PRABOWO SUBIANTO telah ditetapkan sebagai presiden terpilih Republik Indonesia oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 24 April 2024 lalu.
Seperti diketahui dari isi debat presiden yang telah kita semua tonton selama masa kampanye, Prabowo memang diketahui memiliki wawasan pengetahuan dan kemampuan berbahasa yang relatif di atas rata-rata untuk ukuran pejabat publik di negara kita ini.
Dan hal ini makin ditegaskan lagi oleh Prabowo saat ia melakukan wawancara dengan Al Jazeera yang Anda bisa tonton selengkapnya di tautan berikut ini.
Di dalam wawancara ia membeberkan pandangannya mengenai kemenangannya yang kontroversial karena dituduh menang dengan kecurangan yang sistematis oleh kedua lawannya, kemudian dibahas juga kontroversi masa lalunya yang kita semua tahu soal tragedi Mei 1998 yang baru saja kita peringati ke-26 kali, dan harapan-harapan Prabowo sebagai presiden kita dalam beberapa tahun ke depan.
Bagi saya, itu semua mungkin klise dan membosankan. Saya tak begitu tertarik.
Pembaca Sejak Muda
Tapi begitu di akun Instagram Al Jazeera memuat reel Prabowo yang berada di perpustakaan pribadinya, saya langsung menyimak.
Dengan bangga, Prabowo mengatakan: "Anda tahu salah satu passion saya adalah membaca."
Ia menjelaskan masa kecilnya sebagai seorang anak dari ayah yang berprofesi sebagai pendidik dan pejabat. Ayahnya adalah Sumitro Djojohadikusumo, seorang negarawan Indonesia dan salah satu ekonom paling berpengaruh di negara ini. Ia sempat mengisi jabatan menteri di masa Orla dan Orba.
Kegemarannya membaca buku menjadi sarana hiburan, rekreasi, pendidikan, dan pembelajaran.
"Saya bermimpi suatu hari nanti jika sudah memiliki sumber daya yang diperlukan saya ingin memiliki perpustakaan," ungkapnya.
Saya pikir itu agak janggal karena ia terlihat sedang berdiri di tengah ruangan yang dipenuhi rak-rak buku. Apakah itu bukan perpustakaan?Â
Tapi terlepas dari itu, saya mengapresiasi hal tersebut karena dari pemilihan pesan dan fokus pada literasi di konten Al Jazeera ini, rakyat Indonesia terutama generasi mudanya yang memiliki minat baca rendah seolah diajak secara halus oleh presiden terpilihnya untuk juga suka membaca buku-buku bermutu.
Penyuka Karya Sejarah dan Biografi TokohÂ
Ia mengaku menyukai karya-karya Alexander Dumas dan Sir Walter Scott.
Dumas (1802-1870) adalah novelis dan penulis naskah drama dari Perancis yang paling banyak dikenal dengan The Three Musketeers dan novel bertema balas dendam The Count of Monte Cristo.
Lalu Sir Walter Scott (1771-1832) adalah novelis, penyair, sejarawan dan penulis biografi dari Skotlandia yang dikenal sebagai dedengkotnya para penulis genre novel sejarah.
Begitu menjadi prajurit TNI, Prabowo pun membaca banyak buku biografi dan sejarah, termasuk biografi yang membahas tokoh-tokoh revolusioner dari Meksiko seperti Pancho Villa (1878-1923) yang dikenal sebagai pemimpin perang gerilya dan pendukung kuat agrarianisme.Â
Prabowo juga suka dengan biografi tokoh Emiliano Zapata (1879-1919) yang dikenal dunia sebagai pemimpin meletusnya Revolusi Meksiko pada tahun 1910-1920.
Lebih lanjut, Prabowo mengatakan bahwa salah satu buku yang paling memengaruhinya ialah Manual of The Warrior of Light karya penulis Brazil Paulo Coelho.
"Saya merekomendasikan buku tersebut (Manual of The Warrior of Light) kepada siapa saja terutama anak-anak muda yang mau sukses dalam kehidupan," terangnya.
Belajar dari Generasi Terbaik
"Saya pikir apa yang memengaruhi saya adalah bahwa keluarga saya, orang tua saya, kakek nenek saya, nenek moyang saya, semuanya terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia," tuturnya.
Kemudian Prabowo menceritakan bahwa keluarga besarnya juga turut berkorban dalam masa revolusi kemerdekaan. Kakak tertua sang ayah, Subianto, tewas dalam pertempuran. Dan namanya kemudian diberikan pada Prabowo sebagai pengingat bahwa dirinya juga diharapkan oleh orang tuanya untuk bisa melayani rakyat Indonesia dan berkorban semaksimal mungkin demi bangsa dan negara.
Prabowo kemudian membahas soal generasi yang menurutnya terbaik. "Generasi terbaik Indonesia ialah mereka yang berjuang demi kemerdekaan bangsa ini," ujarnya.
Ia merasa beruntung sebab ia bisa tumbuh bersama dengan generasi terbaik ini sebagai mentor dan pemimpinnya.
Gemoy sebagai Gimmick Sementara?
Di sini saya merasa bahwa Prabowo mungkin memang menang secara tak lazim. Ia tak ragu menggunakan gimmick yang terkesan konyol. Tak ada impresi cerdas saat di media sosial ia dikenal luas dengan goyang gemoy-nya itu.Â
Saya pikir ia menggunakan gimmick dan citra gemoy tadi sebagai faktor pembeda saja agar bisa memudahkan rakyat untuk mendukungnya. Bayangkan jika saat itu ia juga menampilkan citra cerdas seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Mungkin sebagian besar rakyat akar rumput akan gagal untuk 'relate' dengan isi debat presiden.
Prabowo juga menyinggung soal oversensitivitas harga diri orang Indonesia saat ada orang asing yang berbicara miring. Menurutnya, orang Indonesia perlu memahami bahwa dikomentari negatif atau direndahkan adalah bagian kehidupan ini. (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H