Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saat Yoga Dipakai sebagai Alat Politik Sekutu Zionis

21 Mei 2024   09:35 Diperbarui: 21 Mei 2024   09:35 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SEBAGAI pelaku yoga, saya tak cuma tertarik untuk menekuni gerakan dan posenya tetapi juga sejarah dan perkembangannya di masa kini.

Salah satu isu paling aktual dari dunia yoga saat ini datang dari tanah kelahirannya, India. 

Di tanah hindustan tersebut, saat ini popularitas yoga dijadikan sebagai sebuah alat politik oleh kelompok Nasionalis Hindu.

Semua berawal dari tahun 2014, saat Perdana Menteri India Narendra Modi mendapat dukungan PBB untuk mengadakan Hari Internasional Yoga secara global, yang sekarang diperingati setiap tanggal 21 Juni.

Dikritik Akademisi

Acara yang tampaknya "tidak berbahaya ini memiliki efek samping yang berbahaya", karena mengklaim kepemilikan atas yoga sambil mempromosikan gagasan tentang supremasi Hindu, demikian tulis Daniel Simpson di bukunya The Truth of Yoga terbitan tahun 2021.

Simpson adalah akademisi dan dosen yang mengajar di Oxford Centre for Hindu Studies. Ia juga praktisi yoga dan seorang lulusan Cambridge University.

Dalam bukunya tersebut, Simpson berupaya menjernihkan sejumlah kekeliruan persepsi/ pandangan masyarakat awam soal hal-hal yang berkaitan dengan yoga kuno, yoga klasik, hatha yoga, dan yoga modern.

'Tunggangi' Yoga

Ambisi Modi sukses besar. Perayaan hari internasional yoga di tahun 2018, 100 ribu orang India mengikuti kelas terbesar sepanjang masa. Belum lagi perayaan di banyak negara lain termasuk Indonesia.

Layaknya para pejabat Indonesia yang memasang foto diri lebih besar daripada timnas sepak bola di poster-poster nonton bareng, Modi juga menunggangi momen itu dengan merilis kartun dirinya yang seolah sedang mengajarkan postur yoga.

Dia juga menyebut yoga sebagai "salah satu hadiah istimewa dari orang bijak India kuno", dan "kunci untuk kebugaran dan kesehatan."

Di saat yang sama, Modi mengecam orang-orang asing yang ingin menjadi lebih bugar dan sehat dengan yoga dianggap melakukan 'perusakan' terhadap yoga.


Pelintir Sejarah Yoga

Rezim Modi di India menurut Simpson telah menggunakan sejarah yoga secara tidak tepat.

Sebuah kampanye pariwisata terbaru menampilkan karya seni gerakan melengkung modern awal bersama slogan: "Kembali ke 3000 SM, dan dapatkan kehidupan yang lebih sehat."

Sebagai akademisi yang kritis terhadap klaim-klaim sepihak tanpa bukti, Simpson mengkritik kampanye tersebut dengan alasan tidak ada bukti yang kuat yang bisa ditemukan tentang praktik yoga asana dari era 3000 SM itu, apalagi dhanurasana---sebuah pose yoga yang pertama kali ditemukan dalam teks-teks pada abad ke-15. Dalam teks-teks ini juga tidak ada disebut manfaat kesehatan dhanurasana.

Intinya, Simpson memandang Modi memelintir sejarah yoga dan menggunakan yoga sebagai bagian dari narasi besar/ agenda politiknya kelompoknya sendiri.

Kukuhkan Pola Pikir Nazi

Tujuan umum agenda Modi terhadap yoga menurut Simpson adalah untuk membawa kembali waktu sejauh mungkin ke masa lalu.

Caranya adalah dengan mengaitkan yoga dengan budaya Veda sehingga  menjadikan yoga bersifat Brahmana sejak awal, bukan perkembangan paralel.

Dan jika Veda ditetapkan pada titik waktu yang jauh lebih awal, mendahului imigrasi dari Asia Tengah, maka orang "Arya" yang disebutkan dalam teks-teks kuno akan menjadi penduduk asli.

Masalahnya versi sejarah dari Modi ini tidak sinkron/ selaras dengan catatan sejarah tradisi lain (seperti di Iran, yang nama negaranya berasal dari kata "arya"). Sejarah versi Modi ini berarti menganggap bahwa orang India pindah ke barat dan bukan sebaliknya.

Teori Modi yang tidak terbukti ini mengemas ulang karya para sarjana kolonial, yang identik dengan Nazi yang sering memuliakan kaum Arya dan peradaban militernya.


Muliakan Bangsa Arya

Gagasan-gagasan seperti ini mendorong cara pandang Nazi bahwa orang Eropa utara adalah keturunan langsung dari ras penguasa kuno tersebut.

Reich Ketiga meminjam simbol-simbol India, mendistorsi makna swastika, yang melambangkan keberuntungan (kata itu sendiri menggabungkan su, "baik," dengan asti, "itu ada"---ditambah akhiran ka).

Membalikkan prosesnya, kaum nasionalisme Hindu modern mengambil inspirasi dari Nasional Sosialisme, dan beberapa aktivis awal mendukung Hitler melawan Kerajaan Britania.

Bahkan hari ini, sang diktator masih dihormati di India karena kepemimpinan yang kuat, dan buku karya Hitler Mein Kampf masih banyak dijual.

Risalah lain tahun 1920-an mengembangkan doktrin Hindutva, yang berarti "Hindu.

Penulisnya, V. D. Savarkar, menyebut India sebagai rumah bagi "sebuah ras" yang berakar di Lembah Indus kuno.

"Umat Hindu bukan hanya sekedar warga negara India karena mereka dipersatukan tidak hanya oleh ikatan cinta yang mereka miliki terhadap tanah air bersama tetapi juga oleh ikatan darah yang sama," tulis Savarkar.

Meskipun India secara nominal sekuler, mentalitas militan ini mendefinisikannya sebagai Hindu, yang menggalang massa melawan Muslim pemakan daging sapi dan kelompok minoritas lainnya, tulis Simpson.

Di akhir pembahasannya, Simpson menulis: "Beberapa gagasannya (Modi -pen) tanpa disadari didukung di kalangan yoga, terutama mengenai tradisi yang abadi, yang wawasan spiritualnya begitu universal sehingga bisa menjadi dasar agama lain. Betapapun menariknya teori-teori tersebut, mereka mungkin juga mempunyai agenda tersembunyi yang jahat."

Haus Kekuasaan

Setelah menjabat sebagai PM India selama 10 tahun, Narendra Modi yang mewakili Bharatiya Janata Party (BJP), sebuah partai berhaluan nasionalis Hindu, masih berambisi mempertahankan posisi, dikutip dari laman NPR.

Jika Anda belum tahu, India saat ini menunggu perhitungan pemilu yang akan diumumkan 4 Juni nanti.

Pendukungnya melihat Modi sebagai sosok yang berjasa dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan penekanan pada warisan Hindu di bawah kepemimpinannya. Namun, para kritikus menyalahkannya atas diskriminasi terhadap minoritas Muslim dan menurunnya demokrasi.

Transparansi pemilu India di era Modi diakui, tetapi ada kekhawatiran tentang penyalahgunaan kekuasaan dan misinformasi.

Skandal terbaru terkait dana kampanye anonim BJP juga menjadi masalah bagi partai tersebut dalam pemilu kali ini. Analis mengatakan kontes menjadi lebih kompetitif, tetapi Modi masih diperkirakan akan menang.

Pro Israel

Di saat berkecamuknya genosida Palestina dan polarisasi di seluruh dunia akibat serangan Israel, India di bawah Modi justru menunjukkan sikap pro Israel, demikian dikutip dari middleeasteye.net.

India sepenuhnya mendukung rencana Israel untuk Gaza. Ini terlihat dari fakta bahwa Modi adalah salah satu pemimpin pertama yang mengecam serangan yang dipimpin Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober. New Delhi juga menahan diri dari pemungutan suara PBB awal dan baru menandatangani resolusi di Desember.

Setelah Pemerintah Afrika Selatan mengajukan gugatan pada Israel ke Mahkamah Internasional, menuduh genosida Israel di Gaza, India tidak mendukung kasus tersebut.

Setelah putusan awal ICJ pada 26 Januari yang mengonfirmasi risiko "masuk akal" bahwa Israel melakukan genosida di Jalur Gaza, India masih menolak mendukung penyelidikan.

Hubungan India dengan Israel telah semakin dekat di bawah kepemimpinan Modi. India adalah pembeli senjata Israel terbesar, mencapai lebih dari $1 miliar per tahun. Perusahaan India dan Israel juga memproduksi senjata di pabrik-pabrik di seluruh India.

Tentu saja, hal ini menciptakan ketegangan dengan pihak-pihak yang memegang teguh prinsip-prinsip kemanusiaan dalam kebijakan luar negeri India.

Semua fakta ini membuat kita harus lebih kritis terhadap kampanye-kampanye soal yoga dari pemerintah India termasuk perayaan Hari Internasional Yoga yang akan digelar 21 Juni 2024.

Karena agenda politik pemerintah India saat ini jelas TIDAK SELARAS dengan nilai-nilai luhur yoga, terutama Ahimsa. (*/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun