Oleh karena itu, kita tidak bisa begitu saja memberi usul pokoknya harus dihukum berat, harus diterapkan hukuman mati. Atau diberi hukuman penjara minimal 20 tahun, dan dipermalukan serta harus dirampas hartanya, dll. Karena sebenarnya banyak orang yang jadi begini, juga akibat dari sistem kebijakan-kebijakan negara yang salah dan sampai sekarang belum diperbaiki. Sampai ada yang mengatakan: “Kalau tidak edan, tidak akan bisa makan. Yang tidak ikut arus akan terkucil, dll”. Itu ada benarnya, bukan ungkapan kosong. Sayapun sudah merasakannya. Walaupun sebenarnya banyak juga, yang terjadi karena keserakahannya saja.
Apalagi setelah Tax Amnesty, sebenarnya kondisinya lebih mudah lagi. Bukankah katanya Tax Amnesty tidak menghalangi pengejaran tindak pidana pesertanya ? Tinggal Kepolisian, Kejaksaan, KPK, dan PPATK kerja cerdas untuk menerima laporan dan menyelidiki berbagai hal yang ada. Kemudian memanggil orang-orang atau badan usaha yang hartanya dicurigai tidak jelas itu. Lalu mereka diberi kesempatan untuk melakukan pembuktian terbalik, terlebih dahulu. Kalau tetap membandel, silahkan diproses hukum, dan publikasikan secara luas proses hukum orang-orang/badan yang hartanya ditengarai tidak jelas itu. Demikianlah, garis besar pemikiran saya yang mengiringi lahirnya konsep UU Pembuktian Terbalik tersebut.
Semoga Media Indonesia bisa memahami penjelasan ini, dan mau ikut serta memperjuangan konsep UU Pembuktian Terbalik yang sudah saya kirimkan itu menjadi RUU yang harus diperjuangkan oleh Pak Jokowi saat ini. Nasib bangsa Indonesia, juga tergantung dari sikap media massanya. Semoga bermanfaat !
“Siapapun bisa melakukan kekeliruan, tetapi kalau mau memperbaikinya, maka juga akan termaafkan. Apalagi kalau itu bisa membuat kesejahteraan bangsa Indonesia, maka akan terukir dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.“
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H