Para penumpang makin tidak sabar untuk keluar begitu melihat para petugas dengan seragam resmi Kommuter Line juga turun gerbong dan berjalan kaki di sisi samping rel.
Dibukalah pintu gerbong secara paksa. Siapa yang mau melarang? Ini darurat.
Seketika berhamburanlah manusia-manusia dari gerbong ke rumah-rumah di samping rel. Ada yang mencari air minum, ada yang ingin salat zuhur, ada yang juga hendak makan siang.
Kembali di saat ini, saya seakan dilempar kembali ke masa-masa kelam perkeretaapian Indonesia. Gerbong-gerbong kereta kelas ekonomi yang tak manusiawi dengan penegakan disiplin yang rendah sekali.
Setelah banyak yang turun gerbong, yang tinggal di gerbong juga tidak berarti duduk manis. Ada yang berjalan ke sana kemari membeli makanan. Seorang ibu bahkan membawa mi instan rebus yang terhidang di piring plastik sekali pakai dengan kepulan asap yang menandakan masih hangat. Demi mengganjal perut.Â
Pokoknya di sini kita bisa melihat bahwa tidak ada satu gelintir manusia mau sengsara. Semua mau enak dan tidak mau memikirkan peraturan atau disiplin lagi karena mereka bisa menggunakan kondisi darurat ini sebagai alasan.
Saya sendiri memutuskan turun lalu pergi karena sudah lelah menanti tanpa kepastian. (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H