Secara keseluruhan SBY sukses mendulang manfaat maksimum dari pertemuan tersebut.
1. Pujian yang luas atas sikap kenegarawanan SBY
2. Menepis tudingan yang menyebut SBY ingin merecoki pemerintahan Jokowi. Untuk itu SBY menyatakan akan lebih banyak mendengar apa yang disampaikan Jokowi. Hal itu diperkuat dengan kesan, Jokowi yang butuh bertemu, bukan SBY.
3. SBY pemimpin bijak yang berbeda dengan presiden sebelumnya, wabil khusus Megawati. Pernyataan SBY bahwa dia punya kewajiban moral membantu presiden berikutnya, lalu diikuti dengan pertemuan di Bali, tentu boleh diklaim sebagai sebuah tradisi baru yang baik, sebagaimana beberapa kali beliau ungkapkan dan diamini Jokowi. Dalam hal ini SBY tentu berhak untuk dicatat dalam tinta emas sejarah.
Sementara itu Jokowi memilki hajat yang lebih besar, pertemuan dengan SBY akan menentukan roda pemerintahannya ke depan. Kunci sukses 100 hari Jokowi boleh dibilang ada di tangan SBY. Sederhananya, hanya ada dua hal penting saja yang dibutuhkan dan ingin disampaikan Jokowi pada SBY. Pertama, Partai Demokrat mau berkoalisi ke dalam pemerintahannya. Mengingat saat ini partai koalisi pendukung Jokowi hanya memiliki 36,9% suara di DPR, hal ini tentu akan menyulitkan pemerintahannya. Kedua, agar SBY mau membantunya berbagi beban politik untuk menaikkan BBM sekarang ini, sebelum beliau dilantik.
Sayangnya kedua hal pokok yang ingin disampaikan Jokowi tersebut tidak dalam momen yang tepat, mengingat pra kondisi yang kurang mendukung seperti yang disebutkan di atas. Berkoalisi dengan pemerintahan Jokowi yang didominasi PDIP belum tentu akan membuat PD "happy", secara chemistry selama ini mereka jelas tidak "klop".
Bukan tipikal SBY membuat spekulasi, berkoalisi dengan PDIP yang belum tentu baik bagi partainya, namun dibarter dengan kebijakan tidak populis yang akan menghancurkan reputasi SBY di akhir masa baktinya. Lagi pula tidak lazim presiden yang mau lengser membuat kebijakan yang sangat strategis seperti menaikkan harga BBM. Jika Jokowi gagal mengelola dampak politiknya, tetap saja akan dianggap "dosa" SBY, bahkan Partai Demokrat.
Sementara itu kelangkaan BBM akhir-akhir, mungkin dipandang SBY bukan semata-mata kesalahannya, pembatasan jumlah BBM subsidi adalah kesepakatan dengan DPR, dan PDIP ada di dalamnya. Kemudian hambatan kebijakan menaikkan harga BBM selama ini justru datang dari DPR, terutama PDIP.
Berada di dalam pemerintahan bersama Jokowi tidak serta merta akan membesarkan partai Demokrat, sementara itu jika di luar pemerintahan, PD bisa jadi lebih leluasa meraih simpati rakyat sebagaimana sikap politik yang sebelumnya diambil PDIP.
Jokowi bertemu SBY tidak dalam posisi tawar yang seimbang. Sementara itu SBY yang dalam posisi "nothing to loose", tentu tidak akan mengambil inisiatif dan akan memberikan jawaban normatif terhadap setiap permintaan "sulit" yang diajukan Jokowi.
Pertemuan berikutnya yang dijanjikan SBY antara tim transisi dengan kementrian terkait dalam rangka membahas hal teknis dan program pemerintahan sekarang, boleh dikata sebuah basa-basi . Bukankah di kementerian yang berganti hanya menteri, sementara jajaran di bawahnya masih sama. Artinya dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama, tanpa bantuan SBY sekalipun, Jokowi bisa mengetahui dan mengevaluasi seluruh program melalui para menteri baru yang beliau pilih.