Tapi jika Anda sendiri punya alasan kuat untuk mencairkan atau memang kepercayaan terhadap BPJS Ketenagakerjaan dalam menangani dana Anda kurang, silakan saja cairkan.
Hanya saja yang saya alami adalah makin lama ditunda, makin malas rasanya mengumpulkan semua dokumen yang disyaratkan dan takut ada dokumen wajib yang sudah hilang atau entah ke mana. Misalnya surat keterangan pernah bekerja di perusahaan yang dimaksud.Â
Kalau ini hilang, Anda harus minta lagi yang asli ke perusahaan tersebut, dan bisa saja HRD perusahaan lama Anda itu sibuk dan Anda bakal 'gigit jari' menunggu. Belum lagi kalau saking lamanya resign sehingga bukti Anda bekerja di sana sudah tak bisa dilacak. Bisa makin pusing.
Untungnya saya masih menyimpan baik semua surat keterangan bekerja dan referensi kerja tersebut. Tak terbayang jika saya harus meminta lagi.
Online Antre Lama, Offline Lebih Instan
Prosedur pencairan dana BPJS Ketenagakerjaan saya ini bisa dua tipe: online dan offline.
Tentu saja saya memilih cara online untuk alasan kepraktisan meski saya sesungguhnya skeptis betul soal ini. Soalnya di pengalaman mengurus cetak KTP hilang, saya di-pingpong alias ditolak oleh petugas di Jakarta karena KTP saya masih di daerah asal padahal menteri mereka saat itu sudah terang-terangan di media sosial mengatakan bisa mencetak KTP di perantauan.Â
Saya mau membantah bagaimanapun juga percuma. Buang tenaga. Apakah saya harus berbusa-busa mendebat sambil menunjukkan reel IG sang bapak menteri dalam negeri soal kebijakan baru itu yang ternyata nihil pelaksanaannya di level bawah? Ah sudahlah.
Benar saja. Saya mengunggah semua berkas dokumen yang diminta oleh BPJS Ketenagakerjaan lewat website resminya di sini.
Saya baca habis prosedur pencairannya di sini lalu diarahkan untuk mengajukan pencairan secara online di lapak asik.
Berkas yang diminta adalah scan kartu BPJS Ketenagakerjaan yang ingin dicairkan dananya, E-KTP, buku tabungan, kartu keluarga, surat pengalaman bekerja di perusahaan tempat kita memiliki BPJS, dan kartu NPWP.