SIANG tadi saya menaiki kereta komuter dari Stasiun Palmerah. Sedianya saya hendak sebuah stasiun di barat sana.Â
Kereta jurusan Rangkasbitung itu tepat tiba pukul 2 siang. Tidak terlambat satu menit pun. Ketepatan waktu inilah yang saya sukai dari moda transportasi satu ini. Murah dan tepat waktu meski agak berjubel.
Minggu siang begini biasanya memang agak penuh tapi entah karena hendak menjelang Ramadan, kepadatan makin menjadi-jadi di dalam gerbong. Tidak ada lagi yang namanya menjaga jarak fisik.Â
Saya tidak ada pilihan. Naiklah saya ke salah satu gerbongnya.
Saya berdiri karena selain karena tidak mendapat tempat duduk, saya laki-laki. Di gerbong ini, laki-laki bukan prioritas. Apalagi laki-laki yang masih muda dan kuat.
Dari Palmerah, cuaca sudah mendung. Tapi saya tak mempermasalahkan sebab toh di dalam gerbong saya terlindung dari terpaan cuaca.
Begitu meninggalkan Palmerah dan menuju ke Kebayoran, hujan turun makin deras dan intensitasnya memang tidak gila. Angin juga memang agak kencang tapi bukan angin puting beliung.
Kemudian setelah merapat ke Stasiun Kebayoran, baru kami merasa agak was-was sebab hujan makin menggelegar. Suaranya terdengar bahkan sampai ke dalam gerbong.
Sesekali terdengar petir. Kilat makin membuat orang cemas.
Sekitar pukul 14.20 WIB itulah terjadi sesuatu yang tak disangka-sangka. Sekelebat mata saya menangkap ada percikan api dan sejurus muncul asap di dalam gerbong di belakang gerbong yang saya tumpangi.