7) Korupsi, suap, dan mark-up anggaran
Korupsi, suap, dan mark-up anggaran tentu menjadi masalah bagi APBN kita berikutnya. Karena dengan adanya korupsi, suap, dan mark-up anggaran akan membuat kualitas pembangunan infrastruktur yang dilakukan menjadi tidak sesuai dengan besteknya, dan kualitas pembangunan SDM tidak sesuai dengan target kompetensinya. Akibatnya, kerusakan infrastruktur menjadi lebih sering terjadi dan kualitas SDM kita jauh dari yang diharapkan. Hal ini, tentunya akan menjadi beban anggaran berikutnya. Sementara karena kualitas SDM-nya tidak mumpuni, maka pemasukan negara menjadi tidak bisa maksimal.
Pada sisi lain, kalau kebiasaan korupsi, suap, dan mark-up anggaran ini terus berlanjut, maka akan memicu kerusakan moral anak bangsa yang jauh lebih luas. Yang lebih menyedihkan lagi, akan melahirkan anak-anak bangsa yang munafik. Sehingga ongkos perbaikan bangsa ini, akan jauh lebih mahal lagi.
8) Rakyat yang konsumtif
Kalau kondisi bangsa sudah sejahtera, rakyat mau berperilaku konsumtif, boleh-boleh saja asal juga jangan berlebihan. Tetapi kalau kondisi kesejahteraan rakyat masih terjadi kesenjangan sosial yang luar biasa, maka kegiatan konsumtif sekelompok kalangan itu akan memicu kecemburuan sesama anak bangsa yang berada dalam posisi tidak beruntung, dan bahkan akan memicu terjadinya tindak kejahatan yang semakin parah. Sebaliknya kalau berubah produktif, ini akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat, dan mengurangi pertumbuhan ekonomi negara. Karena itu pemerintah harus berupaya semaksimal mungkin membantu dunia industri untuk bisa meningkatkan ekspor produk-produknya. Kalau tidak, maka sisi produktifnya akan diisi oleh investor asing, dan yang untung akan bangsa lain. Sementara bangsa kita hanya akan mendapat keuntungan pertumbuhan ekonomi semu, dan suatu saat pertumbuhan ekonomi semu ini akan berbalik menghancurkan perekonomian kita.
9) Kegiatan yang memboroskan devisa negara
Selama ini memang banyak rakyat yang tidak paham akan apa itu cadangan devisa negara. Pemerintahpun tidak pernah mencerdaskan rakyatnya akan hal ini, atau bahkan pemerintahpun tidak paham akan hal ini. Terbukti yang dianggap mengganggu pertumbuhan ekonomi di negara kita adalah subsidi BBM. Karena itu subsidi BBM harus dicabut, dan rakyat silahkan beli semaunya kalau pakai uangnya sendiri. Padahal yang salah itu bukan subsidinya, tetapi pemborosan BBM yang membuat pemerintah harus menambah pembelian BBM impor dengan menggunakan devisa negara. Sebab penggunaan devisa negara yang berlebihan, akan mengurangi jumlah cadangan devisa yang dimiliki oleh negara. Dampaknya, hal ini bisa mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah kita. Sementara pemberian subsidi BBM yang tepat, justru akan bisa meningkatkan daya saing produk industri negara kita di tingkat global.
Bentuk pemborosan devisa yang lain, yaitu banyak perilaku dari para pejabat dan warga negara yang senang ataupun bangga kalau bisa “membuang-buang” devisa, misalnya: sering makan-makan di restoran asing, beli barang-barang luar negeri walaupun sebenarnya di negeri ini sudah banyak produk-produk yang berkualitas. Sering berwisata ke luar negeri, walaupun di negeri ini belum banyak tempat wisata yang dikunjunginya. “Terpaksa” sekolah di luar negeri dan berobat di luar negeri karena menilai kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan di negeri sendiri tidak baik. Akibatnya, cadangan devisa yang dimiliki oleh negara kita semakin berkurang, dan saat ini jumlahnya sangat pas-pasan. Jadi sudah penerimaan devisa negara kita sedikit, tetapi rakyat dan pejabatnya banyak mengeluarkan devisa.
10) Bantuan sosial yang terus-menerus
Bantuan sosial tidak sama dengan jaminan sosial. Jaminan sosial memang merupakan kewajiban pemerintah untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan mendasar rakyat. Namun bantuan sosial dengan sasaran “masyarakat miskin” tidak boleh dilakukan terus-menerus. Karena yang dibutuhkan rakyat miskin adalah tersedianya lapangan kerja yang memadai, bukan bantuan sosial yang terus-menerus. Bantuan sosial yang demikian hanya akan membuat rakyat kehilangan harga dirinya. Sementara anggarannya sebenarnya bisa digunakan untuk meningkatkan daya saing industri kita sehingga bisa memperluas lapangan kerja baru. Jadi pemerintah jangan bangga, kalau jumlah penerima bantuan sosial tersebut dari tahun ke tahun bertambah meningkat. Karena itu menunjukkan bahwa pemerintah gagal menjalankan kewajibannya untuk bisa membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya.
11) Kerusakan lingkungan dan laju pertambahan penduduk yang terabaikan
Terjadinya kerusakan lingkungan yang tidak segera diperbaiki, serta laju perkembangan penduduk yang tidak dikendalikan, akan menjadi bumerang di kemudian hari. Karena biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampaknya, yaitu terjadinya bencana alam maupun terjadinya ledakan penduduk itu, akan jauh lebih besar dari biaya awal yang harus dikeluarkan pemerintah ketika lebih memilih segera memperbaiki lingkungan yang rusak, atau segera mengendalikan laju pertumbuhan penduduk yang tergolong pesat ini.
12) Pemilu yang berkali-kali
Pemilu merupakan sarana untuk menemukan sosok pemimpin bangsa yang berkualitas. Karena Indonesia merupakan negara kesatuan, sebenarnya tidak perlu adanya Pilkada di berbagai daerah yang membutuhkang anggaran sangat besar . Tahun 2015 kemarin untuk biaya pilkada serentak (tahap I ada 269 dari 537 daerah propinsi, kota dan kabupaten) itu membutuhkan anggaran Rp 7,1 tilyun.
Padahal dalam konsep negara kesatuan itu, kepemimpinan dari jajaran nasional sampai jajaran daerah haruslah sepemikiran dan kompak. Kalau pengalaman di masa lalu terjadi penyelewengan kekuasaan, maka seharusnya penyelewengan itulah yang dicegah. Bukan justru memutus rantai kekompakan koordinasi antara pimpinan pusat dengan pimpinan daerah tersebut. Caranya setiap daerah punya atau diberi target yang jelas. Kalau pimpinan daerah tersebut 2 kali gagal mencapai targetnya, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diganti dengan pimpinan yang baru.
**
Itulah berbagai hal yang bersifat tidak produktif, namun banyak dilakukan oleh jajaran pemerintah dan rakyat Indonesia. Akibatnya, anggaran negara menjadi terkuras dan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur menjadi sangat terbatas. Juga, devisa negara yang sudah diperoleh dengan susah payah, kemudian harus keluar kembali untuk hal-hal yang tidak penting. Akhirnya negara kita selalu mengalami kesulitan keuangan, dan mencari solusinya yang termudah yaitu diselesaikan dengan utang. Tak peduli ini akan menjadi beban bagi generasi berikutnya.