Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saya Ingin Karya Saya Diterbitkan dan Terkenal, tapi Tidak Begitu Ingin

29 Februari 2016   12:10 Diperbarui: 1 Maret 2016   03:43 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara akademis, saya tak ada masalah. Saya relatif tak bermasalah kecuali bahwa saya sudah kehilangan semangat setahun sebelum kelulusan.

Saya sungguh beruntung memiliki satu orang teman sebagai editor. Ia membawa saya menemui seorang penerbit dan editornya yang kebetulan seorang kenalannya juga.

Singkatnya ceritanya begini, kami akhirnya sepakat melaksanakan proyek ini bersama. Ini urusan yang serius sehingga saya merasa gugup pertama kalinya.

Kegugupan itu karena inilah proyek buku pertama saya. Dan alasan lainnya ialah karena proyek ini melibatkan lebih banyak orang daripada bayangan saya. Ruang lingkup penulisan buku ini juga luas dan sangat membutuhkan kecerdasan .

Apa yang membuat saya gugup lagi ialah tenggat waktunya. Kami hanya memiliki waktu dua bulan untuk menyelesaikannya.

Kami sebenarnya tidak memulai dari nol. Kami hanya memulai kembali sebuah proyek yang sudah lama terabaikan sehingga sudah ada sejumlah materi yang terkumpul dan tim kami hanya cukup mengisi yang masih belum ada, yang ternyata porsinya sangat banyak. Saya bisa katakan kami harus menyelesaikan lagi 3/4 bagia draft buku itu.

Terdengar gila memang, tetapi kami berhasil melakukannya untuk mencapai tenggat waktu. Meskipun akhirnya ada pengorbanan juga. Saya hampir kehilangan teman editor saya karena kami terlibat dalam pertengkaran via surel selama berpekan-pekan. Kami mungkin menghabiskan separuh masa pengerjaan untuk saling melukai karena masalah 'lambatnya' saya bekerja.

Tetapi inilah penjelasan saya, kelambatan itu bukannya tanpa alasan yang kuat. Saya harus menulis sebuah buku  mengenai topik yang saya sama sekali buta. Misalnya Anda tak tahu menahu soal komputer dan tiba-tiba seseorang datang pada Anda dan meminta Anda menulis buku tentang tema itu dalam dua bulan. Itulah yang saya rasakan saat itu.

Saya pun harus menyeret diri agar bisa menyelesaikan proyek ini. Editor saya juga gusar. Begitu geram ia hingga ia membiarkan saya bekerja sendiri setelah saya mengirimkan sebuah surel berisi imbauan:"Saya tidak bisa bekerja di bawah tekanan seperti ini." Ia membalas panjang lebar untuk menyampaikan dirinya menghormati kebebasan saya sebagai pekerja seni.

Pertemanan kami di ujung tanduk selama proyek ini berlangsung. Dan saya mirip melangkah di sebuah lantai berbahan kaca tipis, yang siap runtuh kapan saja saya tak mengharapkan. Saya ingat saat ini cukup berat bagi pertemanan kami, yang kini syukurnya sudah pulih.

Kini karena saya ditawari seseorang untuk menulis dengan lebih baik dan merintis jalan ke ketenaran sebagai penulis, saya tiba-tiba merasa aneh. Apakah benar ini benar-benar keinginan saya? Menjadi penulis terkenal? Seorang penulis yang karyanya diterbitkan mungkin sudah cukup. Namun itu ambisi yang saya dulu pikir bahwa menjadi seorang penulis hanya butuh duduk dan menulis dan membuat orang banyak membaca karya Anda dan Anda tak perlu banyak muncul (saya memang agak antisosial).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun