Kalau mau dicermati, pekerjaan paling enak itu menulis. Bagaimana tidak? Tinggal duduk, lalu ambil alat tulis atau menyalakan komputer dan mengetik. Untuk mengetik itu memang perlu berpikir tetapi kalau kita manusia yang sehat jasmani dan rohani, berpikir pastinya bukan hal yang begitu susah. Apalagi jika sudah mengenyam pendidikan, sehingga dapat dipastikan sudah banyak membaca dan bisa menuangkan pikiran dan emosi yang ada dalam benak.
Bekerja sebagai penulis juga sebetulnya memangkas banyak kerepotan untuk bepergian. Seorang penulis tidak wajib masuk kantor setiap lima hari dalam seminggu. Dan ia bisa saja bekerja di rumah. Sepanjang ada koneksi internet, segala kegiatan kepenulisan bisa diselesaikan.
Untuk menulis juga tidak perlu banyak modal kecuali kemauan. Kalau Anda belum punya komputer, Anda sekarang bisa mengetik ide di ponsel pintar. Saya yakin di ponsel pintar sudah ada aplikasi pencatat seperti Evernote, Google Docs, atau kalau memang buat sama sekali soal kedua aplikasi tadi, catat saja di surel/ Gmail Anda. Kalau tidak punya pulsa, bisa ke tempat-tempat yang menawarkan koneksi internet gratis.
Kalau tidak punya sumber/ literatur yang memadai dan bisa diandalkan, bisa datang ke perpustakaan-perpustakaan terdekat milik pemerintah (yang gratis) atau swasta (yang berbayar, itupun saya yakin murah). Kalau tidak punya paket data, juga masih bisa baca berita, karena Facebook menyediakan akses web gratis. Sungguh, kita sedang berada dalam era yang sangat mendukung literasi. Informasi membanjiri. Tidak ada alasan untuk tidak tahu, tidak banyak membaca. Yang bisa dipahami mungkin satu: kekurangan waktu. Maka, agar itu tak terjadi, Anda perlu fokus.
Baru-baru ini kita diributkan dengan isu kesejahteraan penulis yang dihembuskan oleh salah satu penulis Indonesia. Saya pastikan ini sudah isu yang usang tetapi terus relevan sepanjang zaman. Profesi penulis memang belum menduduki posisi bergengsi dalam masyarakat kita. Sampai kapan ini harus terjadi? Saya tak akan bahas di sini. Terlalu panjang dan membuang energi.
Jujur saja, menulis dan menjadi kaya itu bisa saja terjadi. Asal tahu caranya. Berikut adalah cara menjadi lebih makmur dengan menulis konten web (non-buku).
- Cara pertama: Jangan menulis yang mudah ditulis
Jika bisa dibedakan ada tiga jenis derajat konten/ tulisan di web yang dihasilkan oleh penulis. Jenis konten pertama ialah konten 'copas' alias hasil salin rekat. Ini konten yang haram seorang penulis masukkan dalam karyanya jika memang ia serius ingin berkarier di dunia kepenulisan. Tiada ampun untuk orang yang mengaku penulis tetapi masih melakukan praktik terlarang itu di blognya, atau karya tulis lainnya.
Jenis konten kedua (yang lebih baik daripada konten copas) ialah konten daur ulang (repurpose). Maksud saya di sini adalah tulisan yang cuma hasil saduran, hasil terjemahan, hasil rangkuman, cukilan dari tulisan lain yang lebih terkenal, serius dan 'berat'. Konten jenis ini membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga intelektual untuk membuat daripada konten 'copas'.Â
Tetapi karena sifatnya yang hanya turunan dari karya asli, konten jenis ini belumlah bisa dianggap konten yang berkualitas prima. Konten ini bisa kita temukan banyak sekali di jagat maya, karena para pembuat konten web tidak banyak ingin menghabiskan waktu untuk membuat konten orisinal tetapi juga menghindari penalti dari Google jika mengunggah konten copas seenaknya di situs web mereka.
Tipe konten yang kastanya tertinggi ialah konten orisinal, yakni tulisan yang dihasilkan oleh penulis yang kompeten di sebuah bidang. Kriteria kompeten ini bisa didapatkan jika penulis memastikan dirinya memiliki kecukupan pemahaman, pengalaman, kedalaman pengetahuan, dan sebagainya sebelum menulis konten.Â
Dibutuhkan waktu bertahun-tahun atau berdekade bahkan untuk bisa mendapatkan predikat kompeten. Maka dari itu, dapat dikatakan inilah jenis konten yang paling susah dibuat karena harus ada ketrampilan dan keahlian khusus. Konten jenis ini juga bisa jadi mengandung informasi yang begitu susah didapatkan. Kemampuan analitis, interpretasi informasi dan data juga mutlak diperlukan. Contoh konten ini ialah tulisan-tulisan hasil penelitian pakar di bidang sains dan teknologi, konten di situs web media-media jurnalisme arus utama (mainstream) soal ekonomi, bisnis, dan sebagainya.
Yang mana yang paling murah dan mudah dibuat? Tentu saja yang pertama. Yang termahal dan tersulit disusun ialah yang ketiga. Jadi, jika Anda ingin menjadi penulis kaya, jangan cuma puas jika sudah bisa menghasilkan uang dari konten jenis kedua. Tingkatkan terus kompetensi diri dengan senantiasa berlatih menulis dan memperkuat jaringan dan memperkaya wawasan.
- Cara kedua: Utamakan kualitas
Daripada bisa menghasilkan 100 artikel sehari dengan pemasukan, katakanlah, Rp100.000, mengapa kita tidak meningkatkan kualitas tulisan kita sehingga bisa menulis cuma 2-3 artikel dengan pemasukan yang sama atau bahkan lebih tinggi? Dengan demikian kita akan bekerja lebih efisien dan hasilnya lebih banyak. Ini yang dinamakan produktivitas, tidak sekadar sibuk tanpa ada hasil yang signifikan tetapi tetap lelah di pengujung hari.
- Cara ketiga: Menulislah untuk pasar yang 'basah'
Jika Anda ingin agar bisa menghasilkan uang lebih banyak dari menulis, berhentilah menulis untuk situs-situs yang target pembacanya berdaya beli rendah atau hanya sanggup membayar Anda sangat murah. Ini bukan soal terkenal tidaknya sebuah media atau peringkat Alexa-nya atau Google Page Rank-nya. Bisa saja sebuah media terkesan terkenal tetapi tak banyak pembacanya yang siap merogoh dompet saat Anda menawarkan produk untuk dicoba.
- Cara keempat: Menulislah dalam bahasa Inggris
Kemampuan menulis dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris, sangat dihargai mengingat internet didominasi oleh bahasa internasional satu ini. Bila Anda memiliki tingkat penguasaan bahasa Inggris yang di atas rata-rata, logikanya menulis artikel web dalam bahasa Inggris akan terasa lebih mudah.Â
Kalau memiliki penguasaan tata bahasa dan kosakata yang relatif kaya serta gaya menulis yang unik, Anda bisa dipastikan bisa mendapatkan pekerjaan menulis konten yang lebih menggiurkan daripada menulis konten dengan bahasa Indonesia. Dan resep saya, agar bisa menulis dalam bahasa Inggris dengan baik, perbanyak membaca konten dalam bahasa itu.
- Cara keempat: 'Kelenturan' intelektual
Yang saya maksud dengan istilah 'kelenturan' intelektual di sini ialah kesanggupan untuk memahami dan menulis soal banyak isu dalam waktu bersamaan. Ini akan menjadi tantangan tersendiri jika Anda bukan orang yang mengikuti semua berita terkini (apalagi jika berita-berita yang beredar bernada negatif, depresif) dan bisa menyesuaikan pemikiran dengan cepat terhadap berbagai arus pemikiran. Namun, sekali lagi, ini soal kemauan dan kerelaan Anda. Jika Anda mau dan bertekad keras, Anda pasti bisa. Cuma itu kuncinya.
Internet adalah sebuah peluang baru bagi kita para penulis. Tidak ada yang lebih haus konten daripada para pengguna internet di abad digital ini. Mereka selalu ingin disuapi konten, baik yang sifatnya informatif (berita) dan menghibur (cerita fiksi dan nonfiksi). Dan kita haruslah memanfaatkannya. Ada penulis-penulis dari era cetak yang tidak bisa mengikuti perubahan ini, dan harus tersingkir. Ada yang bisa menyesuaikan diri dan masih bisa bertahan walaupun era kejayaan media cetak sudah hampir berakhir.
Cara lain yang bisa Anda gunakan untuk menjadi kaya sekejap dari menulis ialah membuat konten yang memuaskan emosi negatif orang karena manusia lebih mudah terpicu oleh emosi negatif seperti amarah, benci dan sejenisnya. Kita bisa menyaksikan sepak terjang jaringan pembuat dan penyebar konten kebohongan Saracen dalam beberapa tahun terakhir yang menjungkirbalikkan Indonesia. Tetapi apakah itu bisa dipertahankan dalam jangka panjang dan membuat kita lebih bahagia dan bangga dengan hasil tulisan kita? Anda bisa menjawab sendiri. (*akhlis.net)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H