Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia 🇸🇦

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Budaya PHBS dan Tingginya Angka "ODF"

14 Oktober 2019   10:00 Diperbarui: 14 Oktober 2019   10:31 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur BAB Sembarangan : Sumber RadarCirebon

Fakta bahwa masih adanya wilayah dan daerah yang angka BAB sembarangan masih tinggi menunjukkan adanya masalah yang masih belum terselesaikan dalam program pengentasan BAB sembarangan melalui program PHBS. Di wilayah Jawa Tengah misalnya, dari 35 Kabupaten/Kota, hanya 12 Kabupaten/Kota yang dinyatakan bebas dari BAB sembarangan. 

Sedangkan di NTB dari 10 Kabupaten/Kota hanya satu Kabupaten saja yang tuntas masalah jamban sehat dan ketersediaan jamban untuk seluruh rumah tangga.

Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian terkait untuk menuntaskan persoalan ini. Kampanye dan deklarasi stop buang air besar sembarangan hingga pemetaan daerah kumuh untuk dilakukan pembangunan jamban sehat gencar digalakkan, bahkan sertifikasi dan peraturan Gubernur hadir untuk menyelesaikan masalah ini seperti sertifikasi ODF untuk Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan Gerakan BASNO (Buang Air Besar Sembarangan Nol) di NTB.

Masih belum terselesaikannya masalah ODF berpengaruh pada hasil sosialisasi tentang PHBS itu sendiri. Jika dirumah tangga digalakkan PHBS maka indikator seperti adanya jamban sehat, persalinan yang aman dan cuci tangan dengan sabun menjadi budaya yang akan terus dipraktikkan dalam kehidupan rumah tangga. Budaya tercipta dari adanya kebiasaan yang dipraktikkan bukan hanya sosialisasi yang dilakukan tanpa implementasi yang nyata dalam kehidupan. 

Memang tidak mudah, namun upaya untuk meningkatkan kualitas hidup sehat menjadi hal yang dibutuhkan agar lingkungan, sekolah, tempat umum juga rumah tangga tercipta budaya sehat.

Sebagai tenaga kesehatan yang pernah berada dan bekerja di komunitas, menggalakkan PHBS memang pekerjaan mudah namun membutuhkan ketekunan untuk melakukan pendekatan agar substansi yang ada tersampaikan. 

Mengubah prilaku tidak seperti mengajarkan hitungan dasar pada anak sekolahan, butuh proses yang panjang, karena tiap keluarga memiliki karakter berbeda dan mereka tidak datang dari insan yang sempurna dan mampu membangun segalanya, sebagian besar dari mereka maih hidup dalam keterbatasan.

Ketika bekerja di Puskesmas, tenaga kesehatan yang memegang program PHBS kerap kali melakukan penjajakan kepada keluarga. Penjajakan dilakukan dua tahap yaitu penjajakan tahap pertama dan kedua. 

Inti penjajakan yaitu mengumpukan informasi terhadap keluarga mengenai indikator-indikator kesehatan seperti prilaku dan lingkungan. Dari penjajakan tersebut kemudian dibuat sebuah diagnosa yang memuat masalah kesehatan yang dialami keluarga.

Ketika tenaga kesehatan menemukan masalah, maka mereka menyusun prioritas penyelesaian dari masalah kesehatan yang ada. Biasanya dilakukan skoring untuk menentukan masalah kesehatan prioritas agar diselesaikan. 

Intervensi dilakukan melalui sosialisasi dan komunikasi serta inovasi agar segala yang menjadi informasi bisa dilaksanakan oleh anggota keluarga. Evaluasi secara bertahap dilakukan untuk menentukan apakah keluarga sudah melaksanakan saran yang ada atau sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun