Berbicara tentang online gaming sebagai salah satu gaya hidup digital saat ini, kita akan berhadapan dengan dua kelompok pengguna. Mereka terbagi atas preferensi, yang bermain gim online di layar komputer (PC maupun laptop), dan yang menggunakan konsol khusus.Â
Dalam beberapa tahun belakangan, pengguna smartphone bahkan bisa hadir sebagai kelompok baru dengan karakteristik yang berbeda. Apalagi ditandai dengan hadirnya smartphone yang sengaja diproduksi untuk kebutuhan bermain gim. Telah menjadi konsol, alih-alih perangkat telekomunikasi.
Dari sisi pemain atau pengguna, ada tiga aspek mendasar yang dijadikan pertimbangan:
- Pengalaman bermain
Secara garis besar, ini menyangkut kesan yang didapatkan saat bermain. Di antaranya seperti serunya permainan, jalan cerita (untuk genre tertentu), yang menentukan keinginan untuk bermain kembali, dan seterusnya.
- Kemudahan
Aspek ini menyangkut efisiensi. Misalnya, apa yang harus dipersiapkan agar bisa memainkan gim tersebut, semudah dan secepat pengkondisian untuk bermain, dan seterusnya.
- Hal-hal teknis
Bagian ini meliputi mulai dari kualitas suara dan grafis yang disuguhkan saat bermain, tersedianya fitur kustomisasi atau pengaturan personal sesuai selera, serta peluang atau ruang untuk peningkatan kapasitas perangkat yang digunakan demi menghasilkan suguhan lebih maksimal.
Ada masanya ketika konsol dinilai ketinggalan zaman, tergantikan dengan jenis yang baru. Hingga bertahun-tahun kemudian, konsol lama tadi kembali dinikmati secara terbatas, niche, berupa nostalgia.
Dari sisi kemudahan, mobile gaming tidak terkalahkan. Pengguna hanya memerlukan gadget, daya baterai yang cukup, kuota data, dan dapat ditambah dengan earphone untuk bermain di mana saja, kapan saja.Â
Namun, tentu saja harus mempertimbangkan keadaan perangkat, serta kondisi-kondisi yang tidak menyamankan. Sebab bagaimanapun juga, smartphone bukan diciptakan untuk permainan, tetapi alat berkomunikasi yang dilengkapi berbagai fungsi. Asal jangan lupa, tidak semua perangkat kuat dipaksakan terus-menerus.
Sedangkan untuk hal-hal teknis, modifikasi dan peningkatan kinerja perangkat lebih leluasa dilakukan pada komputer. Dapat pula ditunjang dengan tata suara yang oke, maupun dihubungkan (bukan diproyeksi) ke layar lebih besar sesuai spesifikasi.Â
Pilihan gim yang tersedia sangat banyak, bisa pula menggunakan emulator. Sayangnya bad optimization bisa mengganggu pengalaman bermain.
Pada akhirnya, semua kembali kepada preferensi. Ketiga modul di atas tetap punya komunitas peminatnya sendiri, dan irisan pengguna tetap berpeluang ada. Misalnya, pemain gim di laptop juga suka bermain dengan konsol, bisa juga pengguna konsol aktif bermain di gadget-nya. Para produsen pun terus berkompetisi untuk memperbesar ceruk bisnis dari tiga kelompok gamer tersebut.
Berdasar data yang dirilis Newzoo, salah satu lembaga riset dan konsultasi data, terdapat 2,2 miliar pemain gim di seluruh dunia pada 2017. Dari angka tersebut, 47 persennya atau sekitar 1 miliar orang berbelanja saat bermain dengan perkiraan potensi sebesar USD 108,9 miliar. Masih dari paparan yang sama, pasar gadget (smartphone dan tablet) juga berhasil meraup 42 persen dari total pasar.Â
Dari gambaran ini, terlihat jelas betapa potensialnya ranah gim. Kemungkinan besar juga termasuk Indonesia dengan jumlah kepemilikan gadget yang sangat signifikan.
Sementara itu, paparan lebih spesifik dari Statista menunjukkan bahwa Sony Playstation 4 (PS4) merajai pasaran konsol di 2017, mengungguli Nintendo Switch dan XBox One dengan selisih lebih dari 8 juta unit yang terjual. Lagi-lagi menunjukkan prospek menggiurkan.
Di Bhinneka saja, laptop dengan spesifikasi yang demikian ludes dalam waktu singkat.
Kembali lagi ke pilihan masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H