ADA sebagian orang yang nyinyir dengan kemunculan cacar monyet sebagai darurat kesehatan yang baru-baru ini diumumkan WHO. Mereka mengatakan: "Ada-ada saja penyakit zaman sekarang. Paling juga buat bisnis vaksin."
Tapi bukankah begitu hukum alam? Manusia dan penyakit saling berlomba untuk mengungguli satu sama lain.
Kalau kita mau pikirkan lagi, ini adalah perlombaan yang tiada henti. Setelah satu kuman atau virus ditaklukkan, bisa jadi ia menjelma sebagai mutasi lain yang lebih ampuh.
Kita sudah tahu kisah kekebalan kuman setelah dibombardir antibiotik. Dan kisah begini adalah sebuah keniscayaan dalam dunia medis.
Dan dengan banyaknya persinggungan/ kontak kita dengan makhluk hidup lain yang tidak semestinya hidup di dekat kita (satwa liar yang habitatnya di hutan malah kita pelihara di rumah atau kita makan), tidak heran banyak virus dan penyakit baru yang menjangkiti manusia juga. Jadi jangan nyinyir dulu, karena ini juga sebab ulah kita sendiri.
Mari kita pisahkan fakta soal cacar monyet ini dari kebencian dan sentimen negatif kita terhadap para pebisnis vaksin sebab jika kita abai, yang rugi juga diri kita sendiri. Karena tak jarang orang yang benci vaksin lalu menutup mata juga soal fakta ilmiah mengenai bahaya virus atau bibit penyakit baru.
Terlepas dari perdebatan kaitan kemunculan wabah baru dan potensi laba buat bisnis vaksin itu, kita perlu mempersenjatai diri kita dengan fakta-fakta ilmiah soal cacar monyet agar tidak lagi terulang kekonyolan berakibat hilangnya nyawa akibat ketidakpercayaan pada sains sebagaimana yang kita saksikan sendiri di awal pandemi 2020 lalu.
ASAL MULA CACAR MONYET
Jika dirunut ke belakang, penyakit ini sudah muncul dalam radar WHO di tahun 1958 dan telah memicu wabah skala kecil di Afrika Tengah dan Barat. Tingkat kematiannya antara satu dan sepuluh persen.
Setelah itu, di tahun 1971 dan 1978 juga tercatat sudah ada puluhan kasus yang terdeteksi di Nigeria. Dan kini ia menyebar ke wilayah Cekungan Kongo juga.
Lalu di tahun 2017 terjadi wabah lokal di Nigeria yang terjadi kembali, demikian ungkap kepala Center for Genome Sciences di US Army Medical Research Institute of Infectious Diseases.
Dari catatan WHO, wabah cacar monyet sudah terjadi di Sudan tahun 2005, Republik Kongo dan Republik Demokrasi Kongo tahun 2009 dan Republik Afrika Tengah tahun 2016. Di antara 4 September hingga 9 Desember 2017 sudah ada 1 kematian, 172 kasus suspect dan 61 kasus penularan cacar monyet ini.
BIBIT WABAH ZOONOTIK
"Zoonotik" di sini maksudnya adalah jenis penyakit yang menular dari hewan ke manusia. Dalam 6 bulan terakhir, lebih dari 9000 kasus cacar monyet sudah dilaporkan di seluruh dunia di berbagai negara yang bukan wilayah endemik penyakit ini.
Awalnya virus ini dideteksi di Inggris, Portugis, dan Spanyol, terutama pada para pria yang berhubungan seksual dengan pria lainnya.
Yang patut diwaspadai ialah fakta bahwa penyakit ini sudah menyebar ke sejumlah negara dengan cepat. Tak terkecuali ke pasien yang imunitas badannya rendah dan anak-anak yang rentan.
Contoh bentuk dan warna kulit yang kemerahan akibat cacar monyet. (Foto: Wikimedia Commons)
GEJALA-GEJALA CACAR MONYET

Cacar monyet ialah penyakit yang langka sebetulnya. Ia disebabkan virus cacar monyet yang menjadi bagian dari keluarga virus cacar air.
Gejala-gejala cacar monyet ini mirip dengan gejala cacar (variola) juga tapi lebih ringan, demikian menurut laman CDC.gov. Tapi virus cacar monyet ini tak berkaitan dengan virus cacar air ternyata.
Gejala-gejala cacar monyet adalah demam, sakit kepala, nyeri otot dan punggung, kelenjar limfa yang membengkak, rasa dingin, kelelahan berlebihan, kemerahan di kulit yang mirip jerawat atau lecet yang bisa muncul di muka, rongga mulut dan bagian tubuh lainnya dari tangan, kaki, dada, alat vital, bahkan anus.
Kulit kemerahan ini bisa berlangsung selama beberapa tahap sebelum akhirnya hilang. Sakitnya bisa berlangsung selama 2-4 minggu. Kadang ada pasien yang mengalami kemerahan dulu baru diikuti gejala-gejala lainnya. Pasien lain bisa saja cuma mengalami kemerahan tanpa gejala lain.
MENULAR LEWAT BERAGAM CAIRAN TUBUH
Virus cacar monyet ini ternyata bisa menular ke kita lewat air liur (termasuk droplet), air mani/ sperma, air seni, dan sebagainya. Temuan ini dipublikasikan dalam Eurosurvillance dan dipimpin oleh Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal).
Karenanya, untuk mencegah penularan, kita harus mencegah sentuhan langsung dengan pasien yang terinfeksi atau sentuhan dengan permukaan yang terkontaminasi oleh luka pasien tadi. Itu karena luka tersebut bisa membawa darah yang mengandung virus.
Jadi apakah perlu kita memakai masker lagi sebagaimana yang sudah dilakukan saat mencegah Covid-19?
Masih perlu, karena air liur tadi bisa keluar dalam bentuk droplet yang sangat kecil dan terhirup masuk ke dalam tubuh.
Karena bisa menular lewat air liur dan mani, ciuman dan hubungan seksual secara bebas juga membuat kita rentan tertular oleh penyakit ini.
DITAKUTI SEJAK DULU
Virus cacar jenis apapun dikenal sudah menjadi ancaman sejak dulu bagi umat manusia. Virus cacar bahkan dicap sebagai agen atau senjata terorisme biologis yang paling ditakuti manusia.
Virus cacar bisa mengalahkan pertahanan imunitas makhluk inang seperti manusia. Faktor pembatasan inang SAMD9 dalam badan manusia bisa dikalahkan oleh virus cacar padahal SAMD9 ini cukup kuat untuk memerangi sel tumor dan mutasi gen SAMD9 ini bertanggung jawab atas satu jenis kanker serius.
Imunitas manusia dan virus cacar memang terus berlomba-lomba saling mengungguli satu sama lain. Virus cacar terus memperbaiki kekuatannya dari waktu ke waktu agar bisa bertahan hidup dalam inang mereka. Maka tak heran pertarungan melawan virus cacar termasuk cacar monyet ini bakal terjadi sepanjang sejarah umat manusia. (*/)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI