"Pak Tomo harus istirahat saja, Sya. Jadi ibu yang menyaksikan kemajuan kamu ini." jawab bu Siska dengan sedikit memujiku.
"Akh...ibu bisa saja. Saya itu pengen pak Tomo lihat langsung, kalau aku ini bisa membuktikan tantangan pak Tomo dulu itu." jawabku sedikit malu.
"Kamu benci sama pak Tomo, Sya?" tanya bu Siska.
"Gimana ya, bu, dibilang benci tapi saya tetap saja semangat ma tantangan beliau dulu. Jadi gak tau juga, bu..." jawabku sedikit ragu.
"Asal kamu tahu, pak Tomo itu tidak seperti yang ada di pikiran kamu. Dia guru yang baik dan profesional." kata bu Siska membela.
Aku hanya tersenyum, sedikit tak rela ada yang bilang seperti itu.
"Sudah, sekarang kamu selesaikan proposalnya, lusa akan ibu kirim ke panitia Olimpiade Sains Nasional di Jakarta." kata bu Siska mengingatkan.
"Baik, bu, siap selalu." tukasku seraya tersenyum bangga.
Dua Minggu kemudian aku mendapat kabar dari Olimpiade yang aku ikuti. Ternyata proposalku diterima dan itu berarti aku akan berangkat ke Jakarta, sungguh kabar yang membanggakan buatku. Tanpa pikir panjang, aku cari pak Tomo, guru yang sudah menantangku itu.
"Bu Siska, pak Tomo mana? apa masih belum bisa masuk ya,bu?" tanyaku sedikit mendesak dan bangga diri.
Bu Siska hanya diam dan tiba - tiba beliau meneteskan air mata.