Sejak menerapkan ujian kompetensi berstandar Internasional pada medio tahun 2013, Saudi Arabia melalui Saudi Commission for Health Specialties (SCFHS) telah bergeliat untuk melakukan seleksi, registrasi dan evaluasi tenaga medis dan kesehatan dalam menerapkan standar dan kualitas yang prima.
Berbagai kebijakan dalam bidang kesehatan mulai dilakukan sejak tahun 2014 seperti peluncuran platform "Mumaris Plus" bagi semua aktivitas registrasi tenaga medis dan kesehatan secara lokal dan global dalam manajemen satu pintu untuk melakukan screening dokumen, examination dan continuing medical education.
Selain itu, SCFHS juga menggandeng pihak ketiga melalui lembaga verifikasi seperti Dataflow Company untuk melakukan pemeriksaan dan pemantauan keaslian dokumen bagi pekerja diluar Saudi Arabia yang meliputi tiga dokumen utama yaitu ijazah, lisensi dan surat pengalaman kerja dari negara asal. Jika hasil verifikasi awal menunjukkan bahwa dokumen asli, maka tenaga medis dan kesehatan dapat melangkah ke tahapan selanjutnya, namun jika hasilnya negatif, pupuslah harapan.
Tahapan kedua yaitu pembuatan akun mandiri tenaga medis dan kesehatan pada platform Mumaris Plus yang meliputi data diri, pendidikan, status lisensi dan pengalaman kerja untuk dilakukan verifikasi oleh SCFHS. Pada tahapan ini, kelengkapan dokumen seperti pasport, ijazah, lisensi dan surat pengalaman kerja akan di review kembali bersamaan dengan hasil verifikasi dokumen oleh pihak ketiga yang ditunjuk SCFHS.
Verifikasi pada platform Mumaris plus ini juga bukan perkara mudah, karena sebagian tenaga medis dan kesehatan terutama perawat mengalami kegagalan. Kualitas dokumen yang di submit, translate ijazah dan penambahan dokumen pendukung lainnya yang tidak diikuti berdasarkan saran verifikator menjadi faktor utama pengembalian atau penolakan dokumen. Persiapan matang dibutuhkan dalam tahapan ini terutama dokumen yang tidak boleh asal-asalan disiapkan.
Jika perawat berhasil melalui tahapan kedua, maka SCFHS akan mengelurkan nomor ujian atau eligibility number untuk melaksanakan ujian dengan batasan hanya tiga kali saja. Jika perawat gagal tiga kali, maka diharuskan untuk kembali ke negara asal. Adapun provider ujian ditentukan oleh SCFHS apakah melalui Prometric atau Pearson Vue dengan ketentuan waktu dan tempat ujian dilakukan oleh perawat secara mandiri melalui sistem.
Tahapan berupa ujian untuk menjadi perawat teregistrasi merupakan keseluruhan dari semua tahapan yang dilakukan oleh perawat. Jika perawat sukses melewati ujian maka SCFHS akan mengeluarkan lisensi atau professional registration. Itu artinya bahwa perawat eligible untuk melaksanakan praktik keperawatan pada layanan kesehatan dimana mereka bekerja.
Ada fakta menarik jika ingin mengetahui hasil pelaksanaan ujian dimana rata-rata perawat yang melapor mengalami kegagalan. Belum ada data mengenai jumlah perawat gagal, namun pada tahun 2024, penulis bersama rekan lainnya pernah melakukan analisis berbasis data primer untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong gagalnya ujian bagi perawat Indonesia di Saudi Arabia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tiga faktor utama yang mendorong gagalnya perawat dalam menghadapi ujian. Pertama, kegagalan datang dari rendahnya kemampuan perawat dalam memahami kisi-kisi ujian atau blueprint exam. Pada dasarnya, SCFHS memberikan kisi-kisi dari materi ujian yang akan dikeluarkan sebelum perawat melaksanakan ujian. Ada waktu bagi perawat untuk membaca ulang atau mempelajari lebih mendalam materi yang diberikan dengan melihat kemungkinan keberhasilan disesuaikan dengan persentase kelulusan.
Saya dapat memberikan ilustrasi seperti ini, jika perawat diklasifikasikan sebagai nurse specialist maka passing grade yang harus dicapai adalah 500 poin atau 50% dari 230 soal yang dikerjakan. Adapun kisi-kisi untuk nurse specialist yaitu nursing fundamental (20%), adult nursing (40%), maternal-child nursing (30%), dan nursing management and leadership (10%). Perawat bisa memilah bagian mana yang dibutuhkan untuk di review lebih mendalam dengan melihat persentasi dari masing-masing materi.
Kedua, faktor yang memengaruhi perawat gagal ujian yaitu kemampuan dalam analisa soal ujian. Hal ini sangat berkaitan dengan kebiasaan perawat dalam mempelajari soal-soal ujian yang dihadapi. Faktor ini kita sadari berkontribusi besar karena sistem pendidikan kita tidak menerapkan bahasa inggris dalam pengajaran materi keperawatan. Namun ini bisa diubah dengan memperbanyak lembaga atau review center yang secara khusus memberikan pengajaran terkait materi ujian perawat di timur tengah.
Saya melihat negara tetangga seperti Phillipina yang memperbanyak nursing review center bagi perawat-perawat yang telah selesai menamatkan pendidikan keperawatan dan bersiap untuk kerja ke timur tengah. Meski sistem pendidikan dan pengajaran mereka telah menerapkan bahasa inggris, namun keberadaan review center ini menjadi faktor pendorong dalam kesuksesan mereka melewati ujian sebagai perawat teregistrasi.
Ketiga, rendahnya pengalaman praktik perawat sehingga memengaruhi hasil ujian. Pengalaman ini sangat berkaitan dengan materi ujian, karena sebagian soal membahas kemampuan praktik yang disesuakan dengan teori. Perawat yang memiliki pengalaman banyak dalam praktik keperawatan memiliki peluang lulus ujian yang tinggi.
Sebagai perawat, penulis sadari bahwa pengalaman praktik memberikan makna berarti dalam pembelajaran yang mengasah keterampilan. Pada uji kompetensi untuk menjadi perawat teregistrasi di Indonesia, kita dihadapkan pada soal-soal berbasis praktikal yang menuntun perawat untuk memberikan analisis kritis terhadap masalah keperawatan dan menjawab soal berdasarkan analisis mereka. Hal ini juga berkorelasi dengan soal ujian untuk menjadi perawat teregistrasi di Saudi Arabia.
Sebagai bahan evaluasi bersama, tentu semua stakeholder terutama lembaga pendidikan, training center, dan perawat secara mandiri untuk bergeliat melakukan perbaikan secara menyeluruh agar faktor-faktor penyebab kegagalan ujian bisa diselesaikan dari hulu ke hilir. Dua dari tiga faktor diatas sangat berkaitan dengan pendidikan sementara faktor lain berkaitan dengan kehidupan profesional perawat.
Kedepan, Indonesia tidak hanya mampu untuk menjadi penyuplai tenaga keperawatan terbesar dari segi kuantitas di Asia, namun harus mampu memproduksi perawat dengan kualitas prima yang berdaya saing internasional. Masih ada waktu untuk memperbaiki hal ini, semoa dapat terlaksana dengan baik.
Penulis adalah Occupational Health Nurse di Saudi Arabia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI