan keadaan finansial yang seimbang. Remaja akan memaksa orangtuanya, yang pasti akan sangat membebani orangtua. Atau lebih parah lagi seperti banyak diberitakan, remaja yang merelakan dirinya menjadi pelaku asusila untuk sekadar memenuhi hasrat belanjanya.

Berbagai kecenderungan diatas, yang seakan menunjukkan karakter remaja yang lemah dan sangat mudah untuk dipengaruhi tidaklah sepenuhnya benar.

Sebab kecenderungan bisa saja menjadi kenyataan atau sebaliknya, tidak menjadi kenyataan. Apalagi jika sudah menyadari berbagai kecenderungan tersebut, mudah-mudahan, baik remaja maupun orangtua semakin bisa menghindar dari perilaku konsumtif yang sama sekali tidak produktif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun