Mohon tunggu...
Arjuna Putra Aldino
Arjuna Putra Aldino Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Indonesia

Mahasiswa Pascasarjana, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlukah Impor Guru?

13 Mei 2019   19:37 Diperbarui: 13 Mei 2019   19:54 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram Puan Maharani

Akan tetapi, rupanya meningkatnya alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru tak juga meningkatkan kualitas siswa dan lulusan sekolah. Hasilnya, bukanlah kualitas dan kompetensi guru yang meningkat. Namun survei nasional yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menemukan sebanyak 63,07 persen guru memiliki opini intoleran pada pemeluk agama lain dan sebanyak 46,09 persen mempunyai opini yang sangat radikal dan radikal bahkan 33 persen guru setuju untuk menganjurkan orang lain agar ikut berperang mewujudkan negara Islam. 

Dan 29 persen guru setuju untuk ikut berjihad di Filipina Selatan, Suriah, atau Irak dalam memperjuangkan berdirinya negara Islam. Artinya, meningkatnya anggaran untuk kesejahteraan guru justru hanya menghasilkan suburnya intoleransi dan radikalisme di sekolah. Disinilah titik krusial pendidikan kita, rendah kualitas ditambah justru menjadi sarang pikiran intoleransi dan radikalisme bersemai. Dan variabel terpenting dari itu semua adalah guru.

Melihat kondisi semacam ini, maka wacana impor guru dan kerjasama pendidikan dengan negara lain yang relatif berhasil meningkatkan mutu pendidikannya menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Tentu, adanya guru yang didatangkan dari luar negeri bukanlah menjadi tenaga pengajar seperti guru-guru kita pada umumnya, melainkan menjadi trainer bagi guru-guru kita. Sehingga guru-guru kita mendapat pelatihan dan transfer knowledge dari guru-guru mancanegara yang berkualitas tinggi. 

Guru lokal pun harus berfikir terbuka dan mau menyadari bahwa kita perlu belajar dari keberhasilan orang lain. Bukan hanya mau menerima tunjangan yang berkali-kali lipat namun enggan meningkatkan kualitas dan kompetensi pedagogisnya. Untuk kemajuan sumber daya manusia Indonesia, mengundang guru dari luar negeri untuk memberi pengalaman dan ilmu kepada guru kita justru menjadi alternatif ditengah anggaran dan tunjangan guru yang kian meningkat namun tak berdampak pada meningkatnya kualitas pendidikan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun