Beberapa saat kemudian.
"Jangan dikasih Bu," saya memegang lengan Ibu Aminah dan mengajaknya pergi, "Maaf Ibu, saya tidak bisa memberi lebih tapi mudah-mudahan ini bisa untuk ongkos Ibu pulang dan buat makan malam. Maaf ya Bu." Â kata saya pada Ibu Aminah setelah saya mengajak Bu Aminah menghindari laki-laki tersebut.
"Mbak tasnya?" kata Ibu Aminah.
"Tidak usah Bu,Ibu jual kembali saja untuk besok. Mudah-mudahan laku ya Bu." kata saya.
"Terima kasih ya Mbak?" kata Bu Aminah.
Setelah terhindar dengan laki-laki tersebut dan pamit pulang dengan Bu Aminah saya duduk di sebuah halte untuk menunggu bus. Saya berbicara dalam hati, "Uangku tidak pernah lebih, bahkan untuk bayar kos saja masih kurang."
Kemudian, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang, rintik gerimis menetes di pipi dan di tangan saya. Saya segera masuk ke dalam bus yang datang di hadapan saya, "Pak tolong nanti bangunkan saya ya kalau saya ketiduran? Saya turun di DEPSOS." pesan saya pada sopir karena kondekturnya turun mencari penumpang.
"Ohya mbak," jawab sopir bus yang kemudian meminta saya duduk di depan,"Kalau bisa mbak duduk di depan saja."
Melihat kursi paling depan (Kursi belakang sopir) masih kosong saya langsung duduk di depan setelah sebelumnya duduk di kursi nomor tiga dari depan.
Melihat jam sudah pukul dua puluh lewat lima puluh tujuh menit. Saya yakin saya tidak akan bisa sampai di rumah kost kur[peang dari satu jam, "Fuhhh... Pulang malam lagi."
Hujan turun lebat, saya duduk resah di kursi bus sembari melihat kendaraan-kendaraan yang terhambat di jalan karena macet dari balik jendela bus. Â Sampai di rumah kost pukul dua puluh dua lewat tiga puluh tujuh menit saya langsung mandi, sholat Isya dan segera tidur. Keesokan hari saya bangun kesiangan, saya tidak melakukan Ibadah sholat Subuh. Pukul tujuh saya baru bangun dan bergegas merendam pakaian, mencuci pakaian dan mandi lalu mencari sarapan.