Efektifvitas dari langkah yang kita berikan kemudian diuji sampai pada tatanan hidup masyarakat yaitu bagaimana upaya mereka menerapkan ilmu yang diberikan. Ada yang cenderung mengikuti namun kebanyakan hanya sebatas menerima lalu kemudian melupakan langkah-langkah pencegahan.
Hal itu terjadi karena kita cenderung menempatkan masyarakat sebagai klien namun melupakan bahwa ada unit terkecil yang perlu kita bina agar upaya preventif dan promotif bisa berjalan dengan baik dan lancar yaitu menempatkan keluarga dan individu sebagai klien.
Metode door-to-door dengan melihat secara langsung kemudian mendidik individu dan keluarga akan sangat efektif jika diterapkan.
Ada semacam pendekatan yang terstruktur dari kerja yang kita lakukan agar efektivitas program sesuai dengan harapan kita. Social planning memang baik namun alangkah lebih baik jika dibarengi dengan locally development dan social action secara bersama-sama.
Bagaimana upaya pencegahannya?
Inilah tugas bersama yang perlu dilakukan mulai dari diri sendiri, keluarga dan di komunitas kita masing-masing. Upaya pencegahan primer bisa dimulai dengan melakukan gerakan pencegahan sebelum wabah DBD itu datang.
Upaya tersebut bisa dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui gerakn 3 M plus juga melalui upaya membangun sinergi dalam komunitas untuk mengaktifkan kegiatan gotong royong.
Kegiatan gotong royong saat ini cenderung dilupakan oleh masyarakat padahal inti dari kegiatan ini adalah membangun bounding diantara individu-individu dalam komunitas untuk bersama-sama melakukan yang terbaik bagi lingkungan dan kegiatan sosial lainnya.
Jika upaya pencegahan awal sudah kita lakukan maka langkah selanjutnya dalam mendorong efektivitas PSN yaitu mendeteksi lebih awal sumber-sumber yang berpotensi meningkatkan terjadinya DBD.
Mendorong masyarakat untuk mau mengontrol kesehatan pada layanan kesehatan baik tingkat dasar dan menegah menjadi langkah terbaik untuk mengurangi risiko kematian.