Penulis menduga ada tarik ulur  perijinan forwarder di Indonesia antara pemerintah (Kementerian Perhubungan)  dengan Asosiasi Jasa Pengurusan Transportasi, terkait :  persyaratan modal dasar dalam mendirikan perusahaan forwarder. Pemerintah terlihat memaksakan aturan terkait modal dasar pendirian perusahaan forwarder dan logistik,  yaitu : sebesar 25 Miliar. Pemerintah seakan menutup mata dengan tidak melihat fakta di lapangan bahwa pelaku forwarder dan logistik di Indonesia  adalah 90% adalah kelas UMKM. Pertanyaan kritis, apakah pemerintah benar-benar pro UMKM  dengan pemaksaan peraturan tersebut ? Kenapa peraturan tersebut terkesan dipaksakan harus diterapkan ?
Dan tarik ulur ini menjadi nyata dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan  sejak PM 146 tahun 2015 diterbitkan . Peraturan tersebut dirubah lagi  untuk yang ketiga kalinya, terkait  pasal 6 ayat 4 , yaitu dengan terbitnya  PM 12 Tahun 2016 pada tanggal 18 Januari 2016.  Peraturan  yang dirubah adalah pasal 6 ayat 4 , yaitu :  penambahan kembali satu huruf  di pasal 6 ayat 4, yaitu : huruf i . Dimana Isi Pasal 6 ayat 4 PM 12 Tahun 2016 kembali lagi sesuai dengan PM 78 Tahun 2015.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan : diduga telah terjadi tarik ulur antara pemerintah dengan asosiasi jasa pengurusan Transportasi (dalam hal ini ALFI) terkait persyaratan modal dasar dalam mendirikan usaha jasa pengurusan transportasi. Pemerintah terkesan memaksakan kehendak dengan membuat aturan modal dasar harus 25 Miliar, sedangkan Asosiasi jasa pengurusan transportasi meminta agar diberikan keringanan bagi pemodal kecil tapi dengan membuat syarat, yaitu : Â wajib memperoleh surat pernyataan/persetujuan dari asosiasi di bidang Jasa Pengurusan Transportasi sebagai jaminan untuk perusahaan atau badan hukum beroperasi.
Menurut pendapat penulis  tentang peraturan PM 74 Tahun 2015 sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan PM 12 Tahun 2016 adalah:
1.    Peraturan PM 74 Tahun 2015  tidak memenuhi rasa keadilan dalam berusaha . Fakta bahwa  90% (Sembilan puluh persen) pelaku usaha jasa pengurusan transprotasi adalah UMKM, sedangkan ruang lingkup kegiatan jasa pengurusan transportasi sangat luas. Masing-masing jasa pengurusan transportasi mempunyai ruang lingkup yang berbeda dalam menjalankan usahanya. Ada perusahaan yang ruang lingkup jasa pengurusan transportasi dalam skala kecil dan sempit, misal: hanya pengurusan Jasa Pengurusan Jasa kepabeanan (PPJK) saja, akan tetapi  ada juga skala perusahaan yang sudah mampu melakukan urusan jasa logistik (skala besar). Sedangkan, persyaratan modal dasar antara perusahaan jasa pengurusan transportasi dengan ruang lingkup kegiatan kecil dan besar di sama ratakan, yaitu sebesar 25 Miliar.  Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak pro terhadap pengusaha kecil.
2. Â Â Â Peraturan PM 74 Tahun 2015 Â tidak mendorong tumbuhnya wirausaha baru. Peraturan tersebut akan menghambat munculnya pengusaha-pengusaha baru dalam bidang jasa pengurusan transportasi dengan adanya pembatasan modal dasar yang berat sebesar 25 Miliar. Pemerintah tidak pro menciptakan wirausaha baru.
3.    Pemerintah, dalam hal Kementerian Perhubungan terkesan hanya  mementingkan perusahaan skala besar, namun seolah  meniadakan perusahaan skala kecil. Tidak ada upaya pemerintah dalam memikirkan strategi dalam mendorong tumbuhnya pelaku UMKM  dalam kegiatan jasa pengurusan transportasimenjadi pelaku besar di masa yang akan datang.
4.    Asosiasi  jasa pengurusan transportasi memang  berhasil agar bagi badan usaha yang memiliki modal lebih kecil dapat memperoleh kelonggaran untuk mendapatkan perijinan jasa pengurusan transportasi, hal ini jelas terlihat dalam PM 12 Tahun 2016 sebagaimana perubahan ketiga dari PM 74 Tahun 2015. Namun,  Asosiasi jasa pengurusan transportasi terkesan tidak ada upaya serius dalam memperjuangkan kepentingan anggota yang skala UMKM yang besarnya 90% tersebut, dengan menolak dengan tegas aturan terkait persyaratan modal dasar 25 Miliar dengan memberikan alasan-alasan yang kuat dan logis dengan memberikan solusi, namun dan jika memang tidak didengarkan lagi  dapat  melakukan  upaya mogok nasional agar peraturan pembatasan modal dasar 25 Miliar dapat dicabut. Berharap asosiasi juga tidak serta merta mendulang di air keruh  dengan membuat aturan-aturan internal yang dapat memberatkan anggotanya.
Saran dan Penutup
Penulis memberikan masukan dan saran agar  bahwa peraturan PM 74 Tahun 2015 peraturan  sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan PM 12 Tahun 2016 dapat ditinjau ulang kembali  dan  diharapkan  dapat dicabut, dengan tujuan agar terpenuhi rasa keadilan dalam melakukan usaha di bidang jasa pengurusan transportasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H