Bagaimana dengan adanya negara yang terkesan sengaja melemahkan nilai tukar mata uangnya? Pelemahan nilai tukar mata uang tersebut, bagi setiap negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Karena dampak melemahnya nilai tukar mata uang itu bermacam-macam. Bisa jadi untuk mengurangi kebiasaan rakyatnya yang suka membeli produk impor dan sering bepergian ke luar negeri. Atau untuk negara tertentu, melemahnya nilai tukar ini diperlukan untuk bisa bersaing dengan AS, juga bisa untuk mengimbangi agar negara-negara yang mengalami pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar tersebut , tetap mampu membeli produk-produk industrinya sebagaimana biasanya, atau pembeliannya tidak semakin berkurang.
Argumen Menkeu lama waktu itu lebih konyol lagi, menurutnya merosotnya nilai tukar rupiah ini tidak masalah karena negara justru dapat keuntungan dari selisih harga jual-beli migas.
Yang terlintas di pikiran saya, pernyataan tersebut sekedar untuk menutupi keadaan yang sesungguhnya atau memang demikianlah kualitas pejabat (ahli ekonomi) kita. Karena sebagai pejabat Menkeu, beliaunya ini hanya melihat dari sisi pemasukan pendapatan negara saja. Tidak pernah memikirkan bagaimana perekonomian Indonesia yang jadi porak poranda.
Dengan demikian jelaslah bahwa meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar itu merupakan kebutuhan yang lebih mendesak (urgen), bila dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur.
Kembali pada masalah nilai tukar rupiah terhadap dolar. Caranya bagaimana supaya bisa meningkat secara signifikan ? Bukankah pembangunan infrastruktur yang digalakkan di mana-mana itu, nantinya diharapkan bisa membuat nilai tukar rupiah jadi menguat ? Pertanyaannya, kapan itu akan terlaksana ? Setelah semuanya jadi ? Harus menunggu berapa tahun lagi ?
Dari pemerintahan yang lalu saja, ada contoh pembangunan listrik. Tetapi setelah jadi, tidak sebagaimana yang diharapkan. Ada yang rusak dan tidak terpakai lagi. Ada yang kapasitasnya tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Atau, Anda akan mengatakan ini pemerintahannya berbeda, Pak Jokowi akan mengawal semua itu. Sedemikian mudahkah ? Uangnya darimana ? Utang lagi atau dari Pajak hasil Tax Amnesty ? Bagaimana kalau ternyata masalah baru yang muncul ?
Karena itu, seharusnya kita tidak memaksakan diri untuk melakukan pembangunan berbagai infrastruktur di mana-mana. Sebab pembangunan infrastruktur itu juga akan mendatangkan konsekuensi biaya perawatan yang tidak sedikit. Kalau langsung bisa menguntungkan karena bisa menggerakkan perekonomian daerah tersebut, tidak apa-apa. Tetapi kalau ternyata seperti jembatan Suramadu yang ternyata tidak sesuai dengan perkiraan, maka akan menjadi beban baru bagi pemerintah.
Untuk itu yang dibangun, seharusnya yang paling vital dan urgen terlebih dahulu, sesuai dengan kondisi keuangan negara, misalnya bendungan. Karena ini sifatnya multiguna, yaitu disamping untuk mencegah banjir, juga bisa untuk pengairan pertanian, untuk sumber tenaga listrik, untuk perikanan, wisata, dll. Tentunya, ini akan diikuti dengan pembangunan fasilitas lainnya yang dibutuhkan, antara lain: jalan, saluran irigasi, infrastruktur listrik, dll. Kalau hal ini bisa dilakukan, maka akan terjadi konsep pembangunan infrastruktur yang terpadu dan terintegrasi.
Seiring dengan itu, pemerintah juga membuat terobosan-terobosan, agar nilai tukar rupiah ini terus menguat. Caranya sederhana, mudah, dan tidak butuh biaya puluhan sampai ratusan trilyun. Bisa dikatakan modalnya cuma “omong doang”! Tetapi hasilnya diharapkan akan lebih efektif dan berkelanjutan. Apakah itu mungkin ? Kenapa tidak ?
Dengan rupiah berhasil dikendalikan 1$ = Rp 6500 rupiah, misalnya. Apa yang akan terjadi ? Tiba-tiba utang negara nilainya lebih murah 50%. Tetapi karena bayarnya dengan dolar maka jumlah cicilan utangnya tetap sama, kecuali kalau pemerintah menambah utang baru. Badan-badan usaha yang bermodalkan utang luar negeri, akan lebih murah 50% dalam membayar cicilan utangnya, karena dia akan beli dolar dahulu untuk membayarnya. Impornya juga jadi lebih murah, sehingga kalau butuh membangun infrastruktur yang bahannya harus impor, maka biayanya akan jauh lebih murah.
Lalu ekspor kita bagaimana ? Harus terjadi perubahan mendasar, dalam ekspor kita. Kita tak lagi mengeksploitasi kekayaan alam agar bencana tidak menjadi teman kita. Sebaliknya kita bisa mengolah kekayaan alam tersebut sesuai dengan kebutuhan kita. Kemudian kita akan ekspor produk jadi, dan negara akan bersaing di industri kreatif.