Mohon tunggu...
Rizal Amri
Rizal Amri Mohon Tunggu... -

Pengamat barang kerajinan dan rajin mengamati peristiwa politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polri "Mencincang", Jokowi "Memikul"

13 Juli 2015   13:35 Diperbarui: 13 Juli 2015   13:35 2595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal senada disampaikan Peneliti Indonesian Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar yang menilai penetapan tersangka yang dilakukan pasca keputusan kode etik KY terhadap hakim Sarpin, sebagai bentuk kriminalisasi dan balas budi. “Sulit untuk tidak mengatakan kriminalisasi dua Komisioner KY ini bentuk balas budi Kepolisian terhadap Sarpin,” kata Erwin.

Dugaan kriminalisasi terhadap anggota KY ini menguatkan ingatan publik dan akan dikaitkan dengan kejadian yang menimpa lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, Polri telah menetapkan dua pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana. Banyak kalangan menilai, penetapan tersangka terhadap pimpinan KPK tersebut sebagai tindakan kriminalisasi. Pasalnya, mereka dijerat untuk kasus yang boleh dibilang "ecek-ecek" dan kejadiannya sudah cukup lama, bahkan hampir kadaluasrsa.

Gara-gara dugaan "kriminalisasi" KPK dan cara Presiden Jokowi menangani kisruh KPK-Polri itu, publik memberi persepsi negatif pada kinerja pemerintah. Berdasarkan hasil survei oleh SMRC, sebanyak 38 persen bekas pemilih Jokowi di Pilpres, menyatakan kondisi hukum Indonesia buruk sementara yang menyatakan baik hanya 32 persen. Masalah hukum ternyata paling menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Padahal di bidang ekonomi kinerja pemerintah juga kurang memuaskan, sekitar 31,5 persen warga menyatakan kondisi ekonomi sekarang lebih buruk daripada tahun lalu, sementara yang menyatakan lebih baik hanya 24 persen. Untuk bidang politik ternyata juga bernasib sama, hasil survei menunjukkan 37,5 persen warga menganggap kondisi politik Indonesia buruk, sementara yang menyatakan baik hanya 21,6 persen.

Sementara itu untuk periode yang sama, jika dibandingkan dengan pemerintahan SBY, citra Jokowi saat ini jauh tertinggal. Bila saat ini hanya 40,7 persen warga yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi, dalam periode yang sama, lima tahun lalu, terdapat 70 persen warga menyatakan puas dengan kinerja SBY. Hal itu diungkap Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan saat diskusi Evaluasi Publik Nasional Satu Tahun Pemerintahan Jokowi di kantor SMRC, Jakarta, pada Kamis (9/7/2015).

Adapun menurut hasil survei LSI pada Februari yang lalu, publik yang puas atas kinerja Presiden Jokowi masih sekitar 61,6 persen. Jika dibandingkan dengan data hasil survey SMRC, maka dalam kurun waktu 5 bulan kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi menurun cukup drastis.
Sementara itu, hasil survey LSI bulan Februari mencatat kepuasan publik terhadap kinerja awal periode pemerintahan SBY, konsisten di angka 70 persen.

Djayadi menjelaskan, pemerintahan Jokowi harus sadar bahwa masyarakat cenderung tidak puas dengan kinerja pemerintahannya, terutama di di bidang hukum, ekonomi dan politik. Adanya anggapan publik bahwa KY mengalami kriminalisasi sebagaimana KPK, tentu semakin menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi. Walhasil rakyat akan semakin pesimis dan apatis terhadap berbagai agenda penegakkan hukum yang dulu pernah disorakkan di era kampanye Jokowi-JK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun