Mohon tunggu...
Yuli Riswati (Arista Devi)
Yuli Riswati (Arista Devi) Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Purple Lover. I am not perfect but I am unique.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Pemerintah Melempar Batu, TKI Mesti Sembunyi di Mana?

22 April 2016   09:16 Diperbarui: 22 April 2016   16:27 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem dan menyesuaikan data dokumen perjalanan dengan standar internasional patut didukung dan diterima oleh segenap WNI. Tetapi hal ini semestinya dimulai terlebih dahulu dari dalam negeri sendiri. Halo, apa kabar KTP Biometric dan sistim pendataan penduduk di Indonesia?

Tentang SIMKIM untuk penerbitan paspor di luar negeri. Seperti diketahui bersama, perpanjangan paspor di luar negeri dengan pembetulan data identitas tentunya akan berhadapan dengan imigrasi setempat ketika pemiliknya memperpanjang izin tinggal/visanya. Pada umumnya, imigrasi setempat mempertanyakan pengubahan data paspor dan bahkan untuk beberapa kasus menuntut pemiliknya dengan tuduhan pemalsuan dokumen. Dalam hal ini, kecurigaan, penolakan dan tuntutan otoritas negara setempat dapat dilihat sebagai standar penegakan hukum yang juga dilakukan oleh otoritas berwenang di Indonesia. Di sinilah terlihat adanya ambivalensi, di satu sisi pemerintah tahu pasti resiko upaya memperbaiki sistem yang mereka lakukan tetapi di sisi lain pemerintah tidak mau tahu apalagi mengambil resiko. Dan jadilah TKI sebagai kelinci percobaan dan korban.

Istilah 'data ganda' dijadikan bukti atau upaya unjuk diri bahwa peraturan dan sistem pendataan oleh pemerintah (dalam hal ini keimigrasian) sudah semakin akurat. Sebagai perwakilan dari pemerintah tentu saja penulis tidak dilarang untuk menunjukkan hal tersebut. Malah sudah sepatutnya karena Didik, sebagai penulis, memang digaji untuk itu.

Tetapi ketika penulis menyebutkan adanya perbedaan sudut pandang dan kepentingan yang membuat sebagian pemilik data ganda "kekeuh" bahwa dia sebagai korban dari orang atau lembaga yang memberangkatkannya. Dan sebagai korban, tidak mau menerima konsekuensi dan meminta pihak lain bertanggung jawab meskipun sulit dimengerti pengubahan identitas tidak disadari oleh pemiliknya. Dari berbagai cerita, diketahui bahwa pada umumnya mereka menyadari pengubahan data dirinya, bahkan berusaha menghafalkan nama atau tempat tanggal lahir palsunya. Lagi-lagi saya ingin bertanya  Didik Eko Pujianto ini mendapatkan cerita dari mana? Dari lembaga yang memberangkatkan TKI atau PJTKI ya? Pantas saja penulis berupaya membuktikan kenyataan bahwa memang sudut pandang dan kepentingan penulis membuatnya harus menghapus fakta bahwa memang benar ada lembaga yang memberangkatkan TKI yang berkepentingan dengan semua pengubahan data TKI. What's the fuck, Dude? Apanya yang masih sulit dimengerti dalam hal ini, Pak Didik yang terhormat?

Perlindungan Itu Bukan Sebatas Kata
Disebutkan pula, "Terlepas dari penyebab dan tingkat kesalahannya, pemilik data ganda perlu diberikan perlindungan secara proporsional. Perwakilan juga dapat menyampaikan penjelasan kepada pihak terkait setempat bahwa perbedaan data paspor bukan pemalsuan, tetapi merupakan pembetulan. Dipahami bahwa upaya tersebut tidak mudah karena munculnya data ganda ini mungkin sulit dimengerti oleh otoritas negara lain."

Terbacanya kalimat yang ditulis Didik memang manis. Tetapi sayangnya hanya sebatas kata. Upaya perlindungan terhadap WNI (baik di dalam pun di luar negeri) sebagai bagian dari kewajiban negara memang tidak mudah. Berat. Melelahkan. Sebagai wong cilik, sebagai WNI yang menjadi TKI saya mengerti. Meski saya hanya bisa mengerti dalam ketidak mengertian saya tentunya. Kok iso yo, jere melindungi tapi mung omongane wae? Njur piye jal?

Sebagai TKI di Hong Kong, yang berhubungan langsung dengan hukum dan peraturan Negeri Bauhinia, melalui tulisan ini saya hanya ingin sedikit memberi tanggapan dan masukan kepada pemerintah. Sebaiknya sebelum menerapkan atau menggunakan peraturan Indonesia kepada TKI yang notabene berada di negeri orang, ketahui dan pahami dulu peraturan yang berlaku di negeri penempatan TKI. Jika benar-benar ingin melindungi TKI di luar negeri, sebelum menerapkan peraturan baru atau peraturan hasil revisi dari peraturan-peraturan sebelumnya, maka pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi terlebih dulu baik kepada TKI pun pemerintah di negara penempatan dengan membuat MoA juga. Jangan sampai pada akhirnya peraturan yang dimaksudkan sebagai upaya perbaikan sistem malah menjadi masalah baru yang berbuah dikriminalisasi dan deportasi untuk TKI. Bukankah kalau sudah begitu malah pemerintah yang repot dan menjadi sibuk cuci tangan dan ngeles? Ya, kalau para pejabat pemerintahan seperti Didik Eko Pujianto semua, pandai melempar tulisan kemudian sembunyi kepentingan, kalau tidak? Auk ah, gelap! 

 

HONG KONG, 21-22 APRIL 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun