Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Agar Anak Mau Makan Sayur dan Buah di Program Makan Siang Gratis

3 Juni 2024   09:08 Diperbarui: 3 Juni 2024   18:48 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengajarkan anak makan buah dan sayur (Pexels/Alex Green)

SEPERTI kita ketahui bersama, sayur mayur dan buah-buahan segar adalah bagian dari asupan sehat. Sayangnya mayoritas anak-anak kita membenci sayur dan buah. Bahkan mendengarnya saja sudah mual.

Dilansir dari mediaindonesia.com, konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia memang masih relatif rendah, yang menandakan kurang sehatnya pola makan masyarakat juga.

Bayangkan bahwa sebanyak 95,5% rakyat Indonesia mengonsumsi buah dan sayur dengan porsi yang sangat rendah dibandingkan standar kesehatan yang ditetapkan Kemenkes. Demikian ungkap Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, lewat laman mediaindonesia.com.

Padahal pola makan minim buah dan sayur memicu banyak penyakit seperti diabetes, kanker, obesitas, stroke, dan sebagainya yang memang sudah menjadi tren yang makin meluas di masyarakat tak cuma di perkotaan tapi hingga perdesaan.

Masalah kebencian anak-anak terhadap sayur dan buah segar ini ternyata bukan cuma di Indonesia. Di Amerika Serikat, hal yang sama juga ditemui secara luas.

Hal ini seharusnya menjadi salah satu masalah utama yang mendapat perhatian pihak pemerintah dan pelaksana program makan siang gratis di sekolah-sekolah yang akan dilaksanakan di Indonesia nanti.

Makin Banyak Disajikan, Makin Banyak Dibuang

Hal ini karena sebuah studi di Amerika Serikat yang diterbitkan dalam Public Health Reports mengungkapkan bahwa meskipun pedoman makan siang sekolah federal (USDA) mewajibkan siswa untuk mengambil buah dan sayur, namun justru faktanya ditemukan adanya penurunan jumlah konsumsi sayur dan buah di waktu makan siang tersebut. Mengejutkannya, hal itu diiringi dengan meningkatnya kasus pembuangan makanan sebesar 35 persen. 

Studi dari AS ini merupakan yang pertama menggunakan pencitraan digital untuk menangkap gambar nampan makan siang siswa sebelum dan setelah melewati barisan antrean.

Lalu bagaimana agar sayur dan buah bisa tidak sia-sia dan dimakan dengan lahap oleh anak-anak yang menjadi sasaran program makan siang gratis?

Harus Kreatif Olah Buah dan Sayur 

Trik yang diterapkan di Amerika Serikat agar kasus pembuangan sayur dan buah bisa dicegah ialah dengan menerapkan kreativitas dalam mengolah sayur dan buah yang ada sehingga anak-anak tertarik secara visual dan memiliki cita rasa yang relatif lezat sehingga mereka mau melahapnya. Namun, di saat yang sama, cara mengolahnya harus sebisa mungkin mempertahankan nilai gizi buah dan sayur tersebut.

Strategi ini didapatkan dari temuan sebuah penelitian ilmiah oleh Sarah Amin, seorang doktor (Ph.D) dari Universitas Vermont. Amin yang memimpin penelitian ini menyayangkan banyak siswa yang membuang buah seperti apel begitu saja setelah mengambil makanan.

Ia menemukan bahwa setelah diberlakukannya Healthy, Hunger-Free Kids Act 2010 dan mandatnya pada tahun 2012, para siswa sekolah di AS memang menaruh lebih banyak buah dan sayur di nampan, tetapi mengonsumsi lebih sedikit dan membuang lebih banyak.

Studi sebelumnya menunjukkan anak-anak lebih menyukai buah dan sayur olahan seperti saus tomat di pizza atau jus buah daripada jenis utuh. 

Dari studi di atas, ilmuwan berpendapat konsumsi akan meningkat setelah penyesuaian penuh terhadap pedoman, terutama bagi siswa yang mulai bersekolah saat pedoman diberlakukan pada 2012.

Namun pesan pentingnya adalah pedoman harus dilengkapi strategi kreatif lain untuk mendorong konsumsi buah dan sayur anak-anak, dan tidak menyerah begitu saja jika anak-anak membuangnya.

Butuh Keterlibatan Orang Tua dan Masyarakat dan Influencers

Selain menyediakan opsi sayur dan buah olahan tersebut, strategi lain yang disarankan meliputi memotong sayuran dan buah dan menyajikan dengan saus yang menggugah selera.

Di sini, kita paham bahwa dibutuhkan kreativitas agar sajian buah dan sayur dapat menarik mata dan menerbitkan air liur saat aromanya masuk ke dalam hidung, dan mendorong mereka memakannya. Namun, sekali lagi cara pengolahan tadi tidak merusak nutrisi alami buah dan sayur secara besar-besaran.

Strategi lainnya ialah dengan mengiris buah-buahan segar agar lebih mudah dikunyah dan tidak terlihat mengintimidasi anak. Makin mudah untuk dikonsumsi, makin bagus. Karena anak-anak bukan orang dewasa yang mau bersusah payah mengupas buah utuh. Atau bisa jadi karena jari tangan mereka belum cukup kuat dan terampil mengupasnya dan kalaupun bisa malah membuang waktu dan mengurangi kenikmatan menyantap makan siangnya.

Strategi berikutnya ialah  mengadopsi program Farm-to-School, yakni metode penyajian makanan segar yang dipetik dari kebun sendiri dan diolah secara mandiri sehingga kita tahu kualitas dan sehat tidaknya makanan yang masuk ke mulut. Sekolah juga bisa menyediakan lahan kebun sekolah.

Strategi terakhir ialah perlunya program kesehatan masyarakat yang mendorong konsumsi buah dan sayur di rumah. Semua ini lagi-lagi memang membutuhkan kesadaran dan keterlibatan aktif orang tua. Jadi jika anak-anak kita tak mau makan sayur dan buah, cek dulu kebiasaan makan orang tua mereka. Apakah orang tua sudah memberi contoh? Karena jangan-jangan kebiasaan membenci buah dan sayur itu diteladani dari orang tua mereka.

Dan satu lagi yang terpenting ialah bagaimana pihak influencers media sosial juga bisa diajak untuk memasyarakatkan pola makan sehat yang mendorong konsumsi buah dan sayur. Kenapa? Karena anak-anak sekarang sangat mudah dipengaruhi konten media sosial. Jika kampanye makan sehat buah dan sayur bisa dijadikan tren di media sosial, bisa dipastikan anak-anak juga bakal menuruti tren tersebut.

Nah, di sinilah dampak positif program makan siang sehat gratis bisa terasa. Karena ia tak cuma bisa mendorong perubahan pola makan anak-anak tetapi juga mendorong masyarakat secara lebih luas untuk mengadopsi pola makan yang lebih sehat dan seimbang. (*/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun