Sebuah studi yang dilakukan oleh Association for Psychological Science (2010) menghasilkan kesimpulan bahwa murid-murid yang bermasalah di sekolah menyedot waktu guru-guru mereka lebih banyak. Dan ditemukan bahwa perbedaan antara anak-anak yang mudah diajar dan sulit diajar bersifat genetis.
Di sini, kita diajak memahami bahwa proses belajar mengajar bukan cuma soal guru mentransfer pengetahuan dan nilai-nilai ke siswa tetapi juga para siswa itu bisa memengaruhi guru-guru mereka sebab belajar mengajar adalah sebuah interaksi sosial dua arah.Â
Jadi jika hasilnya dianggap kurang memuaskan, introspeksi semestinya tak cuma dilakukan pihak guru tetapi juga murid dan orang tua mereka. Dengan demikian, jika diketahui memang yang harus diperbaiki ialah karakter murid hasil didikan di rumah, hendaknya guru tak sepenuhnya disalahkan.
Dan yang patut diperhatikan ialah jika karakter atau sifat yang kurang baik terus berkembang dalam diri murid, guru-guru di tingkat selanjutnya akan menanggung beban yang makin besar.Â
Misalnya jika di tingkat SD sudah terlihat ada karakter yang kurang baik dalam diri seorang murid, para guru anak tersebut di SMP dan SMA akan harus bekerja lebih keras mendisiplinkannya dan membuatnya lebih baik.Â
Di sinilah kita diajak memahami peran penting guru-guru di tingkat prasekolah maupun SD, yang ternyata tugasnya tidak sesederhana bayang kita.
Karena Guru yang Stres Bisa Membuat Muridnya Stres Juga
Sebuah penelitian dari Michigan State University tahun 2017 menyatakan fenomena burnout atau stres berkepanjangan yang ditemukan di antara para guru baru tampaknya bersifat menular. Dan stres berkepanjangan ini diakibatkan karena mereka harus menyesuaikan diri dengan budaya organisasi di sekolah mereka.Â
Guru-guru yang diteliti di sini mengaku bekerja siang malam bahkan hingga akhir pekan demi menyesuaikan diri mereka di sekolah baru. Begitu banyak target dan ekspektasi dari pihak sekolah, orang tua dan pemerintah yang harus mereka penuhi dalam waktu bersamaan.
Tingkat stres guru bisa dikurangi dengan mengubah budaya organisasi di sekolah-sekolah. Ini harus dipahami benar oleh para pembuat kebijakan dan administrator sekolah dan pendidikan. Karena jika guru-guru makin stres, kualitas belajar mengajar tentu akan turut terkena dampaknya.Â
Karena Guru yang Kompeten di Bidangnya Menaikkan Peluang Siswa Mengenyam Pendidikan Tinggi
Menurut penelitian University of Missouri-Columbia (2018), para siswa SMA yang diajar oleh guru-guru yang dulunya lulusan disiplin ilmu tertentu yang mereka ajarkan (daripada guru-guru yang memegang gelar pendidikan secara umum) tercatat berpeluang lebih tinggi untuk mengenyam pendidikan tinggi (S1) dibandingkan siswa yang tidak diajar guru sejenis itu.
Jadi, jika Anda memiliki anak yang ingin lolos ke bangku perguruan tinggi, amati dulu latar belakang pendidikan guru-guru mereka di SMA.Â