Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kurangi Gula dalam Makanan Kemasan Bisa Cegah Penyakit, tapi Apakah Produsen Peduli?

25 Januari 2022   06:48 Diperbarui: 25 Januari 2022   06:50 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

SAYA tanya: Berapa banyak dari kita yang saat berbelanja memperhatikan kandungan zat gizi dalam makanan atau minuman kemasan? Misalnya kandungan gula, kandungan protein, natrium atau garamnya. Kebanyakan dari kita tak mau ambil pusing menghitung dan tinggal telan saja.

Berbelanja makanan dan minuman kemasan memang praktis. Kita tinggal ke minimarket atau swalayan di sekitar kita dan memilih sepuasnya menurut selera kita di rak-rak toko lalu membayar dengan mudah di kasir. Semuanya dalam hitungan menit bisa terselesaikan. Kita bisa langsung menikmati jenis-jenis makanan seperti biskuit, wafer, permen, dan sebagainya. Itulah kenyamanan hidup sebagai manusia modern.

Tapi di balik kenyamanan itu banyak juga manusia yang terjebak untuk mengabaikan kandungan dalam makanan yang mereka masukkan dalam tubuh mereka ini. Dan ini sungguh mencemaskan karena kita seolah membutakan diri terhadap efek dari apa yang kita konsumsi.

Saya sendiri menyaksikan ada anak kecil yang minum 3 botol minuman ringan berperisa teh dengan kandungan gula yang bisa dikatakan sangat tinggi dalam sehari. 

Kalau untuk sesekali dan si anak aktivitasnya sangat tinggi ya memang tak masalah, tapi namanya lidah manusia, sekali dimanja dan tahu enaknya, biasanya jadi ketagihan. Apalagi ini jika sudah dibiasakan sejak kecil.

Saya pikir sudah saatnya masyarakat sebagai konsumen makanan dan minuman kemasan ini untuk diberikan produk-produk yang kandungan gulanya lebih rendah dari yang sekarang. Simpel saja, karena masyarakat kita ini sudah banyak yang kena diabetes. 

Menurut katadata.co.id, Indonesia menduduki ranking 5 di seluruh dunia dalam jumlah penderita diabetes dengan 19,47 juta jiwa penderita DM. Tingkat prevalensinya sangat besar juga yakni 10,6%. 

Dan faktanya yang menyedihkan adalah diabetes bukan penyakit orang kaya yang kelebihan makan lagi. Para penderita diabetes kini adalah masyarakat menengah bawah yang kebanyakan tak punya pilihan lain selain mengonsumsi makanan dan minuman kemasan yang dijual bebas yang mengandung gula sangat tinggi.Tapi karena bahan makanan ini lumayan terjangkau, mereka pun sering mengonsumsinya. 

Dan seperti kita tahu, soal data masyarakat kita itu dikenal punya kecenderungan abai terhadap pemeriksaan kesehatan. Angka 19,47 juta tadi sangat mungkin cuma 'pucuk gunung es'. Yang tercatat sebanyak itu, yang belum tercatat? 

Belum lagi angka penderita prediabetes atau orang yang gula darahnya sudah lebih tinggi dari normal dan mereka ini usianya makin muda lho. Mereka ini selangkah lagi menuju status diabetes dan tak terdeteksi biasanya.

KURANGI GULA SEKARANG  

Sebuah penelitian mikro simulasi oleh Massachusetts General Hospital yang hasilnya dirilis 2021 lalu di Circulation menyatakan bahwa dengan memangkas 20 persen kandungan gula dalam makanan kemasan dan 40% dari minuman kemasan, para produsen bisa membantu masyarakat mengurangi jumlah kasus penyakit kardiovaskuler sebanyak 2,48 juta. 

Sebanyak 490.000 kematian akibat penyakit kardiovaskuler bisa dicegah dengan menurunkan kandungan gula dalam makanan dan minuman kemasan juga. 

Contoh penyakit kardiovaskuler ini ialah stroke, serangan jantung, dan sejenisnya. Ini memang jenis penyakit yang makin banyak kita temui di masyarakat Indonesia.

Tak usah jauh-jauh, kita pasti punya saudara atau tetangga yang sedang berjuang menghadapi penyakit-penyakit ini. Saya sendiri memiliki seorang nenek yang menderita stroke dan kini telah meninggal dunia. Jadi ancaman ini bukan isapan jempol. 

Anda, saya, atau siapa saja bisa kena dampak kesehatan makanan dan minuman tinggi gula ini jika tidak meningkatkan kewaspadaaan terhadap konsumsi makanan dan minuman kemasan.

Untuk anak-anak muda usia 20-an yang masih merasa bebas mengonsumsi apa saja saat ini, jangan lalai. Anda juga bisa kena dampak negatif konsumsi mamin berkandungan gula tinggi ini. 

Anda bisa secara diam-diam tanpa diketahui menderita prediabetes (kondisi saat gula darah lebih tinggi dari seharusnya). Dan jika produsen memangkas kandungan gula dalam produk mereka, jumlah kasus prediabetes bisa dipangkas sebanyak 750.000 kasus. Ini jumlah yang sangat tak sedikit. 

Bayangkan berapa banyak angkatan produktif kita yang bisa diselamatkan dari diabetes? Ini tentu menyelamatkan bangsa kita dari beban ekonomi akibat penyakit-penyakit degeneratif yang seharusnya bisa dihindari.

DESAK PEMERINTAH

Dari hasil penelitian tadi, rasanya tidak berlebihan jika kita harus mendesak pemerintah kita agar bisa mengeluarkan regulasi yang berpihak pada kesehatan rakyatnya dalam jangka panjang. Karena desakan konsumen sekuat apapun akan kurang efektif bila tidak dibarengi dengan aturan yang jelas dan tegas dari pemerintah.

Hanya pemerintahlah yang bisa menekan para produsen mamin kemasan yang biasanya kandungan gulanya tinggi ini supaya memangkas kandungan gula tadi demi kesehatan konsumen mereka. 

Menurut peneliti, pemberlakukan aturan pemangkasan kandungan gula itu lebih efektif daripada pajak gula, penempelan label kandungan gula tambahan, atau pelarangan mamin berkandungan gula tinggi di kantin-kantin sekolah.

TANGGUNG JAWAB MORAL BERSAMA

Konsumsi gula berlebihan dalam mamin kemasan jelas berkaitan erat  kegemukan dan penyakit-penyakit diabetes melitus dan kardiovaskuler, demikian ungkap peneliti. Di AS saja, diabetes sudah menjadi penyebab kematian nomor wahid. Dan menurut saya dengan adopsi pola makan kebarat-baratan dan gaya hidup yang makin sedentari seperti sekarang, masyarakat Indonesia juga perlahan menuju ke sana.

Kini kita bisa bertanya pada diri kita masing-masing, apakah kita akan membiarkan orang-orang terkasih Anda mengalami penderitaan yang bisa dihindari? Dan sebagai produsen, apakah Anda akan kehilangan laba saat Anda mengutamakan kesehatan konsumen Anda? Lalu sebagai pengambil kebijakan, kalau Anda bisa mengambil langkah untuk mencegah rakyat Anda sakit, kenapa Anda malah harus memilih menghabiskan dana untuk mengobati? 

Semoga tulisan pendek ini bisa mengusik nurani kita untuk segera bertindak sebelum terlambat. Salam sehat! (*/Twitter: @akhliswrites)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun