Mohon tunggu...
Arjuna Putra Aldino
Arjuna Putra Aldino Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Indonesia

Mahasiswa Pascasarjana, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlukah Impor Guru?

13 Mei 2019   19:37 Diperbarui: 13 Mei 2019   19:54 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram Puan Maharani

Lebih ironis, hasil tes Programme for the International Assessment of Adult Competencies (PIAAC), sebuah survei terhadap tingkat kecakapan orang dewasa yang dilakukan oleh OECD hasilnya sangat memprihatinkan. Indonesia terpuruk di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diperlukan orang dewasa untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat. 

Sebutlah seperti kemampuan literasi, numerasi, dan kemampuan pemecahan masalah. Skor kita juga terendah di hampir semua kategori umur. Lebih dari separuh responden Indonesia mendapatkan skor kurang dari level 1 (kategori pencapaian paling bawah) dalam hal kemampuan literasi. Dengan kata lain, kita adalah negara dengan rasio orang dewasa berkemampuan membaca terburuk dari 34 negara OECD dan mitra OECD yang disurvei.

Maka tak heran jika angka indeks pembangunan manusia (IPM) dari United Nations Development Programme (UNDP) 2016, Indonesia hanya meraih 0,689 dan berada di peringkat ke-113 dari 188 negara. Begitu pula dengan indeks UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, menempatkan pendidikan di Indonesia berada peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. 

Dengan kemampuan literasi yang sangat rendah maka tak heran jika data Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menemukan bahwa 69 persen mahasiswa di Jakarta tidak mampu membedakan hoaks, sebanyak 50 persen mahasiswa di Banten tidak bisa membedakan hoaks dan sebanyak 19 persen mahasiswa di Jawa Barat mengaku tidak mampu membedakan hoaks. 

Artinya, naiknya anggaran tak juga membuat kualitas pendidikan kita beranjak dari kategori di bawah rata-rata. Apalagi jika kita melakukan perbandingan dengan Vietnam yang sama-sama memiliki alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan maka kualitas pendidikan kita jauh. Capaian kualitas pendidikan Vietnam memperoleh predikat di atas rata-rata, bahkan sejajar dengan China. Padahal, pendapatan per kapita Vietnam hanya sekitar separuh dari Indonesia.

Justru jika dilihat dari skala ekonomi dan besaran anggaran pendidikan yang disalurkan, Indonesia seharusnya bisa mencapai nilai lebih baik dari Vietnam. Namun yang terjadi tidaklah demikian. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh yaitu "kualitas guru". Negara-negara yang menempati peringkat atas dalam kualitas pendidikan, rata-rata memiliki guru-guru yang berkualitas. Dalam laporan Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, komponen guru Indonesia menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Hingga di sini, kita bisa berkesimpulan bahwa ada masalah dengan kompetensi guru di Indonesia.

Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015, rata-rata nasional hanya 44,5, berada jauh di bawah nilai standar 55. Bahkan, kompetensi pedagogik, yang menjadi kompetensi utama guru pun belum memenuhi standar. Masih banyak guru yang cara mengajarnya masih text book, cara mengajar di kelas yang membosankan. Bukan hanya soal kualitas pengajaran, penelitian SMERU Research Institute menemukan banyak guru-guru di Indonesia yang kerap mangkir atau tidak hadir ketika kelas pembelajaran seharusnya berlangsung. 

Data SMERU menyebutkan tingkat ketidakhadiran guru turun dari 19 persen pada 2003 menjadi 10 persen pada 2013. Artinya, sekitar satu dari sepuluh guru tidak hadir di sekolah ketika dijadwalkan mengajar. Berdasarkan data Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership tahun 2014, tingkat kemangkiran guru SD di daerah terpencil mencapai 20 persen. Jumlah itu dua kali lipat lebih banyak dibandingan tingkat kemangkiran nasional, yakni 9,4 persen. Adapun menurut data SMERU Research Institute, sebanyak 31,5 persen guru yang mangkir adalah penerima tunjangan khusus.

Padahal kita tahu, lebih dari 60 persen anggaran pendidikan secara nasional digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Anggaran tersebut terserap hampir seratus persen di semua daerah. Tunjangan guru pun kian meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017, Pemerintah melalui transfer daerah menyalurkan Rp55,1 triliun kepada 1.310,7 juta guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), meningkat menjadi Rp56,9 triliun di tahun 2019 ini. Sedangkan besar dana yang disalurkan Pemerintah melalui mekanisme dana pusat yang ditransfer Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ke rekening masing-masing guru non-PNS sebesar Rp4,8 triliun di tahun 2017, meningkat menjadi Rp5,7 triliun pada tahun 2019.

Selain itu, pemerintah juga memberikan tunjangan khusus guru (TKG) sebesar 1 kali gaji pokok yang dibayarkan kepada para guru atas pengabdiannya mengajar di daerah-daerah khusus. Jumlahnya terus meningkat, pada tahun 2017 TKG yang disalurkan melalui transfer daerah sebesar Rp1,67 triliun (41.599 guru), kemudian pada tahun 2019 sebesar Rp2,13 triliun (51.602 guru) dengan total dana sebesar Rp5,99 triliun sejak tahun 2017. 

Sedangkan TKG yang disalurkan melalui mekanisme dana pusat sejak tahun 2014 sebesar Rp1,34 triliun. Pemerintah juga memberikan insentif kepada guru non-PNS yang belum tersertifikasi, dengan jumlah sebesar Rp422,32 miliar (untuk 117 ribu guru) di tahun 2017, dan Rp542,32 (untuk 150 ribu guru) di tahun 2018, dan Rp591,1 miliar (untuk 164 ribu guru) di tahun 2019. Bagi guru PNS yang belum mendapatkan sertifikat profesi, pemerintah memberikan tambahan penghasilan (tamsil) sejumlah Rp833 miliar di tahun 2016, Rp 1.217 miliar di tahun 2017, dan Rp795 miliar di tahun 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun