Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Yang Dibutuhkan Bukan Tax Amnesty, Tetapi Pembuktian Terbalik!

10 Mei 2016   19:48 Diperbarui: 10 Mei 2016   21:47 2770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Sisi Negara

  • Negara melakukan dosa besar karena telah melindungi orang-orang jahat, seolah-olah menjadi orang-orang baik.
  • Negara telah membiarkan mereka, memberi contoh kepada keluarganya untuk bisa melakukan tindak kejahatan dengan cara yang aman.
  • Negara memicu mereka untuk mengulangi perbuatan yang buruk, dan mengajari masyarakat untuk melakukan hal yang sama.
  • Negara merusak kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat
  • Negara telah melindungi kejahatan mereka, dan membuat mereka semakin kaya.
  • Negara mengabaikan dampak kerusakan moral yang lebih parah, terutama kemunafikan.

Dari Sisi Masyarakat

  • Kalaupun masyarakat sudah mendapatkan kehidupan yang lebih baik, keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi seperti orang-orang kaya itu, akan bisa mendorong mereka untuk melakukan tindak kejahatan yang sama. Apakah itu bisa dihentikan ? Dan, apakah mereka bisa disalahkan ?
  • Masyarakat semakin menghalalkan segala cara karena diberi contoh oleh negara.

Kalau jadinya bisa demikian, lalu dimana manfaatnya Tax Amnesty itu? Apa kemudian gampang untuk memperbaiki kondisi yang kacau-balau itu? Itulah yang harus dipikirkan ulang oleh semua pihak.

Sebenarnya di era jaman modern itu, semua aktivitas warga negaranya bisa dilacak. Aktivitas warga negara Indonesia yang keluar masuk suatu negara bisa dilacak melalui imigrasi atau kedutaan di luar negeri. Berbagai transaksi keuangan antar bank, bisa dilacak oleh PPATK. Hanya saja, kalau sampai pada urusan transaksi keuangan keluar negeri atau menemui adanya transaksi keuangan masuk ke dalam negeri, sepertinya lembaga yang berwenang tak lagi mampu menelusurinya. 

Padahal transaksi keuangan itu seringkali sangat merugikan bangsa Indonesia, karena ada aliran dana ke luar negeri yang ternyata berasal dari tindak kejahatan, serta ada aliran dana masuk dari luar negeri yang tidak jelas dan juga ditengarai terkait dengan berbagai tindak kejahatan, antara lain: narkoba, terorisme, perdagangan manusia, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pembalakan liar, tindak pidana di bidang perikanan dan kelautan, tindak pidana di bidang pertambangan, tindak pidana di bidang perbankan, tindak pidana kepabeanan dan cukai, tindak pidana perjudian serta tindak pidana di bidang penanaman modal, dll.

Kalaupun ada yang menyelundupkan uang/barang, sebenarnya juga bisa diketahui, kalau semua jajaran ini bekerja dengan baik. Walaupun mungkin ada yang lolos, tetapi jumlah yang lolos ini seharusnya tidak terlalu banyak, asal upaya pencegahannya sudah dimaksimalkan. Salah satu contohnya, apa yang dilakukan oleh Bu Susi, yang melarang bongkar muat kapal di tengah lautan. Ini pasti bisa mengurangi/mencegah upaya penyelundupan barang, baik masuk maupun keluar melalui laut secara maksimal. 

Artinya, segala sesuatu yang selama ini selalu dikatakan sulit itu, kalau dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan dengan cara yang tepat, pasti semua bisa dilakukan dengan lebih mudah. Syaratnya, negara benar-benar mau menghargai orang-orang yang berprestasi, dan mengganti mereka yang tidak bisa bekerja dengan profesional.

Para penegak hukum yang menangani kasus-kasus tindak kejahatanpun, seringkali merasa kesulitan ketika sampai pada membuktikan/memastikan asal dan atau aliran dana yang ditengarai merupakan hasil tindak kejahatan tersebut, karena UU hukum tindak pidana kita mewajibkan para penegak hukumlah yang harus membuktikan adanya tindak kejahatan itu. 

Sementara para pelakunya, justru bisa bersembunyi pada aturan hukum tersebut. Akibatnya status hukumnya menjadi terkatung-katung tanpa adanya kepastian, dan negara semakin dirugikan. Padahal kejahatan-kejahatan itu telah menghasilkan kekayaan yang sangat besar bagi para penjahatnya, sebaliknya telah merusak lingkungan, telah merusak mental anak bangsa, serta mengacaukan perekonomian Indonesia. Apalagi mereka kemudian “bekerjasama” dengan pihak luar negeri, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi.

Untuk mengurangi kerugian tersebut, Pemerintah pada tahun 1984 pernah berupaya menerapkan Pengampunan Pajak, namun pelaksanaannya tidak berjalan dengan efektif karena tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan yang komprehensif . Juga kurangnya partisipasi dari Wajib Pajak atas kebijakan tersebut, karena tidak ada jaminan pengampunan pidana lain, selain tindak pidana pajak itu sendiri (Ini dasar pemikiran para penyusun RUU Tax Amnesty).

Sehingga jajaran Menkeu sekarang, membuat “terobosan baru” lagi, yaitu dengan RUU Tax Amnesty yang akan mengampuni para pelaku tindak kejahatan dengan cara membayar uang tebusan 3 – 8 %, kalau mereka mau membawa hasil uang kejahatan yang disimpan di luar negeri tersebut untuk dipindahkan di dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun