Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Redenominasi Rupiah: Perlukah Dilakukan saat Ini?

8 Oktober 2016   11:35 Diperbarui: 4 April 2017   17:35 1951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehingga yang terpikir oleh saya berikutnya, kenapa kita tidak melakukan “redenominasi secara alami” saja? Yaitu, membuat harga-harga turun sehingga mata uang rupiah yang kecil-kecil ini memiliki nilai beli lagi. Sekarang uang terkecil yang masih laku untuk perhitungan jual-beli yaitu Rp 100. Kalau pemerintah mau melakukan “redenominasi secara alami”, berarti pemerintah harus mengupayakan kondisi sehingga uang Rp 50 berlaku lagi, kemudian Rp 25, Rp 10, dst. Kalau hal ini bisa dilakukan, maka pemerintah tidak perlu melakukan cetak uang rupiah baru, tetapi nantinya akan mencetak uang sebagaimana biasanya untuk menambah mata uang nominal kecil yang dibutuhkan. Dengan demikian secara bertahap bisa membuat mata uang Rp 100.000 dan Rp 50.000 menjadi jarang digunakan dan lama-lama tidak akan terbit lagi. Begitu seterusnya.

Artinya, itu sebenarnya negara melakukan penarikan pelan-pelan terhadap mata uang rupiah dengan nilai nominal besar, yang manfaatnya akan mengurangi jumlah uang yang beredar.

Apakah itu bukan berarti deflasi?

Deflasi adalah menurunnya harga barang-barang. Penyebabnya banyak sekali: jumlah barang berlebihan, jumlah uang yang beredar berkurang, nilai tukar rupiah menguat, harga BBM turun, pengangguran bertambah, ada pemotongan gaji secara massal, bunga bank turun, dll. Berarti “redenominasi alami “ tersebut mirip dengan kondisi deflasi, yaitu berkurangnya jumlah uang yang beredar. Untuk itu pelaksanaannya tidak boleh dibiarkan terjadi dengan sendirinya, tetapi harus dikendalikan atau direncanakan dengan baik oleh BI/pemerintah. Karena deflasi yang tidak terkendali, akan bisa menjadi masalah baru. Dampaknya bisa membuat dunia industri gagal bayar utang, dan rentetannya kemudian pada permasalahan ekonomi dan pengangguran. (Dampak deflasi dan inflasi yang tak terkendali akan sama saja).

Dengan dilakukannya kebijakan “redenominasi secara alami” atau deflasi ini, diharapkan terjadi pergeseran dalam membelanjakan uang, dan mereka tidak boros lagi. Ini akan bisa membuat perubahan fundamental terhadap perekonomian Indonesia. Seiring dengan ini, pemerintah harus kerja cerdas mendorong ekspor dengan berbagai cara sehingga industri kreatif mampu bersaing secara global.

Jadi, Presiden Jokowi harus mampu berpikir komprehensif, bisa bertindak cerdas, bisa mengoordinasikan semua bidang yang ada dan harus memegang kendali pelaksanaannya. Tidak bisa ini hanya dianggap sebagai urusan BI dan Menteri Keuangan.

Sedangkan kalau redenominasi oleh BI, perilaku masyarakatnya tidak akan terjadi perubahan konsumsi sehingga tidak berefek pada perubahan fundamental ekonomi. Karena itu gejolak ekonomi seperti saat ini masih akan terus menghantui, dan kemungkinan rupiah merosot lagi masih tetap besar. Kalau demikian, untuk apa pemerintah/BI melakukan redenominasi? Padahal biaya untuk melakukan redenominasi sangat besar. Ini artinya pemerintah/BI hanya akan menambah masalah baru saja.

Namun ketika saya coba menyampaikan gagasan perbaikan ekonomi Indonesia dengan konsep deflasi di sini, saya diperingatkan oleh pembaca, bahwa ada contoh negara yang sudah sekian lama mengalami deflasi dan sampai sekarang perekonomiannya sulit untuk bangkit lagi, yaitu Jepang.

Dan saya jawab respons pembaca tersebut, bahwa deflasi ini akan berbeda dengan negara Jepang. Jepang itu negara maju yang perkembangan ekonominya saat ini sangat ditentukan oleh ekspornya, karena yang di dalam negeri sudah berkembang secara maksimal. Karena itu, kalau ingin mengulang keberhasilan sebelumnya, pasti sulit sekali. Sebab kuncinya pada kondisi global, yang persaingannya semakin ketat. Sedangkan Indonesia, potensi perekonomian yang di dalam negeri belum tergarap secara maksimal, bahkan salah arah. Karena itu bila dilakukan deflasi secara terkendali, hasilnya diharapkan akan berbeda dengan Jepang.

Persamaan 

Kedua konsep tersebut sama-sama berdampak pada kenaikan nilai beli uang karena harga barang-barang dikondisikan bisa menurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun