Sebagai salah satu warga kota satelit di luar Jakarta, saya pernah mengalami rutinitas yang bak 'neraka'. Bangun pukul 4.45 tiap pagi lalu bergegas menuju ke stasiun kereta yang terdekat dengan rumah saya, untuk duduk selama 1,5 jam di gerbong kereta hingga kemudian naik ojek lagi ke tempat kerja. Jadi total waktu di jalan bisa mencapai 2 jam dan itu artinya dalam sehari bisa total 4 jam di atas roda.Â
Bayangkan berapa banyak waktu yang saya buang cuma untuk bengong main ponsel di gerbong. Sehabis jam kerja, juga saya harus berjibaku dengan lelahnya mengantre dan menunggu kereta ke jurusan rumah dan bisa saja gerbong penuh dengan orang yang hendak ke arah yang sama. Belum lagi jika cuaca buruk. Bayangkan harus memenbus hujan di saat pagi buta dan bergelut dengan kemacetan.
Ironisnya, saya adalah pekerja yang bergerak di bidang kesehatan fisik dan mental. Pekerjaan saya sebagai guru yoga membuat saya merasa: "Kok gini amat ya cari duit?" Saya tidak bisa mengimbau murid saya untuk melakoni pola hidup sehat jika saya sendiri menjalani pola hidup yang kurang bersahabat untuk kesehatan saya. Saya merasa munafik.
Hingga akhirnya saya 'mengibarkan bendera putih'. Saya merasa tidak bisa lagi menerima rutinitas semacam itu sebagai bagian hidup saya sampai jadi "remaja jompo". Berikut adalah 6 cara yang saya lakukan agar bisa meninimalkan dampak buruk aktivitas commuting yang lama dan melelahkan bagi kesehatan fisik dan mental.
Makan Sehat
Untuk menjaga kesehatan dan terhindar dari tren remaja jompo, selalu terapkan pola makan yang teratur dan konsumsi makanan sehat penuh gizi. Makanan sampah akan makin membebani kerja badan Anda sehingga badan akan makin sakit-sakitan. Ini sudah hukum alam jadi jangan Anda sampai sepelekan. Makanlah teratur dan cuma makan makanan yang berfaedah bagi kesehatan badan. Begitu Anda mengabaikan makanan sehat, badan akan makin rapuh dan cepat menua.
Jika memang merasa makanan Anda belum begitu bergizi, lengkapilah nutrisi dengan mengonsumsi multivitamin atau superfood untuk sekadar mengimbangi meskipun tidak bisa 100% mengganti kekurangan tersebut.
Rutin OlahragaÂ
Yang saya lakukan jika belum memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan lain ialah dengan menyisihkan waktu untuk melakukan beragam upaya pemulihan dan pemeliharaan kesehatan.Â
Caranya dengan berolahraga sebelum atau setelah bekerja. Capek? Tinggal sesuaikan level intensitasnya saja.Â
Misalnya jika Anda berangkat kerja agak siang, Anda bisa bangun lebih pagi untuk jalan kaki atau lari pagi. Kalau memang berangkat pagi dan pulang sore, maka sisihkan waktu untuk berolahraga di malam hari.
Jenis olahraganya pun usahakan jangan yang butuh tempat khusus dan mahal. Pilih yang bisa dilakukan di rumah atau di dekat rumah. Karena semakin minim upaya, semakin kita bisa setia pada jadwal berolahraga ini.Â
Jika Anda jauh dari gym, ya sudah beli alat untuk latihan beban di rumah berupa dumbbell saja agar tak perlu ke luar rumah untuk berolahraga. Kalau malas untuk lari ke jalan, coba untuk lari di sekitar rumah saja. Jangan jauh-jauh.
Intinya sesuaikan jenis olahraga dengan kondisi dan kebutuhan Anda. Jangan dibuat rumit, ribet dan penuh ekspektasi macam-macam.
Berolahraga sangat penting agar mencegah rasa cepat lelah di otot-otot akibat perjalanan commuting yang lama dan jauh.
Tidur Cukup
Kemudian juga yang tak kalah penting ialah jam dan kualitas tidur malam yang cukup. Saat bekerja dengan rutinitas commuting setiap hari, Anda tidak bisa mempertaruhkan jam tidur. Jika Anda kehilangan jam tidur satu jam saja, efek ke badan akan langsung terasa. Mungkin meriang, pusing, demam, yang nantinya membuat Anda tak bisa menjalani aktivitas dengan maksimal.
Untuk itu, selalu disiplin dengan waktu tidur Anda. Jangan gunakan ponsel jelang jam tidur. Tapi bagaimana jika masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan? Itu lain cerita. Tapi jika Anda masih harus bekerja di rumah, bukankah itu saatnya bertanya pada diri Anda sendiri apakah Anda sudah bekerja secara efektif atau apakah atasan atau perusahaan tempat Anda bekerja masih peduli dengan kesehatan dan keseimbangan kerja-hidup Anda. Jika rasanya jawabannya tidak, saatnya mungkin mengevaluasi semuanya.
Pilih Tempat Kerja yang Lebih Dekat
Jika bisa, pilihlah pekerjaan yang kantornya atau lokasinya lebih dekat dengan rumah. Akan lebih baik jika Anda bekerja di rumah malah. Saya sendiri sekarang bekerja lebih banyak di rumah dan mengurangi pekerjaan yang mengharuskan untuk melakukan perjalanan jauh kecuali jika memang sangat perlu. Jika bisa saya selalu meminta untuk melaksakan tugas itu di rumah saja demi efisiensi.
Jika memang belum memungkinkan untuk kerja di rumah, Anda bisa memilih tempat kerja yang lebih dekat dengan stasiun kereta commuter yang Anda pakai. Anda bisa menghemat waktu dan ongkos perjalanan ekstra plus mengurangi stres tambahan saat harus menempuh perjalanan dari stasiun ke kantor.
Cari/ Ciptakan Peluang Kerja di Dekat RumahÂ
Juga cobalah untuk merencanakan strategi menciptakan pekerjaan baru untuk Anda sendiri di dekat rumah dalam beberapa tahun ke depan sehingga Anda tak lagi harus saban hari ke Jakarta sampai tua nanti. Misalnya dengan membangun bisnis sendiri, membuat toko, rumah makan, membuat peternakandan sebagainya.
Rencana masa depan semacam ini juga bisa membuat Anda terdorong untuk meningkatkan kualitas hidup sehingga tidak begini-begini terus. Selain itu, kreativitas dan problem solving skills Anda juga akan makin terasah dengan menantang diri sendiri untuk menemukan atau menciptakan kesempatan kerja lain yang lebih dekat dengan tempat tinggal. Hal ini memang susah jadi Anda perlu melakukannya secara bertahap.Â
Siapkan MentalÂ
Untuk menghindari tren remaja jompo, Anda juga harus berani meninggalkan kebiasaan dan pola pikir bahwa untuk mengais rezeki dan nafkah halal harus ke ibu kota dengan status pekerja. Bisa jadi bakal ada banyak tantangan yang dihadapi misalnya penurunan jumlah pendapatan, fluktuasi penghasilan dan menurunnya kepercayaan diri karena tak bisa sestabil gaji saat Anda bekerja di ibu kota tetapi toh kesehatan fisik dan  mental Anda lebih baik dalam jangka panjang. Kelola juga ekspektasi Anda karena nantinya pasti bakal ada fase penurunan penghasilan meski tak menutup kemungkinan bisa juga penghasilan Anda melebihi gaji bulanan di Jakarta.Â
Hal ini perlu disiapkan karena mau tidak mau pekerja manapun bakal menghadapi berakhirnya hubungan kerja dengan berbagai alasan. Ada yang diakhiri secara paksa karena kondisi ekonomi makro yakni PHK massal. Ada yang karena usia yaitu karena sudah masuk usia pensiun. Ada juga karena faktor lain misal makin banyaknya tenaga kerja yang lebih kompetitif dan mau dibayar lebih murah. Intinya, pekerjaan Anda sekarang ini bisa lepas dari genggaman tangan kapan saja dengan cara yang tak terduga-duga. Jadi mari siapkan mental untuk itu. Dengan begitu, Anda akan lebih tenang dan legowo/ ikhlas begitu hal itu menimpa Anda cepat atau lambat. Dan jika Anda sudah ikhlas, tingkat stres saat bekerja pun bisa dikendalikan. Bekerja akan menjadi lebih minim tekanan karena Anda sudah tahu bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dihindari dalam hidup. Yang Anda bisa lakukan adalah bersiap dan menghadapinya dengan sebaik mungkin. Begitu pemahaman ini muncul, stres akan menurun dan badan akan lebih segar dan kondisi stres yang terkendali ini lebih baik untuk kesehatan badan sebab stres berkepanjangan adalah pangkal dari banyak penyakit. (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H