Mohon tunggu...
Yuli Riswati (Arista Devi)
Yuli Riswati (Arista Devi) Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Purple Lover. I am not perfect but I am unique.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh Koreksi Data Paspor BMI dan Kunjungan Diplomasi Dua Menteri di Hong Kong

20 Juni 2016   10:26 Diperbarui: 20 Juni 2016   10:52 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya masalah malah ada karena pemerintah yang sengaja melangkah sebelum tahu arah. Asal memutuskan dan menetapkan peraturan, urusan resiko ya nanti saja, kalau sudah muncul korban baru deh kelabakan. Itu pun kalau masih bisa ngeles dan tidak ada tekanan gerakan progressive atau tuntutan dari pembela para korban, ya abaikan saja. 

Langkah Pertama yang Tertinggal

SIMKIM merupakan bagian dari praktik usaha pemerintah untuk menerapkan SIN atau single identity number guna memenuhi dan menyesuaikan paspor warga negaranya agar sesuai dengan sistem dan kemananan paspor internasional yang ditentukan berdasarkan standar ICAO (Internasional Civil Aviation Organization).

Hal ini sangat membanggakan, dan patut didukung serta butuh kerjasama oleh semua pihak, baik instansi pemerintah dan non pemerintah juga semua WNI. Tetapi sebagaimana hal baru lainnya yang penting dan tidak mudah tentunya membutuhkan proses dan harus dikerjakan selangkah demi selangkah, dimulai dari yang paling memungkinkan. Dalam hal ini tentunya mesti dimulai dari dalam negeri.

Keputusan dan penerapan SIN yang kemudian melahirkan SIMKIM adalah keputusan pemerintah Indonesia. Dan
untuk memastikan hal warga negaranya memiliki SIN yang sesuai dengan syarat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemerintah mesti melakukan pendataan ulang penduduk serta koreksi data besar-besaran. Sebab seperti kita ketahui bersama nomor induk kependudukan (NIK), nomor yang menjadi pengenal seseorang ketika melakukan transaksi kependudukan, baik aktivitas yang berhubungan dengan birokrasi pemerintahan maupun kegiatan yang menyangkut pelayanan umum masih belum terintegrasi dengan baik. SIN yang idealnya tunggal dan menjadi rujukan utama terhadap identitas WNI seperti SIM, BPKB, NPWP, PASPORT dan dokumen kependudukan lainnya di Indonesia sendiri masih belum selesai diperbaiki atau mengalami perombakan, malah akhir-akhir ini tidak lagi terdengar gaungnya, terkesan sedang dibekukan.

Lalu pertanyaannya jika langkah perbaikan dan koreksi data di dalam negeri terkesan masih dibekukan atau sengaja ditunda, mengapa yang di luar negeri justru terkesan terlalu dipaksakan? Misalnya untuk di wilayah Hong Kong sendiri tidak bisakah ditunda sampai benar-benar ada kesepakatan tertulis berupa MoU atau minimal kunjungan diplomasi dua menteri menghadirkan solusi nyata (misalnya keputusan amnesty) bukan sekadar janji atau harapan semata?

Jika BMI ditanya tentunya mereka lebih memilih dilindungi pemerintah agar tak terjebak atau terancam masalah bahkan dikriminalisasi negara lain daripada harus merepotkan dan harus ditolong pemerintah karena sudah terkena masalah. Meski kenyataannya ditolong atau dilindungi toh masalahnya sebenarnya juga bersumber dari sistem pemerintahan negeri sendiri.

Apapun Langkahnya, Waspadai  Resikonya.

Pihak KJRI HK melalui Chalief Akbar selaku Konjen sudah mengakui adanya masalah kurangnya tenaga staf yang menangani urusan paspor yang mengharuskan pembatasan quota pelayanan, adanya penumpukan data di KJRI dan proses pembuatan paspor yang menjadi lebih lama. Kemudian Chalief juga menyebutkan rencana percepatan dan penyederhanaan proses pembuatan dan perpanjangan paspor dengan mengirimkan paspor baru ke alamat pemohon melalui pos tercatat dan juga pelayanan booking paspor via telpon hotline khusus dan aplikasi lainnya.

Apapun langkah yang diambil pemerintah saya percaya semua demi kebaikan bersama tapi bukan lantas kita boleh lupa untuk minilik ulang atau mengabaikan resiko dari langkah perbaikan tersebut. Semisal tentang fakta kerap terjadinya keteledoran atau ketidaksengajaan petugas dalam memasukkan data paspor yang berupa kesalahan ketik data, misalnya nama Mariyam menjadi Maria atau Wonosobo menjadi Wonotolo. Kesalahan bisa jadi hanya satu huruf atau satu angka tapi tentunya akibatnya berbahaya, bisa dianggap pemalsuan data.

Cek dan pengecekan ulang ketika pengambilan paspor baru sangat penting untuk mencegah terjadinya hal yang tidak dinginkan. Jika selama ini pengambilan langsung di konter imigrasi KJRI HK, yang pengecekan dilakukan bersama oleh petugas juga pemohon paspor saja masih ditemukan banyak masalah, misalnya ketika BMI menemukan kesalahan ketik dan langsung ditanyakan saja tidak mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Lalu bagaimana jika pada paspor baru yang dikirimkan kemudian hari melalui jasa pos tersebut ternyata juga memiliki kesalahan? Tentunya BMI harus membawa paspor barunya dan datang ke KJRI atau bisa juga mengirimkan balik melalui pos, tetap repot dan butuh waktu kan? Belum lagi urusan dengan majikan atau si pemilik alamat yang belum tentu suka alamatnya digunakan oleh pekerjanya untuk surat menyurat. Sudahkah masalah yang nyata dan sekecil ini dipikirkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun