Guru Gembul juga menyoroti satu preseden buruk bagi kemajuan bangsa yang digadang-gadang akan menjadi negara maju di tahun 2045: riset yang masih belum diprioritaskan pembuat kebijakan.
"Sekarang ditambah lagi dengan masalah bahwa untuk mengadakan riset dan teknologi di Indonesia, negara cuma mengalokasikan uang Rp6 triliun yang disebar ke seluruh bangsa," kritiknya dengan nada tegas.
Ia menganalogikan pentingnya riset dan teknologi itu dengan produk iPhone yang sesungguhnya ongkos produksinya sangat murah tapi dijual Apple Inc begitu mahal. Menurut Investopedia.com, ongkos pembuatan satu unit iPhone 13 Pro ialah US$570 dan dijual US$999 (sumber: apple.com). Jadi bisa dikatakan keuntungan Apple bisa relatif besar berkat gencarnya riset yang mereka lakukan secara kontinu dan konsisten.
Jangan Cuma Dorong Konsumsi
Patut diakui bahwa strategi pemerintah kita saat ini jika ekonomi melemah adalah mencari cara bagaimana mendorong daya beli masyarakat.Â
Kenapa? Karena masyarakat kita adalah masyarakat konsumtif.Â
Guru Gembul menggarisbawahi betapa mirisnya kesenjangan antara prioritas dana yang diberikan pemerintah untuk subsidi BBM yang konon diberikan demi menggerakkan perekonomian tapi pada saat yang sama menempatkan anggaran pendidikan bangsa ke nomor sekian.Â
"Untuk subsidi konsumsi BBM saja Rp500 triliun, tapi untuk riset cuma Rp6 triliun," terangnya dengan nada kecewa.Â
Ini semua karena baik pemerintah dan masyarakat kita masih belum menghargai ilmu pengetahuan, guru-guru, dosen-dosen, Â akademisi dan kalangan ilmuwan.
"Kecilnya dana untuk riset dan pendidikan dibandingkan BBM itu membuat gaji-gaji guru dan dosen juga begitu kecil," tuturnya lagi.
Ia mengatakan jika kini mungkin pemasukannya lebih besar bukan karena digaji lebih layak oleh pemerintah tapi karena digaji YouTube. (*/)