Tak bisa disangkal lagi bahwa The New Yorker merupakan media Amerika Serikat yang memiliki nama besar di dunia.
Dengan umur 99 tahun, kredibilitasnya menjulang tinggi hingga kini sebagai media yang bergengsi. Cuma penulis-penulis terpilih yang bisa menayangkan karyanya di sini saking ketatnya proses seleksi dan penyuntingan di redaksinya.
Didirikan tahun 1925 oleh Harold Ross dan Jane Grant, ia muncul dalam bentuk majalah yang memuat artikel-artikel soal jurnalistik, komentar soal fenomena sosial/ budaya/ politik, esai kultural, karya fiksi/ cerpen, satir, kartun, dan puisi.
Media ini berkembang juga di era digital dengan membuat website yang menjual paket berlangganan. Anda bisa menikmati fiksi serius, artikel laporan investigasi lapangan, dan ulasan-ulasan menarik soal budaya.
Tulisan-tulisan yang dimuat di majalah dan website New Yorker bisa dikatakan terjamin mutunya.
Topiknya menarik, isinya memperkaya wawasan dan yang paling utama teknik penulisannya sangat mahir, tak bisa ditemukan di media-media baru lain yang cenderung mengejar kecepatan dan meninggalkan kompleksitas dan kekayaan dalam pembahasan topiknya.
Patut dimaklumi karena proses reportase, riset, penulisan hingga penyuntingan dan fact checking-nya bisa makan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Karena itulah saya tertarik untuk membahas soal teknik menulis artikel ala The New Yorker ini. Dengan bantuan claude.ai, saya menguliti anatomi 2 artikel: "When France Takes Its Clothes Off" dan "The Case Against Travel". Dua artikel ini saya pilih secara random saja. Tidak ada alasan khusus karena lebih fokus pada struktur tulisan dan teknik menulisnya.
Judul yang Tidak Asal-asalan
Struktur tulisan mirip seperti badan makhluk hidup. Seperti manusia yang punya kepala, mari kita mulai menelaah dari 'kepala' artikel dulu alias judulnya. Kedua judul tersebut menarik, memantik keingintahuan pembaca.
Alasannya karena di situ ada personifikasi (Perancis dianggap sebagai sesosok manusia yang menanggalkan pakaian) dan ada juga majas paradoks di judul kedua (karena semua orang sepertinya suka melancong, jadi kenapa ada yang membencinya? Kenapa?). Yang tak kalah penting ialah pemilihan subjudul yang lebih menyeret perhatian ke dalam artikel tersebut.Â
Misal di artikel "The Case Against Travel", subjudulnya begini: "It turns us into the worst version of ourselves while convincing us that we're at our best." (Melancong memunculkan versi terburuk dari diri kita sementara di saat yang sama meyakinkan kita bahwa kita sedang dalam versi terbaik diri ini).
Subjudul ini sangat bertentangan dengan opini banyak orang soal melancong/ traveling. Apalagi di Indonesia, sebuah budaya yang orangnya masih sangat kurang memanfaatkan liburan mereka dengan bepergian ke tempat lain terutama di luar negeri.
Sementara itu, judul "When France Takes Its Clothes Off" - judul ini bernada provokatif dan membuat pembaca penasaran. Subjudulnya juga informatif, memberikan konteks lebih mendalam soal isi artikel.
Tulisan di New Yorker selalu berkualitas dan menarik. (Sumber gambar: Wikimedia Commons)
![Tulisan di New Yorker selalu berkualitas dan menarik. (Sumber gambar: Wikimedia Commons)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2024/09/21/screenshot-2024-09-21-at-11-11-03-66ee477c34777c50725bccd2.png?t=o&v=770)
Argumentasi Kuat Sejak Dibuka
Terlalu lama berputar-putar adalah kelemahan penulis pemula. Di kedua tulisan The New Yorker ini, penulis-penulisnya menyusun bagian pembuka yang bisa dikatakan kokoh dalam menyampaikan premis atau gagasan utama yang secara otomatis menentukan nada opini/ argumentasi dalam tulisan.
Sudah jelas dari kalimat pertama tulisan bahwa di sini pembaca tidak akan menemukan penulis yang mengagung-agungkan aktivitas bepergian dan berdarmawisata. Ini yang bisa bikin kita makin ingin tahu: "Kok bisa dia benci traveling? Bukannya traveling menyenangkan?"
Di artikel Perancis, penulis membuka dengan sebuah foto hitam putih dan uraian panjang soal suasana kontras antara aturan berpakaian museum yang ketat pada hari-hari biasa dan aturan yang lebih bebas di sebuah acara pameran naturis yang membolehkan pengunjung menanggalkan pakaian seluruhnya untuk mendapatkan sensasi pengalaman yang lebih utuh sebagai bagian kaum naturis di negara Napoleon Bonaparte tersebut.
Maka dari itu, sebagai penulis, kita jangan sampai membuat bosan dan bingung pembaca dengan memberikan pembuka yang bertele-tele. Jangan suguhi pembaca dengan fakta-fakta basi yang sudah diketahui sejak zaman nenek moyang.
Berputar-putar seperti itu sudah jadi pola menulis yang lazim ditemui di pola tulisan orang Indonesia yang dalam berkomunikasi memang sering berbelit-belit sebelum sampai ke poin utama yang paling penting.
Penggunaan Data Historis dan Sumber untuk Mengokohkan ArgumenÂ
Meskipun ini adalah tulisan bernada opini tetapi bukan artinya bisa ngawur dalam menulis. Opini atau argumen di sini harus didukung dengan data dan sumber terdahulu yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Misalnya di artikel traveling tersebut, penulis mengutip dan menyarikan pendapat sejumlah pemikir hebat dunia yang tak banyak orang tahu soal sisi buruk traveling.
Dengan demikian, penulis seolah mengatakan bahwa hal ini bukan cuma perasaannya tetapi hal itu sudah divalidasi orang-orang terkemuka sebelumnya.
Lalu di artikel Perancis, penulis lebih memilih menggunakan data dan statistik untuk mendukung argumennya. Ia menuliskan soal jumlah naturis di Prancis (4,7 juta) untuk memberikan konteks. Terlihat juga kepiawaian penulis dalam memperkaya tulisan lewat pilihan referensi historis dan data yang disajikan. Terasa pas dan serasi serta relevan.
Juga ada rujukan pada sumber-sumber otoritatif atau yang dianggap terbaik di bidangnya dalam tulisan-tulisan ini.
Nah, sebagai penulis, Anda juga harus rajin menelaah data dan referensi sebanyak mungkin. Jangan antipati dengan perpustakaan dan buku dan sumber-sumber yang terlihat rumit dan mengintimidasi. Di sinilah nantinya kualitas tulisan Anda bisa ditentukan dan dibedakan dari artikel ngawur bikinan AI atau artikel tulisan penulis pemula.
Batasi Cakupan Diskusi dengan Tegas dan Jelas
Ada banyak penulis pemula yang tulisannya panjang tapi kosong melompong, melebar ke mana-mana. Itu karena mereka dari awal lupa membatasi area cakupan diskusi di tulisan. Tak heran, tulisannya tidak fokus dan tumpang tindih. Membingungkan pembaca dan akhirnya disingkirkan.
Dalam tulisan soal traveling misalnya, penulis dari bagian awal menjelaskan perbedaan definisi "travel" dan "tourism" yang bisa tumpang tindih, membingungkan pembaca, dan membuat tulisannya tidak fokus, alias kabur. Tindakan ini bagus dan sudah seharusnya.
Dalam tulisan soal naturis Perancis, penulisnya juga tidak segan menjelaskan duduk permasalahan perbedaan antara dua hal yang mirip. Ia dengan sabar dan detail menjelaskan perbedaan antara definisi "naturisme" dan "nudisme" yang masyarakat umum tak ketahui secara baik. Ini sangat fundamental agar pembaca tidak keliru memahami isi artikel nantinya.
Penggunaan Pengalaman Pribadi sebagai Contoh
Saat Anda menyebut dan membahas pengalaman pribadi Anda soal topik tulisan, sudah pasti pembaca bakal lebih mempercayai Anda sebagai penulis.Â
Kenapa? Karena Anda sudah melakoni hal yang sedang dibahas. Tidak ada yang lebih meyakinkan dari sebuah tulisan yang dibuat seseorang dengan pengalaman yang kaya di bidang tertentu.
Di tulisan traveling, pemakaian kasus pribadi itu dituangkan dalam tulisan dengan menyebutkan pengalaman pribadi si penulis saat traveling di negara Abu Dhabi. Di situ ia lebih dapat meyakinkan pembaca soal argumennya bahwa traveling tidak seindah yang dikira orang-orang awam.
Bahwa jika diamati dan dipikirkan lagi lebih dalam, traveling sebagai turis membuat kita seolah bergerak dalam gelembung raksasa yang memisahkan kita dari dunia baru di sekeliling kita.Â
Begitu juga di tulisan soal naturis Perancis, si penulis membagikan pengalaman pribadinya menghadiri acara museum soal naturisme dan sejarahnya di Perancis.
Hal ini menambah kredibilitasnya sebagai penulis di tulisan tersebut karena itu menunjukkan ia sudah melakukan riset konkret. Bukan cuma asal mengutip sana sini.
Tambahkan Perbandingan, Contoh Konkret
Untuk memperkaya tulisan, kita juga bisa gunakan analogi/ perbandingan serta contoh-contoh konkret untuk memperjelas argumen tulisan.Â
Misalnya dalam tulisan naturis di Perancis, penulis menambahkan secara apik sejumlah contoh nyata berupa acara-acara yang khusus diadakan bagi kelompok naturis misalnya event bersepeda tanpa busana, berkemah tanpa busana, dan sebagainya.
Di tulisan traveling, Anda bisa menemukan sang penulis dengan piawai membandingkan pembicaraan soal perjalanan dengan penulisan akademik dan laporan soal isi mimpi.Â
Perbandingan dan contoh ini bakal lebih menarik jika tampak sekilas tidak berkaitan tetapi jika dicermati ada persamaan yang tersembunyi yang tak banyak orang sadari dan pahami. Di situlah ada unsur kreativitas, kebaruan, inovasi dalam tulisan sehingga tidak membosankan pembaca.
Hanya saja untuk bisa melakukannya, perlu banyak membaca bacaan-bacaan lintas disiplin. Tak melulu harus soal satu bidang tertentu.
Maka dari itu, penulis harus banyak membaca sebanyak mungkin bacaan dari beragam jenis disiplin, aliran, genre, dan sebagainya. Tanpa mendiskriminasi atau terlalu menyukai satu jenis bacaan.
Atau bisa juga penulis menekuni atau menjajal sebanyak mungkin hal baru di luar zona nyamannya. Karena dengan begitu, barulah ia kaya dengan pengalaman dan membawa kebaruan dalam tulisan-tulisannya. Penulis yang aktivitasnya soal itu-itu saja bakal cepat alami kekeringan ide.
Bangun Struktur Argumen yang Bertahap
Penulis yang kampiun bisa menyajikan argumen atau opininya mengenai suatu topik dengan tahapan yang runut dan urut. Dengan demikian, gagasan utama tulisan mudah dipahami pembaca.
Di tulisan soal traveling, Anda bisa menyaksikan adanya penyusunan argumen yang bertahap. Awalnya Anda disajikan definisi, contoh, baru penulis mengupas secara mendalam topik yang dimaksud. Jadi semuanya tertata dengan baik secara berurutan.
Anda juga bisa menerapkan di tulisan sendiri dengan membuat kerangka tulisan yang mengurutkan penyajian definisi masalah atau topik dulu, baru penyajian contoh dan kasus nyata, dan baru menuju ke analisis yang lebih dalam.
Tambahkan Kutipan Langsung
Kutipan langsung membuat storytelling dan narasi tulisan kita lebih cair dan alami. Anda bisa bandingkan tulisan hasil AI dengan kalimat-kalimat dalam novel yang dibuat manusia.
Kutipan langsung juga perlu ditambahkan di tulisan nonfiksi agar tulisan bisa lebih 'bercerita'. Tidak cuma narasi panjang yang melelahkan dan 'kering'.Â
Kutipan langsung membuat tulisan lebih 'bernyawa' dan 'berjiwa' sebab di dalamnya ada perkataan manusia yang disajikan secara utuh. Bukan hasil kondensasi pemikiran atau hasil interpretasi manusia yang menulis.
Tambahkan Humor dan Gaya Bahasa
Uraian panjang dalam tulisan akan bisa lebih menarik jika dibubuhi humor dan gaya bahasa yang menyentil pembaca.Â
Di tulisan soal traveling, Anda bisa menemukan penulis menerapkan gaya bahasa yang tajam serta cenderung sarkastis dengan tujuan agar pembaca bisa memahami kritik yang dikemukakannya terhadap aktivitas melancong/ traveling yang digandrungi banyak orang di seluruh dunia.
Sementara itu, humor bisa menyegarkan tulisan. Misalnya di tulisan naturis Perancis, Anda bisa mendapatkan bumbu humor ringan dalam bentuk komentar tentang toko pakaian di sebuah resor naturis yang kebetulan dikunjungi sang penulis. Unik dan menggelitik!
Transisi Antargagasan yang Halus
Jam terbang tak bisa berbohong. Penulis yang sudah banyak malang melintang paham betul bagaimana pentingnya transisi antargagasan yang semulus mungkin agar pembaca tidak mengernyitkan dahi mereka.
Penggunaan kata-kata penghubung, kata ganti, dan cara bercerita yang kohesif dan koheren membuat potongan-potongan ide tadi bisa terajut apik bak kain-kain perca yang mungil dan dijahit bersama membentuk sebuah selimut yang lebar, hangat, dan tebal. Anda bisa lihat pemilihan pola kain perca tidak asal tapi penuh strategi serta cara menjahitnya rapi. Inilah pentingnya latihan menulis setiap hari.
Simpulan yang Kuat
Ibarat sebuah tali, agar ia bisa menguatkan jalinan antara satu benda dengan yang lain, ia harus diakhiri dengan sebuah simpul yang kuat dan tegas. Begitu juga tulisan.
Tulisan yang baik memiliki bagian simpulan di akhir yang memberikan kesan mendalam. Di tulisan naturis di Perancis, penulis menyuguhkan sebuah paragraf penutup yang bersifat reflektif. Ia mengajak pembaca merenung lebih dalam dan luas dengan sudut pandang pemikiran yang lebih lebar.
Kesebelas poin di atas tentu bukan cuma untuk dibaca tetapi lebih berguna sebagai sebuah panduan umum saja dalam menulis. Yang terpenting lagi-lagi adalah latihan. Karena jika cuma bermain di tataran teori seperti ini, Anda tak bakal bisa menguasainya. (*/)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI