Sontak para penumpang gerbong itu merangsek masuk ke gerbong lainnya. Akibatnya gerbong yang saya naiki tiba-tiba ketumpahan penumpang gerbong lain.
Sejumlah perempuan dan ibu-ibu tentu berteriak sebab panik dan syok melihat ada percikan api dan asap.
Sedetik dua detik saya juga terkesiap. Otak saya menyuruh saya menendang kaca jendela di depan saya apabila memang gerbong sebelah terbakar.
Tapi untungnya, kami masih dilindungi Yang Maha Esa. Asap itu tidak disusul kobaran api yang membesar apalagi berkobar.
Selama beberapa saat saya masih berdiri tegak, mencoba menenangkan diri di tengah suasana yang campur aduk dengan kepanikan dan berusaha rasional di saat seperti itu sungguh tidak gampang.
Seorang perempuan di depan saya yang duduk sudah ketakutan. Ia tak mampu berpikir jernih dan menangis padahal dia juga tak bisa ke mana-mana karena pintu gerbong tertutup rapat dan kereta belum sepenuhnya berhenti.
Baru setelah itu petugas dipanggil masinis untuk ke gerbong depan dan makin ramailah orang-orang kasak-kusuk.
Ada yang berceletuk: "Aman nggak nih pak?" Ada getaran cemas di dalam suaranya itu.Â
Seakan suara itu mewakili suara hati segenap penumpang.
Petugas berkata tegas dan singkat: "Jangan khawatir. Semuanya aman ya bapak ibu..."
Kemudian muncul imbauan seorang penumpang: "Matiin hapenya semua."Â