Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Studi: Makin Sedikit Orang Kuliah Bisa Turunkan Efisiensi Ekonomi Negara

18 Mei 2024   20:27 Diperbarui: 18 Mei 2024   20:36 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Namun, menurut kompas.com faktanya sekarang Berbagai kebijakan politik pendidikan tinggi di Indonesia memicu kenaikan biaya masuk perguruan tinggi negeri (PTN). 

Semua ini bermuara pada menyempitnya kesempatan masyarakat Indonesia untuk mengenyam bangku kuliah.

Di saat yang sama, otonomi perguruan tinggi malah menjelma menjadi jalan pintas mengkomersilkan pendidikan, bukan menjadi alat tata kelola perguruan tinggi agar menjadi lebih baik.

Persempit Akses Pendidikan Tinggi 

Sebuah penelitian yang didanai oleh National Science Foundation di AS menghasilkan sebuah temuan bahwa para pelajar yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah mengalami kesulitan mendapatkan dana guna membayar biaya pendidikan kuliah dibandingkan dengan pelajar dari latar belakang ekonomi serupa pada tahun 1980-an, menurut Alexander Monge-Naranjo, asisten profesor ekonomi di Penn State University.

"Pada tahun 1980-an, konsensusnya adalah bahwa kendala kredit tidak terlalu berpengaruh bagi mereka yang kuliah," kata Monge-Naranjo. "Tetapi berdasarkan data terbaru, kami melihat pendapatan keluarga dan kekayaan orangtua menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan siapa yang dapat mengenyam bangku kuliah."

Monge-Naranjo mengatakan ada beberapa alasan mengapa biaya kuliah menjadi semakin tidak terjangkau. Selama dua dekade terakhir, semakin banyak pekerjaan bergaji tinggi yang mensyaratkan gelar sarjana. Permintaan tinggi untuk pendidikan universitas menyebabkan universitas menaikkan biaya kuliah, menurut Monge-Naranjo.

Pada saat yang sama, dana yang tersedia melalui program pinjaman pemerintah tetap atau bahkan menurun setelah memperhitungkan inflasi. Selama tahun 1990-an, persentase mahasiswa sarjana yang meminjam dari program pinjaman pemerintah meningkat secara signifikan. Dari mahasiswa tersebut, yang meminjam hingga batas maksimum meningkat tiga kali lipat menjadi 52 persen. Banyak mahasiswa yang juga bergantung pada pinjaman dari lembaga keuangan swasta, kata Monge-Naranjo.

Pada tahun 1980-an, kendala kredit -- faktor yang membatasi akses pendanaan kuliah seperti batasan bantuan keuangan dan pendapatan keluarga -- tidak secara signifikan menghalangi siswa untuk berkuliah, setelah peneliti mengontrol faktor lain seperti nilai SAT, usia, dan ras. Bahkan siswa miskin yang sumber keuangannya terbatas untuk biaya kuliah, namun cerdas, dapat mengakses kredit untuk melanjutkan pendidikan, kata Monge-Naranjo.

Ekonomi Terhambat

Para peneliti, yang melaporkan temuan mereka dalam edisi terbaru American Economic Review, mengatakan terjadi pergeseran pada 1990-an karena lebih banyak siswa berpenghasilan rendah mulai kesulitan mengakses kredit untuk membiayai kuliah. Selama 1990-an, remaja dari keluarga berpenghasilan tinggi 16 persen lebih mungkin untuk berkuliah dibandingkan remaja dari keluarga berpenghasilan rendah.

Monge-Naranjo, yang bekerja sama dengan Lance Lochner dari Universitas Western Ontario, menggunakan data terbaru dari National Longitudinal Surveys of Youth dan Armed Forces Qualifying Test untuk meneliti hubungan antara kecerdasan, pendapatan keluarga, dan kehadiran di universitas.

Menurut Monge-Naranjo, kendala pada bantuan keuangan bisa berdampak luas bagi perekonomian. Ketika pekerja miskin namun cerdas tidak dapat menempuh gelar sarjana, pilihan karir mereka menjadi terbatas. Artinya, kemungkinan besar posisi tersebut akan diisi oleh pekerja yang kurang kompeten dan kurang produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun