Mohon tunggu...
Adi W. Gunawan
Adi W. Gunawan Mohon Tunggu... lainnya -

Adi adalah Doktor Pendidikan, Dosen Psikologi S1/S2, penulis 22 buku laris bertema Mind Technology dan Pendidikan, trainer hipnoterapi klinis, trainer dan konsultan pengembangan diri, Presiden dari Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, dan Ketua Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

LGBT dan Hipnoterapi

23 Februari 2016   08:40 Diperbarui: 23 Februari 2016   09:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hipnoterapis AWGI telah banyak menangani klien LGBT. Ada yang jumpa terapis karena desakan orangtua atau keluarga. Ada juga yang datang atas kesadarannya sendiri karena merasa tidak nyaman dengan kondisinya.

Satu hal yang pasti, kami tidak memandang LGBT sebagai satu bentuk penyakit atau gangguan kejiwaan. Selaku hipnoterapis kami tidak boleh melakukan diagnosa karena memang tidak dilatih atau tersertifikasi untuk tujuan ini. Kami memandang LGBT sebagai satu bentuk perilaku. Bila Anda teliti membaca tulisan ini, sejak dari awal saya tidak pernah menggunakan istilah “penderita LGBT”. Saya menggunakan istilah “klien LGBT”. Berdasar paradigma ini kami dapat membantu klien LGBT seperti yang mereka harapkan, tanpa melakukan penghakiman, namun dengan dasar welas asih dalam upaya membantu sesama.

Berikut ini adalah beberapa contoh kasus yang telah kami tangani dan berhasil dibantu untuk kembali normal seperti yang klien harapkan. Akar masalah kami temukan di PBS klien menggunakan teknik hipnoanalisis dalam kondisi hipnosis dalam (profound somnambulism), bukan melalui sesi wawancara dalam kondisi sadar normal. Dalam artikel ini saya sengaja tidak membahas caranya karena akan sangat teknis.

Seringkali apa yang diperkirakan menjadi akar masalah atau pemicu perilaku LGBT, menurut klien atau keluarga, ternyata sama sekali berbeda dengan yang ditemukan di PBS klien. Umumnya klien sama sekali tidak tahu apa yang menjadi penyebab atau pendorong perilaku LGBT.

 

1. Pria, 27 tahun, ingin operasi kelamin menjadi wanita.

Akar masalah: Tidak mendapat perhatian dari kedua orangtua, terutama ibu. Saat SD dan SMP sering diolok sebagai banci. Saat klien berpura-pura berperan sebagai wanita, ia mendapat perhatian dari lingkungan. Hasil terapi, klien memutuskan tidak jadi operasi kelamin. 

2. Wanita 31 tahun, menikah punya dua anak, ingin jadi pria. 

Akar masalah: Ayah klien menolaknya saat ia lahir sebagai anak perempuan. Ayah berharap dapat anak laki. Sejak kecil klien diperlakukan seperti anak laki. Klien kurang mendapat kasih sayang dari ayah. 

3. Pria, 19 tahun, gay.

Akar masalah: Saat kecil kurang kasih sayang, terutama dari ayah. Pernah dipukul dan disiksa ibunya sehingga menyimpulkan semua wanita jahat. Saat dewasa sempat pacaran dengan wanita beberapa kali tapi putus semua. Akhirnya memutuskan pacaran dengan pria. Hasil terapi, klien kembali menjadi heteroseks.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun