Ini bukan asumsi belaka karena menurut temuan Agus Nur yang mengatakan dari hasil survei kecilnya tentang sepuluh penulis Indonesia terbaik pada 200 orang pembaca muda saat ini, mereka sudah tidak lagi mengenali sastrawan Indonesia seangkatan Budi Darma.
Dan karena itulah, dirinya merasa sudah saatnya buku-buku sastrawan Indonesia harus diterbitkan ulang agar bisa menjangkau para pembaca muda sastra Indonesia.
Agus sendiri yakin bahwa para pembaca muda ini bukannya tidak peduli pada karya-karya lama itu tetapi karena pasokan buku-buku karya pengarang seperti Budi Darma itu sudah begitu langka. Jadi, daripada salah menyalahkan, ia lebih memilih untuk menempuh solusi untuk menerbitkan ulang.
Namanya sendiri sudah mencerminkan kerendahhatian itu. Nama Budi di Indonesia adalah jenis nama yang semerakyat John di dunia Anglosakson.
Di kerumunan, kita tidak akan bisa dengan mudah mengenali Budi karena ia begitu pendiam. Ia mirip seperti gong, yang baru berbunyi setelah dipukul, diumpani dengan aksi tertentu. Ia tidak bisa berbunyi dengan sendirinya.
Sebagai sastrawan kampiun dengan segudang pengalaman, Budi juga memberikan wejangan berdasarkan pada kesalahan-kesalahannya di masa lalu yang perlu dihindari oleh para sastrawan penerusnya.
"Kesalahan saya adalah kalau saya menulis, saya tidak memiliki niat untuk menerbitkan tulisan tersebut," ia berpesan.
Kemudian Budi mengenang saat awal mula ia dalam proses menulis Orang-orang Bloomington, karyanya yang diterbitkan ulang. Agus Nur bahkan mengklaim buku kumpulan cerpen Budi Darma itu sebagai salah satu buku kumpulan cerpen yang patut dibaca oleh pembaca karya sastra kita tanpa peduli era.
Begitu rampung menulis, ia kirimkan naskahnya ke redaksi majalah Horison kemudian ia diminta Satya Graha Urip agar naskah itu bisa diterbitkan menjadi buku.
Setelah sekian lama stoknya habis, Budi juga tidak memiliki niat untuk menerbitkan ulang. Lalu datanglah Richard Oh yang meminta penerbitan ulang "Orang-orang Bloomington".
Tak disangka-sangka, penerbit Metafor yang menangani karyanya itu ambruk. Tetap Budi bergeming, tak ingin menerbitkannya. Penerbit Noura kemudian berinisiatif menerbitkan kembali karyanya sekarang.