Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Budaya PHBS dan Tingginya Angka "ODF"

14 Oktober 2019   10:00 Diperbarui: 14 Oktober 2019   10:31 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur BAB Sembarangan : Sumber RadarCirebon

Open Defecation Free (ODF) atau buang air besar sembarangan merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini. Tingginya angka ODF berakibat pada rendahnya budaya pola hidup bersih dan sehat (PHBS). 

Visi untuk mewujudkan Indonesia sehat melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan cakupan bebas BAB sembarangan, cuci tangan dengan sabun dan air bersih, minuman dan makanan sehat serta pengelolaan air limbah kemudian dipertanyakan untuk segera dituntaskan.

Budaya PHBS sebenarnya suatu upaya untuk mendidik individu, kelompok atau masyarakat yang ada di perkotaan dan pedesaan agar sadar akan bahaya hidup tidak bersih dan sehat. 

Manfaat pola hidup bersih dan sehat tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan tingginya kesadaran untuk mau berbenah dan peduli pada diri sendiri dan lingkungan.

Pola hidup bersih dan sehat dalam tatanannya memang tidak hanya mencakup tempat kerja atau dirumah tangga melainkan juga di sekolah, saranan kesehatan dan tempat umum lainnya. 

Pentingnya PHBS berdampak pada cara kita meningkatkan kualitas kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Pola sehat yang dibiasakan akan melahirkan prilaku sehat yang diikuti dan menjadi budaya yang terus dipraktikkan.

Pendekatan dalam pola hidup bersih dan sehat sangat beragam seperti leaflet, poster dan saluran komunikasi lainnya dari dan untuk masyarakat melalui tenaga kesehatan atau lembaga yang peduli akan pentingnya menjaga kesehatan. Inovasi dalam pendekatan pola hidup bersih dan sehat terus dilakukan dengan pendekatan melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat yang sekiranya dipatuhi oleh masyarakat sekitar.

Jika berbicara ODF atau buang air besar (BAB) sembarangan, maka kita tertuju pada cara masyarakat meningkatkan PHBS melalui rumah tangga. Salah satu komponen penting yang ada didalamnya adalah ketersediaan jamban sehat yang dapat digunakan oleh keluarga untuk kegiatan buang air besar. 

Ini sebuah keharusan, karena jika jamban tidak sehat dan masyarakat masih menggunakan sungai, irigasi dan semak belukar untuk buang air besar maka potensi penyebaran penyakit menular akan semakin meningkat.

Data Kemenkes menyebutkan bahwa terjadi penurunan angka open defecation free (ODF) berkisar 1,4 persen per tahun dari 58 persen di tahun 2007 menjadi 76,9 persen di tahun 2017. Angka ini cukup baik namun kenyataan yang ada beberapa daerah sangat mengkhawatirkan.

Data ODF global : sumber Statistia.com
Data ODF global : sumber Statistia.com

Fakta bahwa masih adanya wilayah dan daerah yang angka BAB sembarangan masih tinggi menunjukkan adanya masalah yang masih belum terselesaikan dalam program pengentasan BAB sembarangan melalui program PHBS. Di wilayah Jawa Tengah misalnya, dari 35 Kabupaten/Kota, hanya 12 Kabupaten/Kota yang dinyatakan bebas dari BAB sembarangan. 

Sedangkan di NTB dari 10 Kabupaten/Kota hanya satu Kabupaten saja yang tuntas masalah jamban sehat dan ketersediaan jamban untuk seluruh rumah tangga.

Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian terkait untuk menuntaskan persoalan ini. Kampanye dan deklarasi stop buang air besar sembarangan hingga pemetaan daerah kumuh untuk dilakukan pembangunan jamban sehat gencar digalakkan, bahkan sertifikasi dan peraturan Gubernur hadir untuk menyelesaikan masalah ini seperti sertifikasi ODF untuk Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan Gerakan BASNO (Buang Air Besar Sembarangan Nol) di NTB.

Masih belum terselesaikannya masalah ODF berpengaruh pada hasil sosialisasi tentang PHBS itu sendiri. Jika dirumah tangga digalakkan PHBS maka indikator seperti adanya jamban sehat, persalinan yang aman dan cuci tangan dengan sabun menjadi budaya yang akan terus dipraktikkan dalam kehidupan rumah tangga. Budaya tercipta dari adanya kebiasaan yang dipraktikkan bukan hanya sosialisasi yang dilakukan tanpa implementasi yang nyata dalam kehidupan. 

Memang tidak mudah, namun upaya untuk meningkatkan kualitas hidup sehat menjadi hal yang dibutuhkan agar lingkungan, sekolah, tempat umum juga rumah tangga tercipta budaya sehat.

Sebagai tenaga kesehatan yang pernah berada dan bekerja di komunitas, menggalakkan PHBS memang pekerjaan mudah namun membutuhkan ketekunan untuk melakukan pendekatan agar substansi yang ada tersampaikan. 

Mengubah prilaku tidak seperti mengajarkan hitungan dasar pada anak sekolahan, butuh proses yang panjang, karena tiap keluarga memiliki karakter berbeda dan mereka tidak datang dari insan yang sempurna dan mampu membangun segalanya, sebagian besar dari mereka maih hidup dalam keterbatasan.

Ketika bekerja di Puskesmas, tenaga kesehatan yang memegang program PHBS kerap kali melakukan penjajakan kepada keluarga. Penjajakan dilakukan dua tahap yaitu penjajakan tahap pertama dan kedua. 

Inti penjajakan yaitu mengumpukan informasi terhadap keluarga mengenai indikator-indikator kesehatan seperti prilaku dan lingkungan. Dari penjajakan tersebut kemudian dibuat sebuah diagnosa yang memuat masalah kesehatan yang dialami keluarga.

Ketika tenaga kesehatan menemukan masalah, maka mereka menyusun prioritas penyelesaian dari masalah kesehatan yang ada. Biasanya dilakukan skoring untuk menentukan masalah kesehatan prioritas agar diselesaikan. 

Intervensi dilakukan melalui sosialisasi dan komunikasi serta inovasi agar segala yang menjadi informasi bisa dilaksanakan oleh anggota keluarga. Evaluasi secara bertahap dilakukan untuk menentukan apakah keluarga sudah melaksanakan saran yang ada atau sebaliknya.

Karikatur ODF : Sumber RadarCirebon
Karikatur ODF : Sumber RadarCirebon

Memang tidak semua saran bisa dilakukan secara menyeluruh oleh anggota keluarga, disinilah peran kelompok atau lembaga lain untuk membantu. Secara sikap mereka berbenah namun secara ekonomi sebagian dari mereka punya keterbatasan.


Diabaikannya sosialisasi sering dilakukan keluarga karena ketiadaan biaya untuk mampu membangun jamban yang sehat dan layak.  Perlu usaha bersama untuk dapat mengubah ini semua, inovasi dan kerjasama yang baik lintas sektoral sangat dibutuhkan.

Ketersediaan dana dari pemerintah memang tidak akan cukup untuk menuntaskan program ketersediaan jamban yang sehat dan layak, perlu ada kerjasama melalui program pemberdayaan masyarakat entah melalui dana desa atau dana lainnya sebagai langkah kedua dalam mengatasi permasalahan ini. Semoga.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun