Tentu, semua dari kita tahu tentang cerita Nabi Yusuf, seorang nabi yang dikisahkan oleh semua kitab suci agama samawi atau agama abrahamik. Kita disini mencoba mengenal lebih dekat tentang stabilitas keuangan melalui kisah Nabi Yusuf, yang bisa mempermudah kita untuk memahami apa arti dan bagaimana stabilitas keuangan itu bekerja.Â
Dengan memahami stabilitas keuangan melalui kisah Nabi Yusuf diharapkan kita dapat mengambil pelajaran yang berharga untuk diimplementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Alkisah, Raja Mesir, Raja Amenhotep IV bermimpi sesuatu yang selama ini tak pernah dialaminya, yakni ia bermimpi melihat tujuh ekor sapi gemuk yang sedang merumput di tepian sungai Nil. Namun tiba-tiba sungai Nil mengering, dan muncul tujuh ekor sapi kurus, kemudian sapi kurus itu memakan tujuh ekor sapi gemuk tersebut. Di hari kedua, ia kembali bermimpi. Di dalam mimpinya kali ini, ia melihat gandum hijau tumbuh subur, namun kemudian muncul gandum kuning kering melilit gandum hijau tersebut.
Raja pun resah, ia ingin tahu apa arti mimpi itu. Ia pun memerintah para ahli takwil mimpi istana untuk mengartikan mimpinya. Namun para ahli takwil mimpi ini gagal mengartikan mimpi sang raja. Nabi Yusuf yang ketika itu sedang berada didalam penjara mampu menakwilkan mimpi itu. Sang raja pun memanggil Nabi Yusuf untuk menghadapnya. Di depan sang raja Nabi Yusuf berkata:
"Tujuh ekor sapi gemuk berarti Mesir akan mengalami kemakmuran yang sangat melimpah selama 7 tahun dan tujuh ekor sapi kurus berarti setelah itu Mesir akan mengalami paceklik kekeringan sepanjang selama 7 tahun juga", ucap Nabi Yusuf
Nabi Yusuf pun memberikan saran agar rakyat mesir di masa subur harus bekerja keras mananam gandum. Semua sawah milik negara yang selama ini tidak dimanfaatkan harus digunakan untuk menanam gandum. Namun ada satu syarat, selama masa subur rakyat harus menyimpan hasil penennya beserta bibitnya sebagian. Sehingga di masa paceklik rakyat tak kekurangan bahan pangan dan bisa terus menanam gandum.
Disinilah Nabi Yusuf melakukan analisa dan prediksi yang secara tak langsung menyatakan bahwa dunia ini tak selalu berada dalam masa bahagia, tidak selalu berada dalam masa baik terus menerus. Ada kalanya masa kejayaan itu hadir, namun juga ada kalanya masa-masa sulit itu menghampiri kita. Dan Nabi Yusuf memprediksi itu dengan tepat.Â
Sehingga rakyat Mesir bisa mengantisipasi, dengan tidak hidup boros di masa-masa gemilang dan mau mengendalikan diri untuk mengahapi masa-masa sulit yang akan datang. Nabi Yusuf pun memerintahkan rakyat Mesir untuk menyetorkan sebagian hasil panennya kepada Negara, untuk disimpan dan dipergunakan ketika panceklik tiba. Rakyat Mesir pun mengikuti saran dari Nabi Yusuf, hingga akhirnya rakyat Mesir mampu melewati masa-masa panceklik selama tujuh tahun dengan selamat, terhindar dari marabahaya.
Peran Bank Indonesia dan Nabi Yusuf
Kemampuan Nabi Yusuf dalam menganalisa dan memprediksi gejala alam yang tergambar dari keberhasilannya memprediksi dengan tepat "tujuh tahun masa subur dan tujuh tahun masa paceklik" berperan besar untuk rakyat Mesir dalam menghindarkan diri dari gejolak atau ketidakstabilan bahkan krisis yang akan terjadi.Â
Dengan adanya prediksi itu rakyat Mesir memahami apa yang harus mereka perbuat untuk menghadapi masa-masa krisis yang akan datang. Sehingga mereka justru bisa berhati-hati atau tidak hanyut dalam kemewahan atau keglamoran saat mengalami masa-masa subur. Mereka bisa mempersiapkan diri, mengendalikan pengeluaran dan menyisakan sebagian hasil panen dan bibit untuk menghadapi masa-masa krisis.
Dengan kata lain, prediksi itu juga berfungsi sebagai peringatan dini. Tanpa prediksi atau peringatan dini itu, bisa saja rakyat Mesir hidup glamor atau boros di masa subur namun terkena wabah kelaparan di masa-masa paceklik. Karena mereka tak tahu bakal terjadi paceklik panjang setelah masa subur itu berlalu. Atau bisa dikatakan tanpa prediksi atau peringatan dini itu, Mesir bisa mengalami ketidakstabilan pangan yang bisa berbuntut pada ketidakstabilan sosial dan politik. Jurang kehancuran di depan mata.
Disinilah peran Bank Indonesia layaknya peran Nabi Yusuf, yakni melakukan analisa dan prediksi atas apa yang terjadi saat ini dan akan terjadi di masa depan. Hasil prediksi itu berfungsi sebagai peringatan dini agar pemerintah dan masyarakat mampu memahami apa yang harus mereka perbuat pada hari ini dan mengantisipasi tantangan di masa depan.Â
Secara formal, inilah yang disebut peran Bank Indonesia melakukan pemantauan secara macroprudential untuk memonitor dan mendeteksi kerentanan, ancaman serta gangguan yang bisa berdampak pada stabilitas keuangan. Hasil analisa dan prediksi itu, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan. Sehingga pemerintah dan masyarakat mampu mengahadapi masa-masa krisis dengan selamat.
Dalam konteks stabilitas keuangan, apa yang dilakukan oleh Nabi Yusuf juga sama dengan apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework, sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Dan kebijakan moneter ini dilakukan secara tepat dan berimbang.Â
Seperti apa yang dilakukan Nabi Yusuf, ia mengumumkan kepada rakyat Mesir secara terbuka tentang apa yang harus menjadi target rakyat Mesir ke depan dengan pengelolaan bahan pangan yang dilakukan secara tepat dan berimbang.
Selain itu, untuk mencapai stabilitas keuangan Bank Indonesia juga harus menjadi jaring pengaman sistem keuangan, menghindari terjadinya moral hazard, dan menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Seperti saat Nabi Yusuf memerintahkan rakyat Mesir untum menyetorkan sebagian hasil penennya, sejatinya Nabi Yusuf sedang menciptakan jaring pengamanan pangan agar rakyat Mesir tidak mengalami kelaparan di masa panceklik.Â
Untuk keberhasilan kebijakannya, Nabi Yusuf memastikan bahwa tidak ada anggota masyarakat atau keluarga kerajaan yang hendak mengambil untung sendiri (moral hazard) dan para pegawainya harus bisa dipercaya bisa mengelola hasil pangan dengan jujur dan amanah.
Peran Masyarakat
Masyarakat juga memiliki andil dalam mewujudkan stabilitas keuangan. Peranan kita sebagai masyarakat dalam mewujudkan stabilitas yakni dengan mengelola pengeluaran dan pendapatan agar tepat dan seimbang. Apabila pendapatan kita sedang tinggi, kita harus mampu mengendalikan konsumsi agar tidak berlebihan dan menyisihkan sebagian penghasilan kita untuk ditabung.Â
Seperti dalam kisah Nabi Yusuf, rakyat Mesir harus mau mengorbankan keinginan untuk berfoya-foya, agar hasil penennya disimpan untuk menghadapi masa krisis. Artinya, kita harus berorientasi pada masa depan. Mengendalikan diri dengan menahan keinginan untuk hidup glamor dan berfoya-foya demi masa depan yang lebih baik. Seperti pepatah kuno, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Hidup sederhana dan secukupnya adalah prinsip hidup untuk menghadapi dunia yang tak selalu gilang-gemilang, yang tak selalu enak dan bahagia. Dengan hidup secukupnya dan menabung di masa hoki/baik, artinya kita sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan, berkata "siap" menyambut masa depan. Bukan sebaliknya, berfoya-foya hari ini namun shock di masa depan. Dan yang lebih penting, kita tidak boleh mengkonsumsi lebih tinggi dibanding pendapatan kita.Â
Prinsip keuangan klasik yang sering diabaikan oleh masyarakat kita yang kerap membeli barang atau mengambil kredit diluar batas kemampuan atau pendapatan reguler kita. Untuk itu, kita perlu mengatur keuangan pribadi dan rumah tangga kita. Sehingga kita ikut menjaga stabilitas keuangan di negara ini. Yang jika tidak ikut menjaganya, maka ia juga akan berdampak pada diri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H