Tindak kejahatan merupakan perbuatan yang tidak bisa dibenarkan, sampai kapanpun. Karena itu negara harus tetap berani menunjukkan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Dalam kaitannya dengan banyaknya orang Indonesia yang menyembunyikan harta kekayaannya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan tujuan untuk menghindari pajak ataupun menghilangkan jejak tindak kejahatan yang sudah dilakukannya, maka negara harus tetap berupaya menyadarkan warganya bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu salah.
Perbuatan mereka itu sangat merugikan rakyat Indonesia, karena dampaknya telah membuat banyak rakyat Indonesia ini hidup menderita. Untuk itu, mereka wajib mengembalikan semua hartanya yang terkait dengan tindak pidana tersebut. Bukan justru meminta sedikit bagian dari hasil tindak kejahatan itu, lalu memaafkannya sebagai orang tak berdosa (Tax Amnesty). Ini akan semakin merugikan bangsa Indonesia karena:
- Negara akan melakukan tindak diskriminasi kepada sesama warga negaranya di bidang hukum, terutama sesama pelaku tindak kejahatan.
- Negara akan melahirkan orang-orang munafik baru, ini jauh lebih berbahaya daripada penjahat itu sendiri.
- Negara harus terus-menerus menanggung beban akibat kerusakan yang sudah terjadi, yang artinya dana negara yang seharusnya bisa untuk menyejahterakan masyarakat, terpaksa berkurang karena harus menanggung dampak kerusakan yang terjadi, yaitu: kerusakan lingkungan, bencana alam, dan beban biaya kesehatan bagi mereka yang sakit.
- Kalau hanya dikembalikan sekitar 3 – 8 % ini semakin memperparah terjadinya kesenjangan sosial, karena mereka terlihat semakin kaya, sehingga tindak kejahatan akan semakin meningkat, padahal seharusnya semua harta hasil tindak kejahatan itu menjadi milik negara.
- Kalau hanya dikembalikan sekitar 3 – 8 %, maka sebagian harta lainnya tetap bisa digunakan untuk merugikan bangsa Indonesia: membeli barang-barang impor yang tidak penting, plesiran ke luar negeri, sekolah di luar negeri, dll.
- Tax Amnesty tersebut bisa memicu tindak kejahatan tersebut bisa diulangi lagi, bahkan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal serupa.
“Iming-iming” pemerintah
Kalau pemerintah berhasil membuat dana WNI yang di luar negeri masuk ke Indonesia, maka negara dan rakyat akan mendapatkan keuntungan, antara lain:
- Bisa membangun infrastruktur baru
- Banyak investasi baru di Indonesia sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru
- Meningkatkan nilai kurs rupiah terhadap dolar
- Mengurangi beban utang LN
- Harga barang impor menjadi lebih murah
- Transaksi dengan LN menjadi lebih murah
Apakah Sesederhana Itu?
Suatu hal yang dimulai dengan kerahasiaan akan memicu kerahasiaan baru. Karena yang dirahasiakan itu tindak kejahatan, maka akan memicu terjadinya tindak kejahatan yang baru. Kesenjangan kekayaan antar profesi, atau antar sesama menjadi semakin parah, maka ini akan memicu kejahatan serupa, termasuk dengan porsi-porsi yang lebih kecil. Juga kemunafikan akan semakin meraja-lela. Selanjutnya mafia hukum pasti akan semakin meningkat pula, dan masalah sosial bisa semakin parah.
Sudahkah pemerintah mengantisipasi kemungkinan munculnya problema seperti itu ? Dengan cara apa ? Dengan diberi infrastruktur yang baru, lapangan kerja, dan harga-harga yang murah? Bukankah para penjahat itu banyak juga yang tergolong orang-orang kaya? Bukankah para koruptor itu bukan orang yang tidak memiliki pekerjaan.
Bukankah para penjahat itu tidak peduli dengan harga mahal dan harga murah? Lalu logikanya di mana? Bagaimana kalau para terpidana saat ini meminta untuk diampuni dengan cara yang sama? Bagaimana kalau mereka yang dalam proses pengadilan juga mau membayar uang tebusan? Apakah pemerintah bisa, hanya menjawab: “peraturan hukum tersebut hanya berlaku bagi mereka yang memiliki simpanan kekayaan di luar negeri .“ Apa jawaban seperti ini tidak akan memicu kecemburuan para terpidana dan calon-calon terpidana yang ada ? Mohon untuk direnungkan!
Perlu dipahami, yang ada dalam pikiran seorang penjahat dan calon-calon penjahat itu, sebagian besar hanyalah memanfaatkan peluang untuk bisa menjadi lebih kaya dengan cara yang aman. Jadi mereka tak bisa disuap dengan “iming-iming” tersebut, bahkan perilakunya bisa semakin menjadi karena negara sudah tak bisa menjadi teladan bagi rakyatnya.
Seharusnya negara justru melakukan pendekatan kepada mereka dengan menyentuh jiwa mereka, karena sebenarnya orang-orang itu ada di sekitar kita. Bahkan menyamar sebagai orang baik-baik atau bermuka dua. Dan, Pak Jokowi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk bisa menyadarkan orang-orang itu. Mengapa mereka harus disadarkan ? Ini bisa dijelaskan sbb.:
Dari Sisi Pelaku Kejahatan
- Setelah tua, mereka akan menanggung beban moral menjadi orang yang munafik.
- Mereka telah mengajari keluarganya untuk melakukan perbuatan yang tercela.
- Mereka akan menanggung dosa akibat perbuatannya. Kalau tidak saat ini, nanti setelah mati atau “di kehidupan berikutnya”.
- Keluarga mereka pasti akan menanggung akibatnya, hanya saja mungkin kita tidak tahu kapan itu akan terjadi.
Dari Sisi Negara
- Negara melakukan dosa besar karena telah melindungi orang-orang jahat, seolah-olah menjadi orang-orang baik.
- Negara telah membiarkan mereka, memberi contoh kepada keluarganya untuk bisa melakukan tindak kejahatan dengan cara yang aman.
- Negara memicu mereka untuk mengulangi perbuatan yang buruk, dan mengajari masyarakat untuk melakukan hal yang sama.
- Negara merusak kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat
- Negara telah melindungi kejahatan mereka, dan membuat mereka semakin kaya.
- Negara mengabaikan dampak kerusakan moral yang lebih parah, terutama kemunafikan.
Dari Sisi Masyarakat
- Kalaupun masyarakat sudah mendapatkan kehidupan yang lebih baik, keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi seperti orang-orang kaya itu, akan bisa mendorong mereka untuk melakukan tindak kejahatan yang sama. Apakah itu bisa dihentikan ? Dan, apakah mereka bisa disalahkan ?
- Masyarakat semakin menghalalkan segala cara karena diberi contoh oleh negara.
Kalau jadinya bisa demikian, lalu dimana manfaatnya Tax Amnesty itu? Apa kemudian gampang untuk memperbaiki kondisi yang kacau-balau itu? Itulah yang harus dipikirkan ulang oleh semua pihak.
Sebenarnya di era jaman modern itu, semua aktivitas warga negaranya bisa dilacak. Aktivitas warga negara Indonesia yang keluar masuk suatu negara bisa dilacak melalui imigrasi atau kedutaan di luar negeri. Berbagai transaksi keuangan antar bank, bisa dilacak oleh PPATK. Hanya saja, kalau sampai pada urusan transaksi keuangan keluar negeri atau menemui adanya transaksi keuangan masuk ke dalam negeri, sepertinya lembaga yang berwenang tak lagi mampu menelusurinya.
Padahal transaksi keuangan itu seringkali sangat merugikan bangsa Indonesia, karena ada aliran dana ke luar negeri yang ternyata berasal dari tindak kejahatan, serta ada aliran dana masuk dari luar negeri yang tidak jelas dan juga ditengarai terkait dengan berbagai tindak kejahatan, antara lain: narkoba, terorisme, perdagangan manusia, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pembalakan liar, tindak pidana di bidang perikanan dan kelautan, tindak pidana di bidang pertambangan, tindak pidana di bidang perbankan, tindak pidana kepabeanan dan cukai, tindak pidana perjudian serta tindak pidana di bidang penanaman modal, dll.
Kalaupun ada yang menyelundupkan uang/barang, sebenarnya juga bisa diketahui, kalau semua jajaran ini bekerja dengan baik. Walaupun mungkin ada yang lolos, tetapi jumlah yang lolos ini seharusnya tidak terlalu banyak, asal upaya pencegahannya sudah dimaksimalkan. Salah satu contohnya, apa yang dilakukan oleh Bu Susi, yang melarang bongkar muat kapal di tengah lautan. Ini pasti bisa mengurangi/mencegah upaya penyelundupan barang, baik masuk maupun keluar melalui laut secara maksimal.
Artinya, segala sesuatu yang selama ini selalu dikatakan sulit itu, kalau dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan dengan cara yang tepat, pasti semua bisa dilakukan dengan lebih mudah. Syaratnya, negara benar-benar mau menghargai orang-orang yang berprestasi, dan mengganti mereka yang tidak bisa bekerja dengan profesional.
Para penegak hukum yang menangani kasus-kasus tindak kejahatanpun, seringkali merasa kesulitan ketika sampai pada membuktikan/memastikan asal dan atau aliran dana yang ditengarai merupakan hasil tindak kejahatan tersebut, karena UU hukum tindak pidana kita mewajibkan para penegak hukumlah yang harus membuktikan adanya tindak kejahatan itu.
Sementara para pelakunya, justru bisa bersembunyi pada aturan hukum tersebut. Akibatnya status hukumnya menjadi terkatung-katung tanpa adanya kepastian, dan negara semakin dirugikan. Padahal kejahatan-kejahatan itu telah menghasilkan kekayaan yang sangat besar bagi para penjahatnya, sebaliknya telah merusak lingkungan, telah merusak mental anak bangsa, serta mengacaukan perekonomian Indonesia. Apalagi mereka kemudian “bekerjasama” dengan pihak luar negeri, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi.
Untuk mengurangi kerugian tersebut, Pemerintah pada tahun 1984 pernah berupaya menerapkan Pengampunan Pajak, namun pelaksanaannya tidak berjalan dengan efektif karena tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan yang komprehensif . Juga kurangnya partisipasi dari Wajib Pajak atas kebijakan tersebut, karena tidak ada jaminan pengampunan pidana lain, selain tindak pidana pajak itu sendiri (Ini dasar pemikiran para penyusun RUU Tax Amnesty).
Sehingga jajaran Menkeu sekarang, membuat “terobosan baru” lagi, yaitu dengan RUU Tax Amnesty yang akan mengampuni para pelaku tindak kejahatan dengan cara membayar uang tebusan 3 – 8 %, kalau mereka mau membawa hasil uang kejahatan yang disimpan di luar negeri tersebut untuk dipindahkan di dalam negeri.
Suatu ide yang mengherankan ! Negara, tidak berusaha menyadarkan hati para penjahat, tetapi justru "bekerja sama" dengan mereka demi uang yang katanya bisa untuk membuat bangsa Indonesia berjaya. Negara tidak meminta kembali semua uang hasil tindak kejahatannya, tetapi hanya memintanya sedikit saja, dengan perhitungan dengan uang tersebut pemerintah bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Namun sayangnya, perhitungan itu hanya melihat dari sisi ekonomis yang belum tentu berhasil, dan jelas tidak mempertimbangkan dampak kerusakan hukum dan kerusakan moral bangsa yang akan terjadi, yaitu: “Orang Indonesia bisa semakin munafik, dan menghalalkan segala cara untuk memperbaiki kehidupannya”. Siapa yang mau melihat keluarganya hidup kekurangan, di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang serba memiliki teknologi maju ? Artinya, kejujuran itu semakin tidak ada harganya, dan “saling tikam” menjadi bagian dari budaya Indonesia.
Karena itu untuk memberikan solusi permasalahan bangsa yang lebih masuk akal, penulis mencoba memberikan alternatif, yang sebenarnya selama ini sudah didengung-dengungkan oleh masyarakat, tetapi pelaksanaannya tidak pernah terwujud , karena DPR sebagai wakil rakyat yang tugasnya membuat UU agar Indonesia bisa lebih baik dan lebih sejahtera, tidak pernah meresponnya, yaitu: UU Pembuktian Terbalik.
Dimana dalam UU ini, tetap berupaya menyadarkan para pelaku kejahatan, dan harta/uang hasil tindak kejahatannya bisa kembali pada negara dengan jumlah yang maksimal, rasa keadilan tidak terlalu tersakiti karena hal ini bisa diterapkan pada semua orang, rekonsiliasi antar anak bangsa bisa diwujudkan tanpa ada kemunafikan, harga diri bangsa tidak tercoreng, dan bangsa lain bisa hormat kepada negara kita.
Untuk itu penulis berusaha menyusun konsep RUU Pembuktian Terbalik tentang harta yang tidak jelas ini, dengan inspirasinya dari RUU Pengampunan Pajak. Mudah-mudahan nanti segera jadi, sehingga bisa menjadi bahan pemikiran kita bersama. Gagasan ini, perlu saya sampaikan terlebih dahulu, karena kita harus beradu cepat dengan keinginan pemerintah yang segera ingin menggol-kan RUU Tax Amnesty.
Semoga kita tidak menjadi bagian dari warga negara Indonesia yang hanya ingin menambah dosa, dan bisa menyelamatkan bangsa Indonesia ini dari cengkeraman para pendosa!
Artikel terkait: Kenapa Para Ahli Hukum Bungkam terhadap RUU Tax Amnesty?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H