Mohon tunggu...
uki bayu sedjati uki
uki bayu sedjati uki Mohon Tunggu... -

bergiat sastra dan teater sejak muda di Bulungan, sempat lulus dan jadi dosen FISIP-UI maupun jadi wartawan, sambil terus menekuni audio-visual sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Esei Liris: Tattoo

16 April 2016   08:04 Diperbarui: 16 April 2016   08:20 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

(Yonita LR – fesbukers menulis di dindingnya,”Kita kan sudah punya Pulau Seribu dan ribuan pulau, kenapa bikin 17 pulau lagi ?”)

Yes. Mak jleb..!Pertanyaan jitu.

Nusantara ribuan pulau, di perairan Jakarta saja sebutannya pulau Seribu, kok masih mau bikin pulau lagi? Ahok yg lihay bersilat lidah saja bakal sulit jawab pertanyaan berbudaya semacam ini, apalagi staf khusus – yang penunjukkannya cenderung nepotis, maupun penggemar yg mengidolakan apalah-apalah. Remaja muda tak paham idola (idle. Ingg) = boneka = berhala.

"Seperti Belanda minta tanah, dikasih sejengkal minta sedepa," begitu petatah-petitihnya.

Sindir simbah: "..diwenehi ati ngrogoh rempelo.'"

Sedangkan Wiro Sableng langsung memberi contoh jurus yang mematikan," membuka jendela meremas rembulan."

Jelas, justru karena Jakarta dibandingkan dengan Singapura - maka boleh jadi motif utama yang diselubungi: "koloni"-alisme untuk mendirikan "imperi(um)"alisme.

Semua paham yaa!

Mau berdebat? Sila.

Memang selalu berkutat tarik-menarik antara manfaat versus mudharat.

Seantero dunia tahu ada negara yang wilayah tanahnya luas terdiri dari ribuan pulau – airnya melingkari pulau-pulau, lautnya ombak samuderanya gelombangnya tinggi lantas landai menyisir pesisir menyapa nyiur melambai. Dan di daratan ada bukit gunung lembah jurang dan sungai deras airnya dari sumber di hulu mengalir ke hilir pantai. Pegunungan dan perbukitan ciptakan gambaran kemegahan, sungai diawali jeram dan arus air di sela bebatuan, menantang dan indah.

Panorama aseli – genuine, orisinil – originale, ciptaan Yang Maha Pencipta bagi ibu pertiwi. Tak usah dari satelit, atau helikopter, cukup pakai drone, lihat itu tattoo indah di kulit bumi, apalagi melihatnya dengan keseimbangan aqal qalbu, intelektual intuisi, rohani nafsani jasmani, dengan mata cahaya otak hati – nurani.

Lebih lagi kandungan tanah air sedemikian bermutu. Bebagai sumber daya alam hidup di atas dan dalam tanah air. Di atas tumbuh hidup aneka ragam flora dan fauna. Hutan dengan ribuan species tumbuhan tanaman keras maupun hewan. Dan, rempah-rempah. Incaran negara-negara dari benua Eropa, doeloe utamanya Belanda, Inggris, Potugis, Jepang, berawal dari ingin memperdagangkan, berlanjut membuat perkebunan, berujung pada penguasaan lahan, menjajah pribumi jadi budak di onderneming, pekerja rodi - tanpa gaji, kerja paksa: romusha.Kiwari Amerika, China, dan banyak lainnya.

Apalagi di dalam tanah mengandung fosil-fosil minyak, gas, batubara dan mineral lainnya. Pun di lautan. Hidup  bersama aneka ragam ikan, sumber protein hewani, juga terumbu karang dan mutiara. Semua penghasil devisa. Ini negeri khatulistiwa gemah ripah loh jinawi – sepotong surga di bumi.

Tandas aku katakan kepada kalian luas tinggi besar bagusnya tattoo - desain manungsa masa kini tetaplah disebut artificial, tak bakal mampu meniru yang aseli, kalaupun mirip tak ada ruhNya. Sebab, hati pembuatnya abu-abu dibayangi selimut setan merkayangan yang mukim di setiap unsur material berambisikan materialistik – yang dijangkiti virus nafsu syahwat kuasa.

Mmm, yaa, itu memang sejalan dengan filosofi ajaran nenek moyang kalian : mendewakan emas.

Aku ingatkan kalian, jangan sampai ratusan juta rakyat Nusantara mengutuk kalian jadi Midas – yang menyentuh wadag sendiri gemerlap kilaunya mempesona, tapi kaku : berhala tanpa nurani.

Keroncong Bandar Jakarta

awan lembayung menghiasi

bandar indah permai

aman terlindung

oleh pulau sribu melambai

 

reff: melambai rona merona

mengembang layang laju perahu nelayan

memecah buih meyusur pantai

m'nuju teluk jakarta

 

indah lukisan alam

kala senja menjelang pelukan malam

burung putih menyampaikan salam

kata selamat malam

(karya: Ismail Marzuki/Iskandar)

 

Hong wilaheng sekar bawono langgeng.

Jokowi baru saja melepas bebas burung-burung di kepulauan Seribu, pertanda kaum sufi melebur dalam nafas suci, kepak bebas di kehijauan nyiur melambai, di semak perdu merindu. “Lestari negriku, lestari bangsaku..,” seru Gombloh.

Itu juga sinyal kuat bahwa ia samasekali tak setuju program reklamasi 17 pulau di perairan Bandar Jakarta.

Reklamasi yang dirancang dengan bangunan megah meriah, dilandasi kilah bisa membuka lapangan kerja, distribusi beragam komoditi dan perolehan pajak pemerintah DKI Jaya.

Mmm, tak lebih dari kelanjutan penguasaan pulau-pulau di kepulauan Seribu sejak tahun 80-an dengan dalih destinasi wisata, penuh manipulasi, kongkalingkong dengan pejabat kotor negera ini – yang sebentar lagi bakal disebut: Seekor Koruptor.Pulau-pulau direhabilitasi diakui milik pribadi - private territory, yang mau mendekat harus punya permitt khusus, sekalipun penduduk aseli.

Kejadian serupa juga sudah terjadi di beberapa wilayah negara ini, termasuk di wilayah Bali.

Aku tahu kilah dan dalih itu sebenarnya berisi seruan buat golongan sendiri. Kuasai sebanyak-banyak: “materi, materi, materi, emas, emas, emas!”

Ambisi kalian ingin kuasai Nusantara, maaf, mirip orang-orang gila kuasa seperti Tsar, Kublai Khan, Hitler, Mussolini, Trump, dan semacamnya.

Aku ingatkan: sadarlah sebelum terlambat !

 

(setelah membaca tulisan, ayolah kumpul dan nyanyikan

3 stanza lagu kebangsaan “Indonesia Raya.”

lantas dendangkan dengan gempita dan gumbira

lagu-lagu karangan Koes Bersaudara : “Nusantara” volume 1 s/d 8).

 

“Boeng Ayo Boeng !”

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun