JIKA saya ditanya: "Apakah ada penulis artikel yang kaya raya di negara ini hanya dari menulis?", saya akan menjawab: "Mungkin ada tapi 0,00001% dari populasi Indonesia yang berprofesi sebagai penulis".
Dengan kata lain, orang Indonesia yang menggeluti profesi ini saja langka. Ditambah dengan kriteria kaya/ makmur, angkanya bisa makin sedikit lagi.Â
Datanya sendiri sampai detik tulisan ini dibuat belum ada di Biro Pusat Statistik (BPS) yang notabene adalah badan yang bisa mendapatkan data jenis profesi apapun yang dilakoni rakyat negara ini.
Dalam tulisan saya kali ini, Anda akan menemukan:
- kondisi memprihatinkan penulis saat ini
- modal dan alat kerja yang dibutuhkan untuk bisa menggenjot penghasilan
- langkah-langkah mencapai penghasilan yang lebih besar
Anda bisa tandai artikel ini (bookmark) di peramban untuk dibaca lagi saat senggang karena artikel ini bakal cukup panjang (hampir 2000 kata).
Kerah Putih 'Kere'
Namun, fakta yang sudah kita rasakan sendiri adalah bahwa para penulis banyak yang dibayar kurang layak alias rendah sekali, bahkan di bawah upah minimum regional daerah mereka.
Konsekuensinya, mayoritas penulis hidup pas-pasan jika tidak dikatakan hidup penuh keprihatinan. Atau dalam istilah eufemistik, "prasejahtera".
Mungkin penulis tampak seperti kaum pekerja kerah putih karena lebih banyak duduk dan memandangi laptop atau kertas. Tapi dalam hal penghasilan, mereka bisa dikatakan di level bawah rantai ekonomi masyarakat.
Karena itulah, para penulis juga melakoni pekerjaan lainnya agar 'dapur bisa tetap mengepul'.
Yang paling menyakitkan hati mungkin jika Anda pernah mengajukan permohonan pembuatan paspor, dan Anda menyebut profesi Anda penulis, lalu tetap dimintai surat keterangan kerja di instansi atau perusahaan atau organisasi formal apapun itu.