Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Meramal Dampak Artificial Superintelligence bagi Manusia Penulis

9 Januari 2025   07:45 Diperbarui: 9 Januari 2025   07:45 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkembangan AI, AGI dan ASI. (Foto: Pexels.com)

Perkembangan Artificial Intelligence (AI) saat ini seolah tidak terbendung lagi. Banyak orang yang belum paham betul apa itu AI. Tapi kini sudah muncul adanya wacana  Artificial Superintelligence atau yang disingkat dengan ASI yang bakal membuat banyak peluang sekaligus risiko bagi peradaban manusia.

Apa beda AI yang kita kenal sekarang dengan ASI ini? Mari kita bahas di sini dan apa dampaknya bagi kita para manusia penulis jika ia memang benar-benar muncul di muka bumi.

Mengenal AGI dan ASI

Pertama-tama mari kita definisikan dulu ASI. Artificial Superintelligence (ASI) bisa dikatakan adalah sebuah bentuk hipotetikal atau pengandaian dari AI yang akan melampaui kecerdasan manusia dalam berbagai aspek, bahkan di aspek kreativitas, pemecahan masalah hingga kecerdasan emosional. Apakah ASI juga akan bisa menjangkau kecerdasan spiritual? Entah saya belum menemukan ada yang menyinggung poin tersebut. Namun, intinya ASI ini nanti bisa membuat Anda terbengong-bengong karena ia saking cerdas dan bijaknya seperti seorang profesor atau filsuf.

Lalu apa bedanya dengan ASI dengan AI yang kita kenal sekarang? Jadi begini bedanya: AI yang kita kenal sekarang ini masih dalam tahap yang kecerdasannya masih belum bisa menyamai manusia.  AI saat ini masih butuh bimbingan manusia. Hal ini ditunjukkan dari kemampuannya memberikan jawaban yang masih kasar dan harus dipoles lagi agar tampak lebih natural dan logis.

Sehingga AI saat ini bahkan belum bisa dikatakan sebagai AGI atau Artificial General Intelligence yang 'cuma' memiliki kemampuan untuk menyamai kecerdasan manusia di beragam bidang. Saya sudah garisbawahi di situ perbedaannya: kalau AGI cuma menyamai, ASI dibuat untuk melampaui kecerdasan kita. 

Apakah AGI ini sudah tercipta? Belum. Menurut laman decrypt.co, bahkan meski CEO OpenAI Sam Altman mengatakan bahwa pihaknya bakal sukses meluncurkan AGI di akhir tahun ini, sejumlah pakar masih meragukan klaimnya tersebut.

Kembali ke topik ASI. Tak cuma melampaui kecerdasan manusia, ASI juga nantinya diramal bakal bisa muncul cuma dalam bentuk entitas komputasional tanpa memiliki wujud fisik. Jadi ia kecil kemungkinan bisa berbentuk sebuah robot seperti C3PO dalam film Star Wars yang bisa berpikir dan berjalan sendiri.

Karena memiliki kecerdasan yang melebihi kecerdasan manusia, ASI juga bisa belajar sendiri sehingga begitu ia diciptakan, ia akan bisa terus mengakumulasikan pengetahuan dan kecerdasan dari sekelilingnya untuk nantinya terus berkembang bahkan tanpa diarahkan dan digiring oleh si manusia penciptanya. Dan kecepatan belajar ASI bisa sangat cepat, tidak terkendala oleh faktor-faktor biologis layaknya manusia seperti gizi, suhu, dan sebagainya. Sementara itu, manusia bisa lebih sensitif terhadap berbagai faktor eksternal yang kemudian bisa memengaruhi kondisi internalnya.

Merasa ngeri dan terancam oleh ASI? Sudah sepatutnya.

Kapan ASI Muncul?

Lalu kapan ASI ini akan lahir? Karena AGI saja belum dipastikan kapan muncul, tentu saja kelahiran ASI ini juga masih berupa prediksi semata. Berdasarkan prediksi sejumlah praktisi dan pakar AI, jawabannya bervariasi. Ilmuwan komputer dan pakar masa depan Ray Kurzweil mengatakan ASI bisa jadi muncul tahun 2045, yang artinya 20 tahun lagi. Lain lagi pendapat 2 pentolan teknologi: Elon Musk dan Sam Altman. Yang pertama mengatakan ASI bakal ada sekitar akhir tahun ini. Yang kedua mengatakan ASI masih butuh pengembangan setidaknya 5,5 hingga 11 tahun lagi. Dengan kata lain, ASI baru bisa lahir jika AGI sudah muncul dan berkembang.

Dampak kemunculan ASI tentu saja tidak kecil dan dangkal. Di sisi positifnya, ASI nantinya bakal bisa menyuguhkan beragam perkembangan dalam bidang medis, sains, dan teknologi. Automasi dan efisiensi akan makin meningkat berkat ASI. Lalu akan tercipta juga bentuk baru kreativitas dan inovasi. 

Sementara itu, ancaman ASI juga tak kalah mencemaskan. ASI bisa berkembang tak terkendali. Banyak masalah etika bakal muncul pasca kemunculan ASI karena manusia akan makin mempertanyakan jatidiri dan alasan eksistensinya. Di masyarakat dunia, juga bakal terjadi perubahan radikal dan luas terkait dunia kerja dan kesejahteraan. Jika saat ini saja masalah kesetaraan gender, luas sempitnya kesempatan kerja dan pemerataan ekonomi masih memprihatinkan, bisa kita bayangkan bagaimana kondisi dunia saat nanti ASI muncul jika para pemimpin dunia gagal dalam mengelola kondisi rakyat mereka saat ini. Lagi-lagi, tidak bisa tidak, masyarakat lapisan bawah yang bakal menjadi tumbal perkembangan teknologi ini.

Dampak ASI Bagi Masa Depan Dunia Kepenulisan

Mengingat ASI memiliki potensi untuk melampaui batas kecerdasan manusia, tentu saja nantinya bakal ada peluang bagi ASI untuk menjadi penulis yang lebih bagus daripada para manusia penulis sendiri.

Seperti apa perubahan yang mungkin bisa terjadi? Sifat perubahannya bisa sangat radikal, tak cuma ASI ini bisa menulis cerpen atau novel sendiri tetapi bisa jadi ia akan membuat cara bertutur yang sama sekali berbeda dari cara bertutur manusia, dan menciptakan genre tulisannya sendiri, yang sama sekali baru dan berbeda dari genre-genre yang diciptakan para manusia penulis. Tak tertutup kemungkinan juga ASI bisa menciptakan pendekatan-pendekatan baru dalam karya sastra.

Para manusia penulis akan bisa menikmati kemudahan dalam melakukan beragam riset saat ingin menciptakan karya sastra atau tulisan nonfiksi. Jawaban ASI mungkin akan lebih baik dan kompleks daripada jawaban AI yang kita dapatkan saat ini.

Di era ASI nanti, para manusia penulis seperti saya dan Anda (jika kita masih hidup) jika ingin bertahan haruslah bisa belajar peran kurator atau pengarah tulisan. Peran ini berbeda dari yang saat ini kita lakukan sebagai produsen tulisan. Itu karena ASI bakal bisa menghasilkan tulisan sendiri bahkan lebih cepat dan bagus. Tugas kita nanti sebagai manusia penulis lebih pada mengarahkan dan memilah tulisan mana yang layak dipublikasikan ke khalayak ramai. 

Namun, bukan berarti sudut pandang kita sebagai manusia tak lagi berharga. Justru dengan makin bertaburannya tulisan hasil ASI nanti, kita para manusia penulis harus makin rajin dan vokal dalam mengutarakan perspektif, opini, serta argumentasi mengenai suatu isu penting. Menyelami pikiran manusia menjadi makin penting di era ASI nanti. Karena itulah, tulisan dan konten hasil buatan manusia yang murni tanpa bantuan AI nantinya mungkin akan bisa bernilai lebih tinggi daripada konten dan tulisan ASI. (*/)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun