Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Perlukah Penulis Buku Punya Akun Media Sosial yang Diikuti Jutaan Orang?

7 Desember 2023   14:22 Diperbarui: 8 Desember 2023   16:17 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Almira Bastari tampil dalam workshop "Menulis Buku Hingga ke Penerbit, Apakah Sulit?" pada event Kompasianival 2023. (Foto: Dok penulis)

Tentu tidak, karena hal serupa juga ditemui di industri penerbitan luar negeri.

Almira bersama editor fiksi Vera Kresna (kiri) menyeleksi draft prolog para peserta workshop. (Foto: Dok. penulis)
Almira bersama editor fiksi Vera Kresna (kiri) menyeleksi draft prolog para peserta workshop. (Foto: Dok. penulis)

Reader Service

Membuka akun media sosial bagi seorang penulis sebenarnya bisa disamakan dengan 'fan service' yang populer di ranah kpop saat ini.

Fan service ini dilakukan dengan tujuan untuk menyenangkan hati para penggemar setia. Bentuknya bisa bermacam-macam, dari perilaku sopan saat bertemu para penggemar di bandara, saat jumpa fans, atau membuat konten siaran langsung (live broadcast) di media sosial mereka secara rutin demi memuaskan keingintahuan para penggemarnya mengenai aktivitas para idola.

"Readers service nih kalau kita sebagai penulis," terang Almira.

Media sosial menurut Almira bisa digunakan sebagai alat untuk mewadahi tulisan-tulisan pendek misal berupa kutipan dari para penulis yang tidak bisa dimasukkan ke dalam format buku.

Ada dua hal yang menurut Almira penting untuk dipikirkan masak-masak sebelum kita penulis menggunakan media sosial sebagai alat marketing karya kita.

Sebelumnya, kita harus tentukan dulu apakah nantinya kita lebih ingin dikenal karena pribadi kita atau karena karya-karya kita.

Kalau kita lebih nyaman untuk fokus ke karya-karya kita, maka buatlah akun media sosial yang fokus utamanya adalah karya-karya tulis kita saja. Tidak perlu membahas rutinitas keseharian, tak usah juga menampakkan wajah kita di konten, dan sebagainya. Contohnya adalah apa yang dilakukan penulis Tere Liye alias Darwis yang di media sosial lebih banyak mengedepankan karya tulis daripada selfie, celoteh remeh temeh soal aktivitas harian, atau berbagi soal kehidupan pribadi dan keluarga.

Namun, jika kita tidak keberatan untuk menampilkan wajah dan sebagian kehidupan pribadi kita kepada netizen di media sosial, maka kita bisa membuat media sosial kita lebih fokus pada personal branding. Kita bisa melakukan live Instagram atau TikTok sebagaimana dilakukan penulis Reda Gaudiamo yang merasa nyaman menyapa audiensnya dengan menampakkan wajah dan berbicara langsung di depan kamera.

Yang mana yang lebih bagus? Tidak ada yang lebih bagus. Yang ada adalah yang cocok dengan kepribadian dan preferensi kita masing-masing. Kalau tidak sreg, tidak usah dipaksakan. Jadilah diri sendiri agar berbagi di media sosial tidak menjadi keterpaksaan tapi justru bagian dari pekerjaan sebagai penulis.

Viralitas Karya

Tidak bisa disangkal juga bahwa akhir-akhir ini sesuatu yang viral pasti lebih banyak menyita perhatian masyarakat. Dengan memiliki sebuah akun media sosial apalagi yang jumlah pengikutnya di atas jumlah rata-rata pengguna biasa, peluang untuk memilki konten viral yang menarik perhatian dan mendatangkan pembaca potensial makin tinggi pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun