Pernahkah Anda menemukan orang tua yang lebih senang mencekoki anak mereka dengan beragam suplemen karena anak mereka enggan makan real food seperti sayur dan buah-buahan segar?Â
Bisa jadi ini adalah solusi terakhir untuk mencegah defisiensi vitamin dan mineral pada badan anak-anak yang tak suka makanan segar minim olahan dan bahan-bahan tambahan. Akan tetapi apa jadinya jika kita melazimkan gagasan bahwa suplemen bisa dijadikan 'jalan pintas' untuk meraih kesehatan?
Akhir-akhir ini, tren konsumsi suplemen sudah memasuki tahap yang tak masuk akal alias irasional. Seolah semua masalah kesehatan bisa dipecahkan dengan mengkonsumsi satu pil suplemen X atau Y setiap hari.Â
Sebaliknya, saya percaya bahwa jika kita sudah makan bahan-bahan makanan yang sudah disediakan oleh alam ini, yakni real food atau makanan utuh minim olahan, kita sudah tak butuh suplemen pabrikan lagi. Alam telah menyediakan makanan terbaik yang memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh kita agar tetap berfungsi normal hingga tua.
Tak Tergantikan Suplemen
Keyakinan saya akan khasiat real food yang tak bisa tergantikan suplemen pabrikan ini ternyata diamini oleh hasil sebuah riset ilmiah tahun 2011 oleh tim peneliti Linus Pauling Institute di Oregon State University, Amerika Serikat.
Mereka mengungkapkan bahwa manfaat kesehatan dari brokoli hanya bisa didapat dengan mengonsumsi sayuran utuh, bukan dari suplemen. Lebih lanjut, dikatakan bahwa brokoli membutuhkan enzim myrosinase untuk menghasilkan senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan (sulforaphane dan erucin). Kebanyakan suplemen tidak mengandung enzim ini, sehingga penyerapan senyawa bermanfaatnya 5-8 kali lebih rendah dibanding mengonsumsi sayuran utuh, demikian jelas peneliti. Manfaat serupa juga ditemukan pada sayuran sejenis seperti kembang kol, kubis, dan kale.
Cara memasak juga sama pentingnya. Untuk mendapatkan nutrisi optimal brokoli, jangan memasaknya sampai terlalu lama. Cukup dikukus 2-3 menit dan diangkat lalu disajikan.
Peneliti mengatakan bahwa meski memang ada beberapa vitamin dan mineral bisa efektif dalam bentuk suplemen, untuk brokoli dan sayuran sejenisnya, cara terbaik adalah mengonsumsinya dalam bentuk sayuran utuh.
Jadi intinya adalah untuk mendapatkan manfaat kesehatan optimal dari brokoli, konsumsilah sayuran aslinya, bukan suplemen. Bisa jadi hal ini juga berlaku untuk bahan makanan lainnya. Sayangnya belum ada penelitian khusus untuk bahan-bahan makanan yang dianggap superfood (makanan dengan kandungan gizi tinggi) yang biasanya dijadikan suplemen dan dijual bebas misal ginseng, jahe merah, omega 3, kolagen, dan sebagainya.Â
Karena itu, kita harus waspada bahwa mengkonsumsi suplemen tidak serta merta memenuhi kebutuhan gizi kita yang kurang. Belum lagi ada risiko kena tipu produsen nakal yang mengakali konsumen dengan memberi bahan-bahan palsu di dalam produk dan mengklaim seolah suplemen tersebut berkualitas prima padahal 'aspal'. Kasus semacam ini sudah ada yang ditemukan di marketplace, misalnya sejumlah suplemen kolagen yang dicap bisa membuat kulit kenyal padahal setelah diteliti di lab, kandungannya cuma gula dan pemanis buata serta pewarna.Â
Karena itulah, lagi-lagi saya percaya bahwa bagaimanapun juga real food tidak bisa digantikan oleh suplemen bahkan yang impor dan harganya selangit.
Khasiat Awet Muda Real Food
Definisi "awet muda" di sini bukanlah cuma kulit yang kencang dan rambut tanpa uban, tetapi lebih pada bagaimana sel-sel, jaringan dan organ penting dalam tubuh kita masih bisa berfungsi normal meski usia makin menanjak. Karena menurut saya adalah percuma untuk memiliki kulit glowing tapi ginjal sudah tak bisa berfungsi, atau kulit muka putih mulus tapi punya diabetes mellitus tipe 2. Itu 'awet muda' yang cuma sebatas kulit luar. Di tingkatan sel, jika sudah sakit-sakitan, artinya badan kita sudah jompo luar biasa.
Sebuah penelitian dari Norwegian University of Science and Technology (NTNU) menemukan bahwa setiap makanan yang kita masukkan ke tubuh bisa memengaruhi ekspresi gen (rangkaian proses penggunaan informasi dari suatu gen untuk sintesis produk gen fungsional). Produk-produk tersebut dapat berupa protein, juga gen penyandi non-protein seperti transfer RNA (tRNA) atau gen RNA inti kecil (snRNA) yang mana keduanya merupakan produk RNA fungsional. Sederhananya, beberapa jenis makanan bisa membuat gen-gen tertentu dalam badan ini bekerja berlebihan, yang pada gilirannya memicu proses penuaan lebih cepat.
Menurut ilmuwan, makanan yang memicu proses penuaan lebih cepat ialah diet tinggi karbohidrat. Berkebalikan dari real food, junk food adalah makanan dengan kandungan kalori, lemak, gula, serta garam yang tinggi. Namun, kandungan vitamin serta serat pada junk food bisa dibilang sangat rendah.
Penelitian menyatakan bahwa komposisi makanan ideal untuk kesehatan menurut gen kita adalah 1/3 protein, 1/3 lemak, dan 1/3 karbohidrat (maksimal 40% kalori). Sementara itu, jenis asupan tinggi karbohidrat(65%) membuat gen-gen tertentu bekerja berlebihan, yang bisa memicu peradangan metabolik dan meningkatkan risiko penyakit seperti penyakit kardiovaskular, kanker, demensia, dan diabetes tipe 2.
Untuk memperlambat laju penuaan, konsumsilah real food dengan pola makan 5-6 kali sehari dalam porsi kecil atau sedang. Jangan juga lewatkan sarapan dan makan malam. Kurangi kentang, nasi, dan pasta dan pindah ke sumber karbohidrat kompleks. Pilih makan ikan daripada daging merah. Jangan juga berlebihan dalam konsumsi buah-buahan tinggi glikemik seperti buah matang dengan rasa manis dalam jumlah besar sekali makan.
Tak perlu menunggu lama, efek perubahan bisa terasa hanya dalam 6 hari! Nah, bagaimana? Apakah Anda akan konsisten konsumsi real food daripada suplemen dan junk food? (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H